UU Cipta Kerja Kian Gerus 'Sistem Imun' Masyarakat di Tengah Pandemi

Rabu, 07 Oktober 2020 - 17:40 WIB
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Fahira Idris. Foto/dok DPD
JAKARTA - Kendati banyak yang menolak, Rancangan Undang Undang Cipta Kerja ( RUU Cipta Kerja ) resmi menjadi undang-undang (UU) setelah DPR mengesahkannya pada Rapat Paripurna, Senin 5 Oktober 2020.

Pengesahan ini dikebut lebih cepat dari jadwal yang diagendakan pada Kamis 8 Oktober 2020. Pengesahan yang "kejar tayang” ini dibahas tengah malam dan pengesahannya dimajukan tentu menjadi pertanyaan besar publik di tengah masih terdapat pasal-pasal kontroversi.

Terlebih disahkan di saat rakyat sedang fokus ikut membantu Pemerintah menanggulangi pandemi Covid-19 yang selama tujuh bulan lebih ini belum dapat dikendalikan. (Baca: Demo Tolak UU Ciptaker Ricuh, Massa Robohkan Pintu Gerbang DPRD Jateng)



Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Fahira Idris mengungkapkan, sejak awal pembahasan RUU ini, dirinya baik sebagai Anggota DPD maupun sebagai rakyat meminta pemerintah dan DPR menunda dulu semua pembahasan di semua klaster yang ada dalam RUU ini hingga pandemi ini bisa dikendalikan.

Dia sangat menyayangkan ketergesa-gesaan pemerintah dan DPR mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU pada saat rakyat sedang fokus ikut membantu pemerintah menanggulangi Covid-19 dan tengah berjibaku mempertahkan roda ekonomi rumah tangganya masing-masing.

“Kini, selain harus ikut berjibaku menanggulangi pandemi dan harus memutar otak agar ekonomi keluarga tetap berjalan, rakyat harus dihadapkan lagi pada persoalan, baru yaitu lahirnya sebuah UU yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat kebanyakan. Kini kebanyakan rakyat tidak hanya resah akan pandemi, tetapi juga resah dan khawatir atas dampak yang akan mereka alami atas disahkannya UU ini. Situasi seperti ini berpotensi menggerus ‘sistem imun’ rakyat. Fokus kita jadi terpecah-pecah akibat disahkannya RUU ini,” tutur Fahira Idris di Jakarta, Rabu (7/10/2020).

(Baca: Pascaricuh Semalam, KAMMI Mulai Aksi Unjuk Rasa di Gedung DPRD Jabar)

Jauh-jauh hari sebelum RUU ini disahkan, Fahira menegsakan sudah meminta agar RUU Cipta Kerja yang menyangkut hajat hidup orang banyak ini ditunda dulu pembahasannya setelah pandemi bisa dikendalikan.

Tujuannya, kata dia, agar berbagai elemen masyarakat bisa fokus mengawal dan dilibatkan secara penuh dalam penyusunan RUU. Selain itu, DPD lewat PPUU juga pernah menyampaikan penolakan terhadap klaster Ketenagakerjaan dan mengusulkan untuk kembali ke UU eksisting. Namun, karena keterbatasan wewenang DPD yang sesuai UU MD3 yang tidak diberi kewengan mengambil keputusan membuat semua upaya tersebut tidak seperti yang diharapkan.

Menurut Fahira, sebuah RUU yang mendapat penolakan luas, bahkan bukan hanya dari kalangan buruh, petani, nelayan, civil society, mahasiswa, akademisi tetapi juga ditolak organisasi-organisasi keagamaan besar, menandakan RUU tersebut mengandung banyak persoalan.

Dalam merespons persoalan ini, kata dia, harusnya Pemerintah maupun DPR memformulasikan ulang draft RUU Cipta Kerja dengan melibatkan sebanyak mungkin partisipasi publik atau mengedepankan prinsip keterbukaan. Bukan malah tergesa-gesa mensahkannya.

“Niat ingin mempercepat kesejahteraan rakyat dengan memperbaiki secara mendasar iklim investasi dan memudahkan rekrutmen tenaga kerja yang muaranya membuat pertumbuhan ekonomi melalui Omnibus Law sah-sah saja. Namun, jika niat tersebut dicapai dengan meniadakan aturan-aturan lain yang juga sangat penting maka mungkin saja pertumbuhan ekonomi naik, tetapi semu karena tidak merata dan berpotensi meninggalkan jebakan bagi generasi mendatang,” kata Senator Jakarta ini.
(dam)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More