Pembebasan PPN Kertas, Produktivitas Media Cetak Kian Terpacu
Kamis, 17 September 2020 - 07:35 WIB
JAKARTA - Kebijakan pemerintah yang menanggung pajak pertambahan nilai (PPN) kertas koran dan majalah hingga akhir tahun ini menjadi amunisi baru bagi perusahaan media cetak. Aturan baru lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 125/PMK. 010/2020 itu menunjukkan pemerintah merespons masukan-masukan dari kalangan industri media cetak maupun masyarakat lain. Namun dengan relaksasi ini industri media cetak dituntut mampu lebih produktif di tengah tekanan ekonomi saat pandemi corona (Covid-19).
Selama ini porsi biaya bahan baku kertas mencapai 30–40% dari total biaya produksi penerbitan media cetak. “Tentu kehadiran PMK Nomor 125/2020 ini bagaikan angin segar untuk memperpanjang napas penerbit media cetak di masa Covid-19,” ujar Ketua Harian Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat Januar P Ruswita dalam keterangan tertulisnya, kemarin. (Baca: Sifat Malu adalah Kunci dari Semua Kebaikan)
Peraturan PMK No 125 secara terperinci berisi tentang pajak pertambahan nilai atas impor dan/atau penyerahan kertas koran dan/atau kertas majalah yang ditanggung pemerintah tahun anggaran 2020. Pemerintah menyatakan, pembebasan pajak ini diharapkan mampu menjaga produktivitas media cetak.
Perusahaan pers media cetak yang berhak mendapatkan kemudahan berupa pembebasan PPN atau ditanggung pemerintah (DTP) adalah mereka yang menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi berupa penerbitan surat kabar, jurnal, buletin, dan majalah dengan kode Klasifikasi Lapangan Usaha 58130.
Januar menyatakan, SPS Pusat menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan karena setelah melalui diskusi dan konsultasi bersama sekitar dua bulan terakhir, kebijakan ini terwujud. Pihaknya berharap, kebijakan relaksasi fiskal melalui PMK 125/200 ini bisa dikomunikasikan oleh pemerintah kepada pemangku kepentingan industri pers cetak seperti importir kertas, produsen kertas, pemasok kertas koran maupun majalah. “Agar sepenuhnya segera menyesuaikan diri dengan kebijakan tersebut. Supaya beban operasional penerbit pers cetak semakin berkurang ke depan di masa pandemi,” ucapnya.
Menurutnya, penerbitan kebijakan pemerintah ini juga akan mendorong penerbit pers untuk semakin fokus memberi perhatian pada produk jurnalisme yang berkualitas, profesional, dan independen dalam bingkai kebebasan pers. Ke depan SPS Pusat juga berharap pemerintah memberikan relaksasi lain seperti pembebasan PPN penjualan surat kabar/majalah dan insentif iklan layanan pemerintah kepada penerbit pers. (Baca juga: Kasus Corona Terus Meningkat, Penerapan PSBB Dinilai Pilihan Bijak)
Kebijakan penundaan pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan bagi perusahaan pers juga diharapkan bisa segera direalisasi. “Semua itu untuk mendukung penerbit surat kabar dan majalah agar senantiasa menghasilkan konten-konten jurnalisme yang mencerdaskan bangsa,” ujarnya.
PMK 125/2020 ini efektif berlaku sejak 15 September 2020. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyatakan, kalangan media cetak sangat merasakan penurunan pendapatan iklan dalam beberapa bulan terakhir sebagai dampak dari Covid-19. Penurunan pendapatan tersebut memengaruhi kemampuan media cetak dalam menyediakan kertas sebagai bahan baku utamanya.
Secara terperinci, kertas koran yang atas impor dan atau perolehannya diberikan kemudahan berupa PPN DTP merupakan kertas koran yang umumnya dipakai sebagai kertas koran sebagaimana tercantum dalam pos 4801 Buku Tarif Kepabeanan Indonesia 2017. Adapun untuk kertas majalah adalah jenis kertas yang umumnya merupakan bahan baku kertas sebagaimana tercantum dalam pos 4802, pos 4805, pos 4810, dan pos 4811 Buku Tarif Kepabeanan Indonesia 2017.
Tahun lalu SPS telah memperjuangkan pembebasan pajak untuk pengetahuan (no tax for knowledge). Asosiasi mendesak Menkeu menghapus pajak untuk pembelian kertas koran dan penjualan produknya. Perjuangan ini dilakukan lantaran relaksasi yang sama telah dikenyam oleh penerbit buku di Tanah Air, yang memperoleh insentif atas pajak penjualan buku. (Lihat videonya: Marion Jola Bikin Heboh karena Bra, Gisella Menyesal Bercerai)
Sebagai satu-satunya asosiasi penerbit pers cetak di Indonesia yang beranggotakan 450 penerbit, SPS meyakini pemberian insentif atas pembelian kertas koran dan penjualan media cetak tidak akan membuat pundi-pundi keuangan negara tergerus. SPS menyatakan, justru melalui insentif tersebut, minat baca masyarakat akan semakin tinggi terhadap media cetak dan budaya membaca yang kuat akan berkontribusi terhadap pencerdasan bangsa. (Rina Anggraeni)
Selama ini porsi biaya bahan baku kertas mencapai 30–40% dari total biaya produksi penerbitan media cetak. “Tentu kehadiran PMK Nomor 125/2020 ini bagaikan angin segar untuk memperpanjang napas penerbit media cetak di masa Covid-19,” ujar Ketua Harian Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat Januar P Ruswita dalam keterangan tertulisnya, kemarin. (Baca: Sifat Malu adalah Kunci dari Semua Kebaikan)
Peraturan PMK No 125 secara terperinci berisi tentang pajak pertambahan nilai atas impor dan/atau penyerahan kertas koran dan/atau kertas majalah yang ditanggung pemerintah tahun anggaran 2020. Pemerintah menyatakan, pembebasan pajak ini diharapkan mampu menjaga produktivitas media cetak.
Perusahaan pers media cetak yang berhak mendapatkan kemudahan berupa pembebasan PPN atau ditanggung pemerintah (DTP) adalah mereka yang menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi berupa penerbitan surat kabar, jurnal, buletin, dan majalah dengan kode Klasifikasi Lapangan Usaha 58130.
Januar menyatakan, SPS Pusat menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan karena setelah melalui diskusi dan konsultasi bersama sekitar dua bulan terakhir, kebijakan ini terwujud. Pihaknya berharap, kebijakan relaksasi fiskal melalui PMK 125/200 ini bisa dikomunikasikan oleh pemerintah kepada pemangku kepentingan industri pers cetak seperti importir kertas, produsen kertas, pemasok kertas koran maupun majalah. “Agar sepenuhnya segera menyesuaikan diri dengan kebijakan tersebut. Supaya beban operasional penerbit pers cetak semakin berkurang ke depan di masa pandemi,” ucapnya.
Menurutnya, penerbitan kebijakan pemerintah ini juga akan mendorong penerbit pers untuk semakin fokus memberi perhatian pada produk jurnalisme yang berkualitas, profesional, dan independen dalam bingkai kebebasan pers. Ke depan SPS Pusat juga berharap pemerintah memberikan relaksasi lain seperti pembebasan PPN penjualan surat kabar/majalah dan insentif iklan layanan pemerintah kepada penerbit pers. (Baca juga: Kasus Corona Terus Meningkat, Penerapan PSBB Dinilai Pilihan Bijak)
Kebijakan penundaan pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan bagi perusahaan pers juga diharapkan bisa segera direalisasi. “Semua itu untuk mendukung penerbit surat kabar dan majalah agar senantiasa menghasilkan konten-konten jurnalisme yang mencerdaskan bangsa,” ujarnya.
PMK 125/2020 ini efektif berlaku sejak 15 September 2020. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyatakan, kalangan media cetak sangat merasakan penurunan pendapatan iklan dalam beberapa bulan terakhir sebagai dampak dari Covid-19. Penurunan pendapatan tersebut memengaruhi kemampuan media cetak dalam menyediakan kertas sebagai bahan baku utamanya.
Secara terperinci, kertas koran yang atas impor dan atau perolehannya diberikan kemudahan berupa PPN DTP merupakan kertas koran yang umumnya dipakai sebagai kertas koran sebagaimana tercantum dalam pos 4801 Buku Tarif Kepabeanan Indonesia 2017. Adapun untuk kertas majalah adalah jenis kertas yang umumnya merupakan bahan baku kertas sebagaimana tercantum dalam pos 4802, pos 4805, pos 4810, dan pos 4811 Buku Tarif Kepabeanan Indonesia 2017.
Tahun lalu SPS telah memperjuangkan pembebasan pajak untuk pengetahuan (no tax for knowledge). Asosiasi mendesak Menkeu menghapus pajak untuk pembelian kertas koran dan penjualan produknya. Perjuangan ini dilakukan lantaran relaksasi yang sama telah dikenyam oleh penerbit buku di Tanah Air, yang memperoleh insentif atas pajak penjualan buku. (Lihat videonya: Marion Jola Bikin Heboh karena Bra, Gisella Menyesal Bercerai)
Sebagai satu-satunya asosiasi penerbit pers cetak di Indonesia yang beranggotakan 450 penerbit, SPS meyakini pemberian insentif atas pembelian kertas koran dan penjualan media cetak tidak akan membuat pundi-pundi keuangan negara tergerus. SPS menyatakan, justru melalui insentif tersebut, minat baca masyarakat akan semakin tinggi terhadap media cetak dan budaya membaca yang kuat akan berkontribusi terhadap pencerdasan bangsa. (Rina Anggraeni)
(ysw)
tulis komentar anda