Pengamat Sayangkan Penggiringan Opini Pernyataan Puan Soal Sumbar
Minggu, 06 September 2020 - 17:35 WIB
JAKARTA - Pakar komunikasi politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing sangat menyayangkan terjadinya penggiringan wacana negatif di ruang publik, terkait pernyataan Ketua DPP PDIP, Puan Maharani , baru-baru ini.
(Baca juga: Pengembalian SK oleh Mulyadi-Ali, Panaskan Hubungan Demokrat dengan PDIP)
Emrus mengatakan, orang yang tidak setuju lebih cenderung pendapatnya bernuansa politis dan pragmatis daripada substansi makna mendalam dari pernyataan Puan yang menyebut 'semoga Sumbar jadi pendukung negara Pancasila'.
(Baca juga: Bertambah 3.444 Kasus, Jumlah Suspek Covid-19 di Indonesia 89.701 Orang)
"Jika kita simak dengan teori akal sehat saja, ungkapan Puan sedikitpun tidak menyebut apalagi menyinggung (perasaan) suku atau etnis tertentu yang ada di Sumbar. Diksi yang ada pada kalimat tersebut yaitu 'Sumbar' sebagai nama provinsi yaitu Sumatera Barat. Bukan suku atau etnis tertentu," kata Emrus, Minggu (6/9/2020).
Emrus menjelaskan, Indonesia sebagai negara kesatuan harus dimaknai bahwa setiap propinsi milik kita bersama, bukan seolah milik satu etnis atau suku tertentu, sekalipun etnis tersebut lebih dulu datang dan tinggal di propinsi tersebut dan boleh jadi lebih banyak jumlahnya.
Warga masyarakat Sumbar, dari segi etnis atau suku sangat heterogen. Emrus menilai, semua suku dari seluruh Tanah Air sudah ada di Sumbar, atau setidaknya pernah tinggal di sana. Sehingga, Sumbar bukan suku atau etnis.
Oleh karena itu, jika ada sekelompok orang mengatasnamakan suku tertentu menolak pernyataan Puan atau berencana melaporkan ke proses hukum, tampaknya kurang pas dan bisa jadi belum melakukan pengkajian mendalam dan hilostik.
"Seharusnya wacana publik tertuju pada bagaimana perwujudan hak setiap individu sebagai WNI yang tinggal di Sumbar dan di semua propinsi di Indonesia dapat dijamin dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari," ucap Emrus.
"Konstitusi kita, UUD 1945, menggunakan kata 'setiap' warga negara, bukan menggunakan diksi 'kelompok' atas dasar kategori sosial tertentu, termasuk etnis. Artinya, setiap individu WNI memiliki hak dan kewajiban yang sama sekalipun dari suku atau etnis yang berbeda," tambahnya.
(Baca juga: Pengembalian SK oleh Mulyadi-Ali, Panaskan Hubungan Demokrat dengan PDIP)
Emrus mengatakan, orang yang tidak setuju lebih cenderung pendapatnya bernuansa politis dan pragmatis daripada substansi makna mendalam dari pernyataan Puan yang menyebut 'semoga Sumbar jadi pendukung negara Pancasila'.
(Baca juga: Bertambah 3.444 Kasus, Jumlah Suspek Covid-19 di Indonesia 89.701 Orang)
"Jika kita simak dengan teori akal sehat saja, ungkapan Puan sedikitpun tidak menyebut apalagi menyinggung (perasaan) suku atau etnis tertentu yang ada di Sumbar. Diksi yang ada pada kalimat tersebut yaitu 'Sumbar' sebagai nama provinsi yaitu Sumatera Barat. Bukan suku atau etnis tertentu," kata Emrus, Minggu (6/9/2020).
Emrus menjelaskan, Indonesia sebagai negara kesatuan harus dimaknai bahwa setiap propinsi milik kita bersama, bukan seolah milik satu etnis atau suku tertentu, sekalipun etnis tersebut lebih dulu datang dan tinggal di propinsi tersebut dan boleh jadi lebih banyak jumlahnya.
Warga masyarakat Sumbar, dari segi etnis atau suku sangat heterogen. Emrus menilai, semua suku dari seluruh Tanah Air sudah ada di Sumbar, atau setidaknya pernah tinggal di sana. Sehingga, Sumbar bukan suku atau etnis.
Oleh karena itu, jika ada sekelompok orang mengatasnamakan suku tertentu menolak pernyataan Puan atau berencana melaporkan ke proses hukum, tampaknya kurang pas dan bisa jadi belum melakukan pengkajian mendalam dan hilostik.
"Seharusnya wacana publik tertuju pada bagaimana perwujudan hak setiap individu sebagai WNI yang tinggal di Sumbar dan di semua propinsi di Indonesia dapat dijamin dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari," ucap Emrus.
"Konstitusi kita, UUD 1945, menggunakan kata 'setiap' warga negara, bukan menggunakan diksi 'kelompok' atas dasar kategori sosial tertentu, termasuk etnis. Artinya, setiap individu WNI memiliki hak dan kewajiban yang sama sekalipun dari suku atau etnis yang berbeda," tambahnya.
(maf)
tulis komentar anda