Relaksasi dan 'Recovery' Setelah Pandemi
Rabu, 02 Desember 2020 - 05:00 WIB
Muhamad Ali
Pemerhati Human Capital
KITA sudah memasuki bulan terakhir 2020. Tahun yang berat. Tahun yang terasa lebih panjang. Tahun yang membosankan. Dan tentu saja, tahun yang sangat mengkhawatirkan. Semua orang akan mengenang tahun ini sebagai tahun yang paling mudah diingat selain tahun lahir atau perkawinan mereka. Semua bangsa akan mengingat tahun ini sebagai tahun yang paling dicatat sejarah, selain hari kemerdekaan.
Pandemi Covid-19 melintas nyaris sepanjang tahun dan memukul setiap gerak laju apa saja masyarakat modern. Orang-orang dan bangsa-bangsa berjuang untuk selamat dari terjangan virus yang membahayakan dan dampak yang jauh lebih mematikan. Sepertinya, mereka terlalu letih menghadapinya. Mereka memerlukan relaksasi, juga recovery selekas-lekasnya.
Dalam konteks relaksasi dan recovery tersebut, pariwisata merupakan salah satu jawaban. Liburan dan bepergian akan menjadi impian banyak orang. Sementara geliat dan aktivitas di sektor pariwisata akan menjadi harapan banyak bangsa. Syarat pemenuhannya hanya satu, mengendalikan penyebaran dan menghindari penularan. Artinya, bepergian sudah menjadi relatif lebih aman dari terpaan virus, dan tempat-tempat yang didatangi tidak menimbulkan masalah baru yang terkait dengan virus Covid-19.
CHSE sebagai Kunci
Pariwisata sejak lama telah diyakini banyak bangsa menggerakkan ekonomi bangsa dengan amat cepat. Berbeda dengan investasi-investasi lainnya yang memerlukan waktu lebih dari dua tahun untuk dapat memutar ekonomi, industri pariwisata merupakan salah satu sektor yang paling cepat menggerakkan ekonomi. Begitu infrastruktur pariwisata terbangun, destinasi wisata dengan segala kreativitas penyajian dan penampilannya dengan cepat akan menggerakkan perekonomian dari ujung ke ujung. Sektor transportasi, sektor industri makanan, sektor hotel dan hiburan, akan ikut terkatrol di dalamnya.
Indonesia sudah sejak lima tahun terakhir sangat terlihat mengembangkan industri pariwisata sebagai penggerak ekonomi. Dalam perjalanan lima tahun tersebut, industri pariwisata telah menjadi penghasil devisa yang terus bergerak naik, dari peringkat keempat pada 2015, menjadi peringkat kedua dalam menyumbangkan devisa. Hanya kalah oleh industri kelapa sawit yang memang sudah dibangun berpuluh-puluh tahun sebelumnya.
Pemerintah menciptakan program yang disebut “10 Bali Baru” yang dilengkapi dengan semua kebutuhan selayaknya industri pariwisata yang sudah sangat mapan di Pulau Bali. Destinasi diciptakan sesuai dengan potensi yang dimiliki. Infrastruktur jalan dibangun dan diperbaiki. Bandara dan pelabuhan juga demikian. Hotel-hotel baru didirikan, dengan model bisnis yang melibatkan pemerintah dan badan usaha swasta (KPBU, Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha).
Pemerhati Human Capital
KITA sudah memasuki bulan terakhir 2020. Tahun yang berat. Tahun yang terasa lebih panjang. Tahun yang membosankan. Dan tentu saja, tahun yang sangat mengkhawatirkan. Semua orang akan mengenang tahun ini sebagai tahun yang paling mudah diingat selain tahun lahir atau perkawinan mereka. Semua bangsa akan mengingat tahun ini sebagai tahun yang paling dicatat sejarah, selain hari kemerdekaan.
Pandemi Covid-19 melintas nyaris sepanjang tahun dan memukul setiap gerak laju apa saja masyarakat modern. Orang-orang dan bangsa-bangsa berjuang untuk selamat dari terjangan virus yang membahayakan dan dampak yang jauh lebih mematikan. Sepertinya, mereka terlalu letih menghadapinya. Mereka memerlukan relaksasi, juga recovery selekas-lekasnya.
Dalam konteks relaksasi dan recovery tersebut, pariwisata merupakan salah satu jawaban. Liburan dan bepergian akan menjadi impian banyak orang. Sementara geliat dan aktivitas di sektor pariwisata akan menjadi harapan banyak bangsa. Syarat pemenuhannya hanya satu, mengendalikan penyebaran dan menghindari penularan. Artinya, bepergian sudah menjadi relatif lebih aman dari terpaan virus, dan tempat-tempat yang didatangi tidak menimbulkan masalah baru yang terkait dengan virus Covid-19.
CHSE sebagai Kunci
Pariwisata sejak lama telah diyakini banyak bangsa menggerakkan ekonomi bangsa dengan amat cepat. Berbeda dengan investasi-investasi lainnya yang memerlukan waktu lebih dari dua tahun untuk dapat memutar ekonomi, industri pariwisata merupakan salah satu sektor yang paling cepat menggerakkan ekonomi. Begitu infrastruktur pariwisata terbangun, destinasi wisata dengan segala kreativitas penyajian dan penampilannya dengan cepat akan menggerakkan perekonomian dari ujung ke ujung. Sektor transportasi, sektor industri makanan, sektor hotel dan hiburan, akan ikut terkatrol di dalamnya.
Indonesia sudah sejak lima tahun terakhir sangat terlihat mengembangkan industri pariwisata sebagai penggerak ekonomi. Dalam perjalanan lima tahun tersebut, industri pariwisata telah menjadi penghasil devisa yang terus bergerak naik, dari peringkat keempat pada 2015, menjadi peringkat kedua dalam menyumbangkan devisa. Hanya kalah oleh industri kelapa sawit yang memang sudah dibangun berpuluh-puluh tahun sebelumnya.
Pemerintah menciptakan program yang disebut “10 Bali Baru” yang dilengkapi dengan semua kebutuhan selayaknya industri pariwisata yang sudah sangat mapan di Pulau Bali. Destinasi diciptakan sesuai dengan potensi yang dimiliki. Infrastruktur jalan dibangun dan diperbaiki. Bandara dan pelabuhan juga demikian. Hotel-hotel baru didirikan, dengan model bisnis yang melibatkan pemerintah dan badan usaha swasta (KPBU, Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha).
tulis komentar anda