Ubah Sembako Jadi Bansos Tunai, Kemensos Diharapkan Tingkatkan Pengawasan
Jum'at, 18 Desember 2020 - 17:18 WIB
JAKARTA - Kementerian Sosial ( Kemensos ) berencana untuk mengubah skema distribusi bantuan sosial ( bansos) COVID-19 dari sembako menjadi bansos tunai ( BST ) pada 2021. Langkah itu ditujukan agar mencegah potensi korupsi seperti yang terjadi kasus suap yang menjerat Menteri Sosial Juliari P Batubara.
Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute (TII), Vunny Wijaya berpendapat bahwa pemberian bansos melalui sembako yang melibatkan vendor atau pihak ketiga sangat rawan korupsi. Semakin banyak pihak yang terlibat, semakin banyak pula pihak-pihak yang mengambil keuntungan secara pribadi. (Baca juga: Pandemi Corona, Kemensos Buka Kuota Baru Penerima Bansos Tunai)
Selain itu, kuantitas dan kualitasnya juga tidak bisa terjamin. Ada banyak keluhan soal kondisi beras yang apek dan lain sebagainya. Jenis sembako yang diberikan juga berkurang.
“Perubahan strategi ini menjadi kabar baik usai terungkapnya kasus dugaan korupsi bansos yang dilakukan sejumlah pejabat Kemensos. Namun, upaya ini perlu diiringi dengan sistem kontrol dan pengawasan yang lebih baik,” jelas Vunny dalam penjelasannya secara tertulis kepada SINDOnews, Jumat (18/12/2020).
Namun, lanjut Vunny, pemberian BST juga memiliki potensi penyimpangan. Misalnya, uang yang seharusnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bisa saja disalahgunakan penerima untuk membeli kebutuhan lainnya yang tidak sesuai dengan tujuan bansos itu.
“Dalam hal ini, Kemensos perlu memikirkan strategi kontrol yang tepat agar program BST mencapai tujuannya. Hal ini dapat dimulai dengan merancang indikator keberhasilan program BST,” tegas dia.
Ia menyarankan Kemensos sebaiknya melakukan publikasi laporan keuangan bansos melalui kanal resmi Kemensos. Adanya transparansi anggaran BST diharapkan membuat masyarakat dapat terus mengawal dan mengawasi anggaran serta distribusi bantuan dengan lebih baik lagi di tengah pandemi. (Baca juga: Kemensos Buka Kuota Baru Penerima Bansos Tunai 20.000 KPM untuk Daerah dengan Realisasi Penyaluran Tinggi)
“Pada intinya, pandemi COVID-19 telah dan masih menelan anggaran yang sangat besar. Kemensos sebagai garda terdepan pelayanan publik dan yang diberikan otoritas dalam pengelolaan dana dan distribusi bantuan pandemi COVID-19 selayaknya menjunjung tinggi etika pelayanan publik yang transparan dan bebas korupsi,” pungkasnya.
Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute (TII), Vunny Wijaya berpendapat bahwa pemberian bansos melalui sembako yang melibatkan vendor atau pihak ketiga sangat rawan korupsi. Semakin banyak pihak yang terlibat, semakin banyak pula pihak-pihak yang mengambil keuntungan secara pribadi. (Baca juga: Pandemi Corona, Kemensos Buka Kuota Baru Penerima Bansos Tunai)
Selain itu, kuantitas dan kualitasnya juga tidak bisa terjamin. Ada banyak keluhan soal kondisi beras yang apek dan lain sebagainya. Jenis sembako yang diberikan juga berkurang.
“Perubahan strategi ini menjadi kabar baik usai terungkapnya kasus dugaan korupsi bansos yang dilakukan sejumlah pejabat Kemensos. Namun, upaya ini perlu diiringi dengan sistem kontrol dan pengawasan yang lebih baik,” jelas Vunny dalam penjelasannya secara tertulis kepada SINDOnews, Jumat (18/12/2020).
Namun, lanjut Vunny, pemberian BST juga memiliki potensi penyimpangan. Misalnya, uang yang seharusnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bisa saja disalahgunakan penerima untuk membeli kebutuhan lainnya yang tidak sesuai dengan tujuan bansos itu.
“Dalam hal ini, Kemensos perlu memikirkan strategi kontrol yang tepat agar program BST mencapai tujuannya. Hal ini dapat dimulai dengan merancang indikator keberhasilan program BST,” tegas dia.
Ia menyarankan Kemensos sebaiknya melakukan publikasi laporan keuangan bansos melalui kanal resmi Kemensos. Adanya transparansi anggaran BST diharapkan membuat masyarakat dapat terus mengawal dan mengawasi anggaran serta distribusi bantuan dengan lebih baik lagi di tengah pandemi. (Baca juga: Kemensos Buka Kuota Baru Penerima Bansos Tunai 20.000 KPM untuk Daerah dengan Realisasi Penyaluran Tinggi)
“Pada intinya, pandemi COVID-19 telah dan masih menelan anggaran yang sangat besar. Kemensos sebagai garda terdepan pelayanan publik dan yang diberikan otoritas dalam pengelolaan dana dan distribusi bantuan pandemi COVID-19 selayaknya menjunjung tinggi etika pelayanan publik yang transparan dan bebas korupsi,” pungkasnya.
(kri)
Lihat Juga :
tulis komentar anda