Epidemiolog UI Nilai Indonesia Tidak Mau Belajar dari Keberhasilan Negara Lain
Selasa, 01 Desember 2020 - 13:57 WIB
JAKARTA - Pemerintah dinilai tidak memiliki perencanaan, target, dan implementasi yang jelas dalam penanganan COVID-19 . Virus Sars Cov-II ini sudah “bermukim” selama sembilan bulan di Tanah Air dan orang yang positif semakin bertambah.
Berdasarkan data Satuan Tugas ( Satgas) Penanganan COVID-19 , jumlah orang yang positif COVID-19 mencapai 538.883. Jumlah orang yang sembuh sebanyak 450.518 dan meninggal dunia 16.945 orang. November lalu, beberapa rekor jumlah orang terkonfirmasi positif dalam 24 jam terjadi, yakni di atas 5.000 dan 6.000 kasus. (Baca juga: Kasus Positif Covid-19 Naik, Kenapa Investor Tetap Optimis?)
Epidemiologi Kamaluddin Latief mengatakan salah satu kelemahan Indonesia itu tidak mau belajar dari kesuksesan negara lain dalam menanggulangi pandemi COVID-19. Negara ASEAN yang berhasil menekan penyebaran virus Sars Cov-II juga belajar mengenai kebijakan dan langkah strategis dari negara yang lebih dulu sukses.
Kamaluddin menerangkan sejak awal COVID-19 dinyatakan masuk ke Indonesia dan pemerintah membentuk Gugus Tugas, ia tidak terlalu setuju. Gugus Tugas atau belakangan menjadi Satuan Tugas itu hanya bersifat ad hoc. Ia menjelaskan pemerintah seharusnya memperkuat lembaga dan sistem yang ada.
“Kalau bicara sekarang, Satgas kesulitan berkomunikasi dengan pihak-pihak tertentu yang memiliki sistem sampai di lapangan. Itu sebetulnya disampaikan di media oleh Satgas sendiri. Kalau kita flashback ke belakang, ada rivalitas. Siapa yang mau tampil,” ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Selasa (1/11/2020).
Maka, tidak heran kasus positif COVID-19 terus meningkat. Dia memaparkan Vietnam, Thailand, Singapura, dan Kamboja yang telah berhasil menekan COVID-19 itu memberlakukan karantina sejak awal. Vietnam, menurutnya, ketika COVID-19 masuk langsung menutup wilayahnya secara total.
Strategi mereka, mulai dari kebijakan, ketegasan di lapangan, hingga promosi berjalan secara efektif. “Tidak menggunakan Teknik-teknik konservatif. Kaum milenial didekati. Ada lagu-lagu yang viral dan itu menyasar untuk perubahan perilaku. Ada kreasi di situ,” tutur Dosen Universitas Indonesia (UI) itu. (Baca juga:Analis AS: Kim Jong-un dan Keluarganya Disuntik Vaksin Covid-19 China)
Sementara itu, Indonesia belum juga bisa mengendalikan penularan COVID-19.”Saya melihat akan begini terus sepanjang tidak ada perubahan mendasar oleh pemerintah. Akhirnya, Presiden Jokowi cuma bisa mengeluh lagi dan lagi. Kecewa lagi dan lagi,” pungkasnya.
Berdasarkan data Satuan Tugas ( Satgas) Penanganan COVID-19 , jumlah orang yang positif COVID-19 mencapai 538.883. Jumlah orang yang sembuh sebanyak 450.518 dan meninggal dunia 16.945 orang. November lalu, beberapa rekor jumlah orang terkonfirmasi positif dalam 24 jam terjadi, yakni di atas 5.000 dan 6.000 kasus. (Baca juga: Kasus Positif Covid-19 Naik, Kenapa Investor Tetap Optimis?)
Epidemiologi Kamaluddin Latief mengatakan salah satu kelemahan Indonesia itu tidak mau belajar dari kesuksesan negara lain dalam menanggulangi pandemi COVID-19. Negara ASEAN yang berhasil menekan penyebaran virus Sars Cov-II juga belajar mengenai kebijakan dan langkah strategis dari negara yang lebih dulu sukses.
Kamaluddin menerangkan sejak awal COVID-19 dinyatakan masuk ke Indonesia dan pemerintah membentuk Gugus Tugas, ia tidak terlalu setuju. Gugus Tugas atau belakangan menjadi Satuan Tugas itu hanya bersifat ad hoc. Ia menjelaskan pemerintah seharusnya memperkuat lembaga dan sistem yang ada.
“Kalau bicara sekarang, Satgas kesulitan berkomunikasi dengan pihak-pihak tertentu yang memiliki sistem sampai di lapangan. Itu sebetulnya disampaikan di media oleh Satgas sendiri. Kalau kita flashback ke belakang, ada rivalitas. Siapa yang mau tampil,” ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Selasa (1/11/2020).
Maka, tidak heran kasus positif COVID-19 terus meningkat. Dia memaparkan Vietnam, Thailand, Singapura, dan Kamboja yang telah berhasil menekan COVID-19 itu memberlakukan karantina sejak awal. Vietnam, menurutnya, ketika COVID-19 masuk langsung menutup wilayahnya secara total.
Strategi mereka, mulai dari kebijakan, ketegasan di lapangan, hingga promosi berjalan secara efektif. “Tidak menggunakan Teknik-teknik konservatif. Kaum milenial didekati. Ada lagu-lagu yang viral dan itu menyasar untuk perubahan perilaku. Ada kreasi di situ,” tutur Dosen Universitas Indonesia (UI) itu. (Baca juga:Analis AS: Kim Jong-un dan Keluarganya Disuntik Vaksin Covid-19 China)
Sementara itu, Indonesia belum juga bisa mengendalikan penularan COVID-19.”Saya melihat akan begini terus sepanjang tidak ada perubahan mendasar oleh pemerintah. Akhirnya, Presiden Jokowi cuma bisa mengeluh lagi dan lagi. Kecewa lagi dan lagi,” pungkasnya.
(kri)
tulis komentar anda