Definisi Kematian akibat Covid Diutak-atik, Rocky Gerung Lempar Kritik
Selasa, 22 September 2020 - 08:32 WIB
JAKARTA - Definisi kematian akibat Covid-19 saat ini menjadi polemik. Beberapa waktu lalu sempat beredar kabar Gubernur Jawa Timur mengirimkan surat kepada Menteri kesehatan yang mengajukan usulan pengklasifikasian pelaporan kasus kematian Covid-19 .
Hal ini juga disampaikan Ketua Rumpun Kuratif Satgas Penanganan Covid-19 Jawa Timur, dr Joni Wahyuhadi dalam sebuah acara di salah satu media nasional. Dimana pengklasifikasian kematian ini harus sesuai dengan World Health Organization (WHO) dimana dikelompokkan yakni kematian dengan Covid-19 yang disertai komorbid atau penyakit penyerta dan kematian karena Covid-19.
Selain itu, hal itu juga terungkap kunjungan kerja Tim Task Force wilayah Jawa Timur yang dipimpin oleh Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Kesehatan Kementerian Kesehatan, dr M Subuh dalam rilis Kementerian Kesehatan yang terbit pada 17 September lalu, menyatakan definisi operasional kematian harus benar.
“Penurunan angka kematian harus kita intervensi dengan membuat definisi operasional dengan benar, meninggal karena Covid-19 atau karena adanya penyakit penyerta sesuai dengan panduan dari WHO, dan juga dukungan BPJS Kesehatan dalam pengajuan klaim biaya kematian pasien disertai Covid-19” kata Subuh.
Usulan penggantian definisi kematian Covid-19 ini mendapat kritikan dari pengamat politik Rocky Gerung . Kritik itu disampaikan dalam unggahan di channel Youtube Rocky Gerung Official terbarunya berjudul ‘Otak-atik Statisitik KOV1D Bikin Tambah Stup1d!!’ pada Senin 21 September 2020.
Rocky menilai bukan kapasitas Khofifah sebagai Gubernur untuk mengusulkan penggantian definisi tersebut. “Jadi Khofifah mengusulkan sesuatu yang tidak diketahui asal-usulnya itu, konsep itu. Kan mestinya IDI (Ikatan Dokter Indonesia) yang mengusulkan kan untuk rubah definisi, kan.”
Rocky pun menegaskan bahwa pandemi Covid-19 adalah wilayah akademis serta para epidemiolog. “Terlarang Khofifah untuk mengambil alih wilayah akademis. Pandemi itu adalah wilayah epidemiolog. Bagaimana mungkin Gubernur mengajukan suatu dalil yang enggak ada dasarnya, walaupun dia riset, nggak bisa itu. Itu wilayah akademis,” kata Rocky.( )
Rocky juga mengkritisi tidak semestinya seorang Gubernur mengajukan definisi Covid-19 meskipun diklaim dari panduan WHO. “Panduan dari WHO, mestinya IDI, pakai mulut IDI atau Gugus Tugas. Kan ajaib setiap Gubernur membaca panduan WHO terus dia tafsirin sendiri tuh. Kalau daerahnya merah menuju hitam, bahwa setiap hari ribuan orang mati, maka kita rubah aja definisinya.”
Bahkan, Rocky mengatakan inisiatif penggantian definisi ini bukan resmi dari Gubernur Khofifah. “Ini kita mau lihat sebetulnya Khofifah inisiatif sendiri atau disuruh oleh seseorang, kan itu masalahnya. Nah kalau disuruh oleh IDI, saya masih percaya tuh. Tapi kan IDI nggak mungkin menyuruh Gubernur. Gubernur hanya bisa disuruh oleh Istana, maka logika saya Khofifah itu disuruh oleh Istana untuk usulkan pada Menkes,” katanya.( )
Hal ini juga disampaikan Ketua Rumpun Kuratif Satgas Penanganan Covid-19 Jawa Timur, dr Joni Wahyuhadi dalam sebuah acara di salah satu media nasional. Dimana pengklasifikasian kematian ini harus sesuai dengan World Health Organization (WHO) dimana dikelompokkan yakni kematian dengan Covid-19 yang disertai komorbid atau penyakit penyerta dan kematian karena Covid-19.
Selain itu, hal itu juga terungkap kunjungan kerja Tim Task Force wilayah Jawa Timur yang dipimpin oleh Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Kesehatan Kementerian Kesehatan, dr M Subuh dalam rilis Kementerian Kesehatan yang terbit pada 17 September lalu, menyatakan definisi operasional kematian harus benar.
“Penurunan angka kematian harus kita intervensi dengan membuat definisi operasional dengan benar, meninggal karena Covid-19 atau karena adanya penyakit penyerta sesuai dengan panduan dari WHO, dan juga dukungan BPJS Kesehatan dalam pengajuan klaim biaya kematian pasien disertai Covid-19” kata Subuh.
Usulan penggantian definisi kematian Covid-19 ini mendapat kritikan dari pengamat politik Rocky Gerung . Kritik itu disampaikan dalam unggahan di channel Youtube Rocky Gerung Official terbarunya berjudul ‘Otak-atik Statisitik KOV1D Bikin Tambah Stup1d!!’ pada Senin 21 September 2020.
Rocky menilai bukan kapasitas Khofifah sebagai Gubernur untuk mengusulkan penggantian definisi tersebut. “Jadi Khofifah mengusulkan sesuatu yang tidak diketahui asal-usulnya itu, konsep itu. Kan mestinya IDI (Ikatan Dokter Indonesia) yang mengusulkan kan untuk rubah definisi, kan.”
Rocky pun menegaskan bahwa pandemi Covid-19 adalah wilayah akademis serta para epidemiolog. “Terlarang Khofifah untuk mengambil alih wilayah akademis. Pandemi itu adalah wilayah epidemiolog. Bagaimana mungkin Gubernur mengajukan suatu dalil yang enggak ada dasarnya, walaupun dia riset, nggak bisa itu. Itu wilayah akademis,” kata Rocky.( )
Rocky juga mengkritisi tidak semestinya seorang Gubernur mengajukan definisi Covid-19 meskipun diklaim dari panduan WHO. “Panduan dari WHO, mestinya IDI, pakai mulut IDI atau Gugus Tugas. Kan ajaib setiap Gubernur membaca panduan WHO terus dia tafsirin sendiri tuh. Kalau daerahnya merah menuju hitam, bahwa setiap hari ribuan orang mati, maka kita rubah aja definisinya.”
Bahkan, Rocky mengatakan inisiatif penggantian definisi ini bukan resmi dari Gubernur Khofifah. “Ini kita mau lihat sebetulnya Khofifah inisiatif sendiri atau disuruh oleh seseorang, kan itu masalahnya. Nah kalau disuruh oleh IDI, saya masih percaya tuh. Tapi kan IDI nggak mungkin menyuruh Gubernur. Gubernur hanya bisa disuruh oleh Istana, maka logika saya Khofifah itu disuruh oleh Istana untuk usulkan pada Menkes,” katanya.( )
(dam)
Lihat Juga :
tulis komentar anda