Partai Masyumi Lahir Kembali, PPP: Bisa Ikut Pemilu Nggak?
Kamis, 12 November 2020 - 17:24 WIB
JAKARTA - Sejumlah tokoh mendeklarasikan kembali lahirnya Partai Masyumi pada Sabtu (7/11/2020), bertepatan dengan hari ulang tahun ke-75 sejak didirikan pada 1945. Masyumi pernah menjadi salah satu partai politik besar di Indonesia. Mayoritas pendukungnya kala itu adalah tiga organisasi Islam, yakni Persatuan Islam (Persis), Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah. Namun Masyumi dibubarkan Presiden Soekarno.
Melihat peta suaranya, salah satu partai politik (parpol) yang memiliki irisan sama dengan Masyumi adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Apakah lahirnya kembali Partai Masyumi akan mengancam suara PPP? Sekretaris Jenderal (Sekjen) PPP Arsul Sani meyakini suara PPP tidak akan tergerus. Menurut dia, mendeklarasikan sebuah parpol merupakan pekerjaan yang tidak sulit.
"Yang susah adalah kemudian setelah partai itu didirikan, terpenuhi syarat administratifnya, bisa ikut pemilu atau nggak? Nah itu ada proses yang susah karena di situ ada verifikasi administratif maupun faktual yang akan dilakukan oleh penyelenggara pemilu, dan itu tidak gampang," ujar Arsul Sani, Kamis (12/11/2020).
(Baca: Tak Mau Parpol Islam Tinggal Papan Nama, PKB Ajak Masyumi Satukan Visi)
Arsul mencontohlan sejumlah parpol yang sudah berkali-kali ikut pemilu seperti PPP bukan berarti mudah dalam proses verifikasi. "Boleh ditanya teman-teman PDIP, Golkar, atau Gerindra sekalipun, itu mengatakan bahwa proses verifikasi parpol itu untuk bisa ikut pemilu, itu tuh proses yang berat, tidak mudah. Itu lho, jadi itu tantangan buat partai-partai baru," urainya.
Diakui Arsul yang juga Wakil Ketua MPR ini, Partai Masyumi ataupun Partai Ummat yang sama-sama partai berbasis Islam, pasti ada irisannya. "Tetapi kami yang di PPP, terus terang Pemilu 2019 kemarin itu memberikan pembelajaran, pembelajaran pahit lah begitu," katanya.
Pembelajaran pertama, kata Arsul, faktor konflik berkepanjangan di internal partai, harus diakui membuat masyarakat saat itu tidak tertarik untuk memilih PPP. Kedua, kasus hukum yang menerpa pucuk pimpinan PPP kala itu, Muhammad Romahurmuziy alias Romy, menjadi persoalan tersendiri bagi elektabilitas PPP pada Pemilu 2019.
"Tapi alhamdulillah ya, PPP dengan keadaan seperti itu masih bisa meraih 6,3 juta lebih suara, itu maknanya apa, PPP punya pemilih apa yang solid, pemilik ideologis, pemilih tradisional ya, karena dalam keadaan partai yang apa begitu, katakanlah tidak menarik karena kejadian-kejadian itu, masih ada yang milih seperti itu," tuturnya.
(Baca: Menjelang Muktamar PPP, Gratifikasi Jet Suharso Monoarfa Dilaporkan ke KPK)
Melihat peta suaranya, salah satu partai politik (parpol) yang memiliki irisan sama dengan Masyumi adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Apakah lahirnya kembali Partai Masyumi akan mengancam suara PPP? Sekretaris Jenderal (Sekjen) PPP Arsul Sani meyakini suara PPP tidak akan tergerus. Menurut dia, mendeklarasikan sebuah parpol merupakan pekerjaan yang tidak sulit.
"Yang susah adalah kemudian setelah partai itu didirikan, terpenuhi syarat administratifnya, bisa ikut pemilu atau nggak? Nah itu ada proses yang susah karena di situ ada verifikasi administratif maupun faktual yang akan dilakukan oleh penyelenggara pemilu, dan itu tidak gampang," ujar Arsul Sani, Kamis (12/11/2020).
(Baca: Tak Mau Parpol Islam Tinggal Papan Nama, PKB Ajak Masyumi Satukan Visi)
Arsul mencontohlan sejumlah parpol yang sudah berkali-kali ikut pemilu seperti PPP bukan berarti mudah dalam proses verifikasi. "Boleh ditanya teman-teman PDIP, Golkar, atau Gerindra sekalipun, itu mengatakan bahwa proses verifikasi parpol itu untuk bisa ikut pemilu, itu tuh proses yang berat, tidak mudah. Itu lho, jadi itu tantangan buat partai-partai baru," urainya.
Diakui Arsul yang juga Wakil Ketua MPR ini, Partai Masyumi ataupun Partai Ummat yang sama-sama partai berbasis Islam, pasti ada irisannya. "Tetapi kami yang di PPP, terus terang Pemilu 2019 kemarin itu memberikan pembelajaran, pembelajaran pahit lah begitu," katanya.
Pembelajaran pertama, kata Arsul, faktor konflik berkepanjangan di internal partai, harus diakui membuat masyarakat saat itu tidak tertarik untuk memilih PPP. Kedua, kasus hukum yang menerpa pucuk pimpinan PPP kala itu, Muhammad Romahurmuziy alias Romy, menjadi persoalan tersendiri bagi elektabilitas PPP pada Pemilu 2019.
"Tapi alhamdulillah ya, PPP dengan keadaan seperti itu masih bisa meraih 6,3 juta lebih suara, itu maknanya apa, PPP punya pemilih apa yang solid, pemilik ideologis, pemilih tradisional ya, karena dalam keadaan partai yang apa begitu, katakanlah tidak menarik karena kejadian-kejadian itu, masih ada yang milih seperti itu," tuturnya.
(Baca: Menjelang Muktamar PPP, Gratifikasi Jet Suharso Monoarfa Dilaporkan ke KPK)
tulis komentar anda