Perlu Evaluasi Besar Senjata Api TNI-Polri
Selasa, 07 Januari 2025 - 10:14 WIB
JAKARTA - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid merespons kasus penembakan pemilik rental mobil di rest area KM 45 Tol Tangerang-Merak pada Kamis, 2 Januari 2025 yang melibatkan beberapa anggota Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut ( TNI AL ). Dia mendorong evaluasi besar senjata api TNI-Polri.
“Pembunuhan di luar hukum oleh aparat terus terjadi. Perbuatan mereka jelas melanggar hak asasi manusia. Sayangnya, perilaku aparat memakai senjata api secara tidak sah terus berulang, seakan tak ada upaya perbaikan dari pimpinan lembaga-lembaga terkait seperti TNI dan Polri,” kata Usman dalam keterangan tertulisnya, Selasa (7/1/2025).
Dia mengingatkan bahwa pembunuhan di luar hukum melanggar hak hidup. “Lingkaran impunitas ini harus segera dihentikan agar ke depannya tidak ada lagi korban jatuh akibat penyalahgunaan wewenang aparat,” ungkapnya.
Dia menuturkan, 2024 baru saja ditutup dengan 55 kasus pembunuhan di luar hukum dengan jumlah korban 55 yang pelakunya mayoritas berasal dari aparat kepolisian maupun militer. “Sebanyak 10 pelaku berasal dari unsur TNI, 29 dari kepolisian, dan 3 berasal dari pasukan gabungan TNI-Polri,” ungkapnya.
Dia menuturkan, selang dua hari di awal 2025, pembunuhan di luar hukum kembali terjadi pada 2 Januari dan kali ini diduga melibatkan anggota TNI AL. Dia mengatakan, pelaku harus diadili melalui peradilan umum bukan peradilan militer yang prosesnya cenderung tertutup dan tidak transparan.
“Oleh karena itu kami mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera melakukan reformasi sistem peradilan militer dengan merevisi Undang-Undang Peradilan Militer Nomor 31 Tahun 1997,” jelasnya.
Dia mengatakan, revisi ini harus memastikan bahwa pelanggaran hukum pidana umum yang dilakukan oleh personel militer dapat diproses melalui peradilan umum, sesuai amanat Undang-Undang TNI Nomor 34 Tahun 2004. “Hanya dengan langkah ini kita dapat memastikan keadilan yang sesungguhnya bagi para korban dan mengakhiri impunitas yang telah berlarut-larut,” ucapnya.
“Pembunuhan di luar hukum oleh aparat terus terjadi. Perbuatan mereka jelas melanggar hak asasi manusia. Sayangnya, perilaku aparat memakai senjata api secara tidak sah terus berulang, seakan tak ada upaya perbaikan dari pimpinan lembaga-lembaga terkait seperti TNI dan Polri,” kata Usman dalam keterangan tertulisnya, Selasa (7/1/2025).
Dia mengingatkan bahwa pembunuhan di luar hukum melanggar hak hidup. “Lingkaran impunitas ini harus segera dihentikan agar ke depannya tidak ada lagi korban jatuh akibat penyalahgunaan wewenang aparat,” ungkapnya.
Baca Juga
Dia menuturkan, 2024 baru saja ditutup dengan 55 kasus pembunuhan di luar hukum dengan jumlah korban 55 yang pelakunya mayoritas berasal dari aparat kepolisian maupun militer. “Sebanyak 10 pelaku berasal dari unsur TNI, 29 dari kepolisian, dan 3 berasal dari pasukan gabungan TNI-Polri,” ungkapnya.
Dia menuturkan, selang dua hari di awal 2025, pembunuhan di luar hukum kembali terjadi pada 2 Januari dan kali ini diduga melibatkan anggota TNI AL. Dia mengatakan, pelaku harus diadili melalui peradilan umum bukan peradilan militer yang prosesnya cenderung tertutup dan tidak transparan.
“Oleh karena itu kami mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera melakukan reformasi sistem peradilan militer dengan merevisi Undang-Undang Peradilan Militer Nomor 31 Tahun 1997,” jelasnya.
Dia mengatakan, revisi ini harus memastikan bahwa pelanggaran hukum pidana umum yang dilakukan oleh personel militer dapat diproses melalui peradilan umum, sesuai amanat Undang-Undang TNI Nomor 34 Tahun 2004. “Hanya dengan langkah ini kita dapat memastikan keadilan yang sesungguhnya bagi para korban dan mengakhiri impunitas yang telah berlarut-larut,” ucapnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda