Digitalisasi dan Keberlangsungan Usaha Mikro Perempuan

Kamis, 18 Februari 2021 - 05:10 WIB
Siti Alifah Dina (Foto: Istimewa)
Siti Alifah Dina

Peneliti pada Center for Indonesian Policy Studies (CIPS)

PANDEMI Covid-19 berdampak pada berkurangnya pemasukan usaha mikro karena penurunan transaksi dan kesulitan mendapat bahan baku akibat kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di banyak wilayah di Indonesia. Survei Badan Pusat Statistik (2020) pada Juli terhadap 34.559 usaha mikro dan kecil menunjukkan bahwa 84,2% yang mengalami penurunan pemasukan.

Laporan UN Women (2020) juga menunjukkan tren yang sama terhadap usaha mikro dan kecil yang dimiliki oleh perempuan. Pandemi memberikan dampak lebih besar kepada perempuan daripada laki-laki. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya waktu yang dihabiskan di rumah dan pemberlakuan kebijakan pembatasan sosial. Akibatnya, waktu yang dihabiskan untuk pekerjaan rumah tangga dan merawat anggota keluarga (unpaid care work) turut meningkat, menurut studi Power (2020).

Beberapa contoh kegiatan yang intensitasnya meningkat antara lain adalah memasak dan mengawasi anak mengikuti pembelajaran jarak jauh. Hampir semua kegiatan domestik dibebankan kepada perempuan karena peran gender tradisional yang mengakar. Partisipasi ekonomi perempuan juga cenderung bersifat paruh waktu dan fleksibel. Kebanyakan perempuan juga diupah lebih rendah kalau dibandingkan dengan laki-laki.



Akibat meningkatnya intensitas kegiatan domestik yang dikerjakan perempuan, waktu produktif mereka berkurang. Hal ini terjadi di tengah turunnya produktivitas usaha yang justru membutuhkan perhatian lebih. Oleh karena itu, pengusaha mikro perempuan seharusnya diberikan dukungan tambahan dan spesifik dalam menjaga keberlangsungan bisnisnya.

Apakah Digitalisasi Solusinya?

Digitalisasi atau penggunaan internet dalam transaksi jual beli menjadi salah satu cara efektif agar pengusaha mikro tetap dapat menjalankan usahanya. Menurut survei BPS pada 2020, empat dari lima pengusaha yang memasarkan produknya secara daring mengalami peningkatan penjualan. Fakta ini diperkuat oleh laporan Google, Temasek, dan Bain & Company (2020) yang menyatakan bahwa terdapat peningkatan konsumen digital sebanyak 37% akibat pandemi. Pemerintah, sektor privat, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), melaksanakan program-program untuk mempermudah transformasi digital pengusaha mikro, kecil, dan menengah. Bahkan program tersebut dilaksanakan melalui kolaborasi, misalnya Kementerian Perdagangan dengan Facebook, Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), dan LKPP dengan Kementerian BUMN. Program yang ditawarkan meliputi pelatihan daring bagaimana melakukan penjualan daring di marketplaces, melakukan pemasaran digital, pendampingan daring, dan memperluas akses pasar hingga pengadaan barang/jasa pemerintah.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mengklaim 3,4 juta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sudah go digital per Desember 2020. Namun, belum ada keterangan lebih rinci, seperti berapa banyak jumlah usaha mikro, usaha yang dimiliki perempuan, dan berapa banyak perempuan yang bergabung sejak pandemi dari sebelumnya belum pernah menggunakan sama sekali.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More