Perempuan dalam Ruang Publik Masih Rendah
Rabu, 11 November 2020 - 16:52 WIB
JAKARTA - Desa Ramah Perempuan merupakan elemen penting pembangunan Desa yang terangkum dalam SDGs Desa. Menurut Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transgmigrasiini Abdul Halim Iskandar perhatian terhadap perempuan karena termasuk menentukan arah pembangunan bangsa. Hal itu disampaikannya saat pernyataan pers virtual, Rabu (11/11/2020).
Sejumlah data dan fakta disajikan Gus Menteri, sapaan akrabnya, seperti proporsi perempuan yang biasa menggunakan telepon genggam cenderung lebih rendah daripada laki-laki yang artinya, jaringan komunikasi dan peluang memperoleh pengetahuan secara mandiri bagi perempuan lebih rendah daripada laki-laki.
Meskipun cenderung meningkat, proporsi jabatan manager untuk perempuan cenderung jauh lebih rendah daripada laki-laki, artinya, memang ada peningkatan posisi pekerjaan kelas menengah bagi perempuan, namun proporsinya masih jauh lebih rendah daripada laki-laki. Ini menandakan belum terwujud kesetaraan gender untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
"Belum ada kesetaraan di ruang publik ini bisa dilihat kursi parlemen yang diduduki perempuan cenderung jauh lebih rendah daripada laki-laki. Perempuan yang duduki kursi parlemen di daerah lebih tinggi dibanding di pusat. Ini artinya posisi perempuan dalam ruang publik dan penentuan arah pembangunan masyarakat masih rendah," kata Doktor Honoris Causa dari UNY ini.
Hal lain, kekerasan seksual yang dialami perempuan di kota lebih tinggi daripada di desa. Namun, kekerasan di desa cenderung pada pemerkosaan (seksual kontak) sementara di kota cenderung pada pelecehan (tanpa kontak seksual). Olehnya, dibutuhkan kebijakan represif bagi pelaku dan kebijakan rehabilitatif bagi korban (perempuan muda).
Gus Menteri mengatakan, masih terjadi ketidaksetaraan gender yang masih terjadi lebih bersifat struktural, sehingga membutuhkan kebijakan yang memihak perempuan. Perlunya arah kebijakan utnuk meningkatkan partisipasi perempuan, melindungi perempuang dan meningkatkan akses dalam ranah publik.
"Olehnya, Desa Ramah Perempuan dalam SDGs Desa harus diwujudkan. Untuk bisa mengukur, kami pun menyusun sejumlah indikator-indikator untuk menilai Desa Ramah Perempuan," kata Mantan Ketua DPRD Jawa Timur ini.
Indikator yang dimaksud adalah Perdes/SK Kades yang responsif gender mendukung pemberdayaan perempuan minimal 30%, dan menjamin perempuan untuk mendapatkan pelayanan, informasi, dan pendidikan terkait keluarga berencana dan kesehatan reproduksi. Selanjutnya, angka partisipasi kasar (APK) SMA Sederajat capai 100 persen.
Persentase jumlah perempuan di Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan perangkat desa minimal 30%, dan persentase jumlah perempuan yang menghadiri musdes dan berpartisipasi dalam pembangunan desa minimal 30%.
Sejumlah data dan fakta disajikan Gus Menteri, sapaan akrabnya, seperti proporsi perempuan yang biasa menggunakan telepon genggam cenderung lebih rendah daripada laki-laki yang artinya, jaringan komunikasi dan peluang memperoleh pengetahuan secara mandiri bagi perempuan lebih rendah daripada laki-laki.
Meskipun cenderung meningkat, proporsi jabatan manager untuk perempuan cenderung jauh lebih rendah daripada laki-laki, artinya, memang ada peningkatan posisi pekerjaan kelas menengah bagi perempuan, namun proporsinya masih jauh lebih rendah daripada laki-laki. Ini menandakan belum terwujud kesetaraan gender untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
"Belum ada kesetaraan di ruang publik ini bisa dilihat kursi parlemen yang diduduki perempuan cenderung jauh lebih rendah daripada laki-laki. Perempuan yang duduki kursi parlemen di daerah lebih tinggi dibanding di pusat. Ini artinya posisi perempuan dalam ruang publik dan penentuan arah pembangunan masyarakat masih rendah," kata Doktor Honoris Causa dari UNY ini.
Hal lain, kekerasan seksual yang dialami perempuan di kota lebih tinggi daripada di desa. Namun, kekerasan di desa cenderung pada pemerkosaan (seksual kontak) sementara di kota cenderung pada pelecehan (tanpa kontak seksual). Olehnya, dibutuhkan kebijakan represif bagi pelaku dan kebijakan rehabilitatif bagi korban (perempuan muda).
Gus Menteri mengatakan, masih terjadi ketidaksetaraan gender yang masih terjadi lebih bersifat struktural, sehingga membutuhkan kebijakan yang memihak perempuan. Perlunya arah kebijakan utnuk meningkatkan partisipasi perempuan, melindungi perempuang dan meningkatkan akses dalam ranah publik.
"Olehnya, Desa Ramah Perempuan dalam SDGs Desa harus diwujudkan. Untuk bisa mengukur, kami pun menyusun sejumlah indikator-indikator untuk menilai Desa Ramah Perempuan," kata Mantan Ketua DPRD Jawa Timur ini.
Indikator yang dimaksud adalah Perdes/SK Kades yang responsif gender mendukung pemberdayaan perempuan minimal 30%, dan menjamin perempuan untuk mendapatkan pelayanan, informasi, dan pendidikan terkait keluarga berencana dan kesehatan reproduksi. Selanjutnya, angka partisipasi kasar (APK) SMA Sederajat capai 100 persen.
Persentase jumlah perempuan di Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan perangkat desa minimal 30%, dan persentase jumlah perempuan yang menghadiri musdes dan berpartisipasi dalam pembangunan desa minimal 30%.
tulis komentar anda