KLB Demokrat Ingatkan Masa Lalu PDIP, AHY Disarankan Tiru Perlawanan Megawati

Senin, 08 Maret 2021 - 08:00 WIB
AHY diminta membaca sejarah bagaimana PDI dibelah kekuasaan lalu mereplikasi cara Megawati Soekarnoputri memenangkannya. Foto/dok.SINDOnews
JAKARTA - Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Sumatera Utara yang menjadikan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko sebagai ketua umum jelas merupakan langkah sabotase terbuka oleh rezim penguasa. Terlebih jika di kemudian hari justru hasil KLB ini yang diakui negara melalui putusan Kemenkumham.

"Maka saat itu kita sedang menyaksikan betapa buruknya tata kelola parpol," ujar Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah saat dihubungi, Senin (8/3/2021).

(Baca: Sebut Jenderal Bintang 4 Vs Mayor di Kisruh Demokrat, Fahri: Kalau Mayor Menang Hebat)

Dedi menuturkan, ada dua hal untuk mencermati kecenderungan politik yang menjadikan Moeldoko sebagai Ketum versi KLB. Pertama, jika pemerintah diam atas sabotase ini, publik menilai ada restu dari pemerintah, terlebih jika terbukti Moeldoko adalah tokoh yang mengambil alih Demokrat melalui KLB.



Kedua, kata, Dedi, kondisi ini mengingatkan pada konflik PDI di masa silam, yakni saat partai itu 'disabotese' kubu Soerjadi. Tetapi Megawati Soekarnoputri pada saat itu menang dan akhirnya mengganti nama partai tersebut menjadi PDIP. "Untuk itu, AHY perlu membaca sejarah PDIP dan mereplikasi bagaimana Megawati melakukan perlawanan pada masa itu,"

Namun jauh dari upaya membaca sabotes parpol di masa silan, Dedi menilai, apa yang dialami PD saat ini menandai buruknya jaminan keamanan Parpol, semestinya negara menjamin independensi Parpol dan menjamin dari gangguan terutama jika tidak sesuai dengan statuta Parpol tersebut.

(Baca: Kisruh Partai Demokrat, Din Syamsuddin Sarankan KLB Moeldoko Tak Disahkan)

Di sisi lain, dipilihnya Moeldoko mencederai dua hal, terutama pada pemerintah. Pertama, Pemerintah akan dianggap ada dibalik sabotase ini, terbukti Moeldoko tetap memimpin KSP dan samasekali tidak mendapat sanksi Presiden meskipun telah lakukan tindakan kurang terpuji.

"Kedua, sebagai tokoh bukan kader Demokrat, Moeldoko akan kesulitan membawa Demokrat untuk maju. Bahkan ia tidak terlihat miliki orientasi memenangi Pemilu bagi Demokrat, lebih pada soal pemenuhan kepentingan jangka pendek, semisal menguatkan agenda-agenda pemerintah pada periode saat ini," katanya.
(muh)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More