Wapres Ma'ruf Amin: Pernyataan Presiden Macron Tak Bisa Dibenarkan!

Jum'at, 06 November 2020 - 17:56 WIB
Wakil Presiden RI KH Maruf Amin menganggap pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang mengaitkan Islam dan terorisme tidak bisa dibenarkan. Foto/SINDOnews
JAKARTA - Wakil Presiden (Wapres) KH Ma'ruf Amin menganggap pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang mengaitkan Islam dan terorisme tidak bisa dibenarkan. Pasalnya, terorisme dan agama tidak berkaitan.

“Pernyataan [Macron] tidak bisa dibenarkan, sebab tidak ada satu agama pun yang tentu menolerir terorisme. Karena itu, agama adalah agama, terorisme adalah terorisme. Ya, jadi sebenarnya itu, hal yang itu juga bisa menimbulkan kemarahan dari banyak pihak,” ujar Kiai Ma'ruf melalui keterangan tertulis, Jumat (6/11/2020). (Baca juga: Jokowi Kecam Pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang Menghina Islam)

Menurut Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) nonaktif itu, kebebasan berekspresi merupakan hak seluruh warga negara dunia dan merupakan bagian dari demokrasi. Namun, kebebasan berekspresi khususnya dalam hubungan antaragama, hendaknya tidak mencederai kehormatan dan kesucian nilai-nilai dan simbol agama. (Baca juga: Presiden Macron Hina Umat Islam, MUI Serukan Boikot Produk Prancis)



Sebab, hal tersebut dapat mengganggu hak asasi manusia secara global. Untuk itu, kebebasan berekspresi harus dibangun dalam semangat menjaga persaudaraan dunia. “Seperti yang dikatakan oleh Presiden Joko Widodo bahwa berekspresi itu tidak boleh mencederai kehormatan dan kesucian nilai-nilai dan simbol agama ya. Karena itu sekali lagi hal seperti itu tidak bisa dibenarkan dan harus dihentikan. Kita berharap bahwa kebebasan ini perlu dibingkai dalam spirit dan menjaga persaudaraan dunia,” tegas Kiai Ma'ruf.

Sebagai negara dengan penduduk muslim di dunia, Indonesia pun mengecam tindakan Macron melalui pernyataan resmi yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo. “Pernyataan itu dibuat setelah Presiden yang didampingi saya Wakil Presiden, juga ada Menko Polhukam (Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan), ada juga Mensesneg (Menteri Sekretaris Negara), dan bersama dengan majelis-majelis agama dan ormas (organisasi masyarakat) Islam. Jadi ada 6 majelis agama, tambah 2 organisasi Islam besar, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, jadi 8,” tuturnya.

Kata dia, pemerintah dan ormas-ormas keagamaan memiliki prinsip yang sama sesuai dengan konstitusi dalam membangun relasi komunikasi yang baik sehingga relasi persaudaraan umat beragama di dunia ini tidak tercederai. “Di konstitusi kita itu kan kebebasan itu dibatasi oleh nilai-nilai agama, oleh norma-norma, oleh undang-undang. Jadi nggak boleh sama sekali tanpa batas itu. Inilah yang kemudian kita ingin terus komunikasikan secara global supaya kebebasan itu tidak menodai, mencederai kebebasan orang lain, hak asasi orang lain,” jelasnya.

Kiai Ma’ruf berharap agar sistem moderasi beragama yang dilakukan di Indonesia dapat disosialisasikan di tingkat global. Sebab, sistem ini terbukti telah mampu menjaga keharmonisan beragama di Indonesia walaupun kebebasan berekspresi tetap dilakukan. “Ini yang sebenarnya kita mempunyai modal bagaimana moderasi yang kita terapkan di Indonesia, sehingga ini kemudian membangun adanya harmoni atau adanya toleransi adanya hubungan yang baik antar umat beragama di Indonesia ini. Dan ini kita pemerintah bersama-sama dengan tokoh-tokoh agama berhasil membangun moderasi ini. Nah, kita ingin juga nanti moderasi juga dibangun di seluruh dunia,” harap Wapres.

Kiai Ma'ruf berpesan agar di masa yang akan datang, diplomasi dan diskusi untuk memperkuat persaudaraan antar bangsa dapat dikedepankan sehingga harmonisasi serta toleransi kehidupan berbangsa dan bernegara dapat tercapai.

Diskusi tersebut dapat dilakukan melalui jalur diplomasi kenegaraan (government to government), diskusi antar individu (people to people) maupun diskusi antar tokoh-tokoh agama. “Kita berharaplah Prancis bisa menemukan apa ya, formula yang tepat dalam mengelola kehidupan beragama di sana. Mudah-mudahan bisa ditemukan titik-titik keseimbangan antara nilai-nilai lama yang ada di Prancis, yang dianut selama ini dan juga ada dinamika baru, terutama populasi muslim di Prancis,” pungkas dia.
(cip)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More