Perludem Nilai Sanksi Pemberhentian Ketua KPU Arief Budiman Tak Jelas Tujuannya
Rabu, 13 Januari 2021 - 17:08 WIB
JAKARTA - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi ( Perludem ) Fadli Ramadhanil menilai sanksi pemberhentian Arief Budiman dari jabatan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu ( DKPP ) tidak jelas tujuannya. Maka itu, Fadli Ramadhanil mengkritik keputusan DKPP tersebut.
"Kalau saya melihat dari awal, sanksi pemberhentian sebagai ketua, atau koordinator divisi dalam sanksi etik DKPP ini tidak jelas tujuan," ujar Fadli Ramadhanil kepada SINDOnews, Rabu (13/1/2021).
Dia juga menilai sanksi dari DKPP itu masuk ranah internal kelembagaan yang akan berpengaruh kepada kerja-kerja organisasi penyelenggara. "Konsekuensi dari putusan ini akan ada kocok ulang divisi, dan sangat potensial membuat konsolidasi organisasi penyelenggara jadi terganggu," pungkasnya.
Adapun sanksi pemberhentian Arief Budiman itu disampaikan dalam sidang pembacaan putusan perkara nomor 123-PKE-DKPP/X/2020 pada Rabu (13/1/2021). Arief Budiman dianggap melanggar Pasal 14 huruf c juncto Pasal 15 huruf a dan huruf e juncto Pasal 19 huruf c dan e Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
Arief Budiman dinilai melanggar kode etik karena mendampingi Evi Novida Ginting Manik saat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN) karena diberhentikan oleh DKPP .
DKPP menilai kehadiran Arief Budiman dalam setiap kesempatan di ruang publik mendampingi Evi dalam usaha memperjuangkan haknya, menyebabkan KPU secara kelembagaan terkesan menjadi pendukung utama dalam melakukan perlawanan terhadap putusan DKPP.
"Kalau saya melihat dari awal, sanksi pemberhentian sebagai ketua, atau koordinator divisi dalam sanksi etik DKPP ini tidak jelas tujuan," ujar Fadli Ramadhanil kepada SINDOnews, Rabu (13/1/2021).
Dia juga menilai sanksi dari DKPP itu masuk ranah internal kelembagaan yang akan berpengaruh kepada kerja-kerja organisasi penyelenggara. "Konsekuensi dari putusan ini akan ada kocok ulang divisi, dan sangat potensial membuat konsolidasi organisasi penyelenggara jadi terganggu," pungkasnya.
Adapun sanksi pemberhentian Arief Budiman itu disampaikan dalam sidang pembacaan putusan perkara nomor 123-PKE-DKPP/X/2020 pada Rabu (13/1/2021). Arief Budiman dianggap melanggar Pasal 14 huruf c juncto Pasal 15 huruf a dan huruf e juncto Pasal 19 huruf c dan e Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
Arief Budiman dinilai melanggar kode etik karena mendampingi Evi Novida Ginting Manik saat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN) karena diberhentikan oleh DKPP .
DKPP menilai kehadiran Arief Budiman dalam setiap kesempatan di ruang publik mendampingi Evi dalam usaha memperjuangkan haknya, menyebabkan KPU secara kelembagaan terkesan menjadi pendukung utama dalam melakukan perlawanan terhadap putusan DKPP.
(zik)
tulis komentar anda