Soal PTPN Somasi Markaz Syariah, Anwar Abbas: Lahan Pesantren Akan Dipergunakan untuk Apa?
Minggu, 27 Desember 2020 - 07:12 WIB
JAKARTA - Polemik soal somasi PTPN VIII terhadap lahan Markaz Syariah di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, terus berlanjut. Pertanyaan pun muncul, PTPN akan menggunakan lahan tersebut untuk apa?
Pengamat sosial ekonomi dan keagamaan Anwar Abbas mengutip amanat dari Bung Hatta ketika menyampaikan keterangan pemerintah tentang politiknya kepada Badan Pekerja KNIP tanggal 2 September 1948 mengatakan bahwa "Milik tanah dalam Republik Indonesia berarti menerima suatu kewajiban terhadap produksi dengan pedoman: menghasilkan sebanyak-banyaknya untuk memperbesar kemakmuran rakyat.
(Baca Juga : Godok Nama Calon Kapolri, Ini yang Dilakukan Kompolnas )
Menurut Abbas, tanah milik yang telantar tidak dikerjakan berarti suatu keteledoran terhadap masyarakat dan hak miliknya itu harus diambil oleh negara. Abbas mengatakan,dalam kasus tanah atau lahan Markaz Syariah (MS) yang dikelola oleh Habib Rizieq tanah dan lahan tersebut katanya memang berasal dari HGU PTPN VIII, tetapi pihak PTPN karena tidak mampu memproduktifkannya telah melepaskan lahan itu kepada masyarakat dan oleh masyarakat sudah dipergunakan untuk kepentingan pertanian.
( ).
"Oleh Habib Rizieq, tanah tersebut dibeli dari petani untuk mendirikan lembaga pendidikan pesantren. Tujuan dari pendirian pesantren tersebut oleh Habib Rizieq tentunya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara konstitusional tugas mencerdaskan kehidupan bangsa itu adalah terletak di pundak negara dan pemerintah," kata Abbas kepada SINDOnews dalam siaran persnya, Minggu (27/12/2020).
Mantan Sekjen MUI itu melanjutkan, kehadiran Habib Rizieq dan atau yayasan yang dipimpinnya di atas tanah tersebut telah melaksanakan dua hal yang diamanati oleh negara. Pertama, HRS telah memproduktifkan lahan tersebut. Jadi berarti HRS sudah ikut membantu menegakkan ketentuan negara/pemerintah. Kedua, HRS telah membantu tugas negara/pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Yang menjadi masalah sekarang PTPN yang ditugasi oleh pemerintah untuk mengurus tanah tersebut akan mengambil kembali tanah tersebut. Saya rasa boleh-boleh dan sah-sah saja PTPN melakukan hal demikian. Cuma yang menjadi masalah HRS sudah menghabiskan dana yang besar untuk itu yang dia himpun dari masyarakat dan dari diri dan keluarganya sendiri. Untuk itu tentu etisnya PTPN memberikan ganti rugi kepada yayasan HRS tersebut dengan ganti rugi yang pantas," lanjutnya.
Pengamat sosial ekonomi dan keagamaan Anwar Abbas mengutip amanat dari Bung Hatta ketika menyampaikan keterangan pemerintah tentang politiknya kepada Badan Pekerja KNIP tanggal 2 September 1948 mengatakan bahwa "Milik tanah dalam Republik Indonesia berarti menerima suatu kewajiban terhadap produksi dengan pedoman: menghasilkan sebanyak-banyaknya untuk memperbesar kemakmuran rakyat.
(Baca Juga : Godok Nama Calon Kapolri, Ini yang Dilakukan Kompolnas )
Menurut Abbas, tanah milik yang telantar tidak dikerjakan berarti suatu keteledoran terhadap masyarakat dan hak miliknya itu harus diambil oleh negara. Abbas mengatakan,dalam kasus tanah atau lahan Markaz Syariah (MS) yang dikelola oleh Habib Rizieq tanah dan lahan tersebut katanya memang berasal dari HGU PTPN VIII, tetapi pihak PTPN karena tidak mampu memproduktifkannya telah melepaskan lahan itu kepada masyarakat dan oleh masyarakat sudah dipergunakan untuk kepentingan pertanian.
( ).
"Oleh Habib Rizieq, tanah tersebut dibeli dari petani untuk mendirikan lembaga pendidikan pesantren. Tujuan dari pendirian pesantren tersebut oleh Habib Rizieq tentunya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara konstitusional tugas mencerdaskan kehidupan bangsa itu adalah terletak di pundak negara dan pemerintah," kata Abbas kepada SINDOnews dalam siaran persnya, Minggu (27/12/2020).
Mantan Sekjen MUI itu melanjutkan, kehadiran Habib Rizieq dan atau yayasan yang dipimpinnya di atas tanah tersebut telah melaksanakan dua hal yang diamanati oleh negara. Pertama, HRS telah memproduktifkan lahan tersebut. Jadi berarti HRS sudah ikut membantu menegakkan ketentuan negara/pemerintah. Kedua, HRS telah membantu tugas negara/pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Yang menjadi masalah sekarang PTPN yang ditugasi oleh pemerintah untuk mengurus tanah tersebut akan mengambil kembali tanah tersebut. Saya rasa boleh-boleh dan sah-sah saja PTPN melakukan hal demikian. Cuma yang menjadi masalah HRS sudah menghabiskan dana yang besar untuk itu yang dia himpun dari masyarakat dan dari diri dan keluarganya sendiri. Untuk itu tentu etisnya PTPN memberikan ganti rugi kepada yayasan HRS tersebut dengan ganti rugi yang pantas," lanjutnya.
tulis komentar anda