Soal Bentrok TNI-Polri, Pengamat: Perlu Riset untuk Temukan Embrio Masalah

Selasa, 01 September 2020 - 11:12 WIB
Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati. Foto/SINDOnews
JAKARTA - Peristiwa penyerangan Mapolsek Ciracas, Jakarta Timur oleh sejumlah oknum anggota TNI menuai keprihatinan sejumlah kalangan. Pimpinan TNI-Polri diminta segera menemukan embrio atau akar permasalahan agar peristiwa serupa tidak terulang.

Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati menilai, bentrokan antaraparat di Indonesia memang cukup unik. Penelitian di berbagai negara boleh dikatakan hampir tidak pernah terjadi bentrokan antaraparat bahkan di negara-negara yang tingkat peradaban dan tingkat kesejahteraan di bawah Indonesia.

”Penelitian seperti ini menunjukkan bahwa persoalan kecemburuan sosial antaraparat akibat perbedaan tingkat kesejahteraan, atau perbedaan status sosial di masyarakat atau kebanggaan satuan yang berlebihan ternyata tidak terbukti,” ujarnya perempuan yang akrab disapa Nuning kepada SINDOnews, Selasa (1/9/2020). (Baca juga: Harmonisasi TNI-Polri Mendesak)



Penelitian-penelitian tersebut, kata Nuning, justru tidak pernah dilakukan oleh instansi-instansi yang aparatnya bentrok. ”Kalau pun toh ada, tidak pernah dijadikan dasar evaluasi pembinaan personel apalagi dipublikasikan kepada masyarakat luas,” ucapnya. (Baca juga: Oknum TNI AD yang Terlibat Perusakan Polsek Ciracas Terancam Dipecat)

Penelitian tersebut sebenarnya bisa dilakukan sebagai bagian bukti transparansi dan kepercayaan publik. Sangat penting bagi masyarakat Indonesia melihat aparatnya betul-betul mengayomi. ”Tidak sekedar jargon. Ketika bentrokan terjadi, acapkali dilihat sebagai "kenakalan" oknum dan dengan mudah diselesaikan hanya dengan jabatan antara 2 komandan dilanjutkan main voli bersama,” katanya.

Mantan anggota Komisi I DPR ini mengatakan, para akademisi dituntut untuk mencermati lebih mendalam fenomena sosial yang terjadi karena bentrokan antaraparat diyakini dapat memengaruhi cara berpikir masyarakat. Hipotesisnya, bisa saja ada persoalan yang mendasar di dalam norma dan nilai-nilai yang dipegang teguh oleh kedua kesatuan tersebut. Bisa juga rebutan identitas nasional karena sama-sama merasa Bhayangkara Negara. (Baca juga: Selain Dipecat, Prajurit AD yang Terbukti Merusak Polsek Ciracas Dipaksa Ganti Rugi)

”Sejak ratusan tahun di Indonesia hanya dikenal ksatria sebagai Bhayangkara Negara tapi begitu mengadopsi sistem nilai dari luar, kita semua dipaksa harus membedakan status Militer dan Polisi. Sudah saatnya ada langkah yang jitu untuk menyelesaikan persoalan Sosio-Psikologi ini pada porsi yang seharusnya,” katanya. (Baca juga: KSAD Minta Maaf Terkait Penyerangan Polsek Ciracas dan Siap Ganti Kerusakan)

Peristiwa Ciracas bukan hal baru. Pada waktu yang lalu pun beberapa kali terjadi hal yang sama di berbagai daerah. Setiap ada kejadian, kata Nuning, dianggap selesai saat Panglima TNI dan Kapolri berfoto bersama, sementara prajurit antar Matra sudah berolah raga bersama. ”Komunikasi organisasi secara vertikal maupun horizontal harus dibenahi sehingga kebijakan dapat dipahami dihayati dilaksanakan dengan hati ikhlas bukan hanya dihafal saja. Harus ada perbaikan terhadap literasi yang dibaca oleh prajurit TNI-Polri di semua tingkatan, agar tidak mudah percaya hoax maupun berita post truth (suatu upaya pembenaran bagi hal yang belum tentu benar),” kata Nuning. (Baca juga: Perusakan Polsek Ciracas Jadi Ujian Soliditas dan Sinergitas TNI-Polri)

Hal yang penting dilakukan, sambung Nuning, adalah TNI-Polri mengadakan riset terkait masalah pertikaian antar Matra/Institusi yang berulang terus ini. Harus disegerakan TNI maupun Polri adakan riset/penelitian terkait hal ini yang terus berulang. Agar akar permasalahan /embrio masalah dapat diketahui. Hasil penelitian dapat digunakan untuk mengoreksi regulasi bila diperlukan.

”Hendaknya kita pun lakukan Pulbaket (pengumpulan bahan keterangan dalam giat intelijen) yang mendalam, bukan melihat parsial dan kejadian semata saja. Perjalanan konflik ini harus kita urut, karena tidak ada peristiwa yang mendadak. Jika kita hanya melihat dinamika versus antar institusi saja maka tidak bisa membaca embrio permasalahan. Ini khan bisa saja merupakan impact dari situasi berkembang atau banyak sebab musabab lain,” ujarnya. (Baca juga: Insiden Mapolres Ciracas, TNI-Polri Perlu Buat Terobosan Pembinaan dan Pengawasan Anggotanya)

Nuning menambahkan, bisa saja pelaku hanya kepanjangan tangan dari pihak yang punya kepentingan untuk meledakkan kekacauan sehingga menghancurkan citra pihak lain. ”Banyak variable pengukur dalam penyelidikan kasus harus masuk sebagai indikator,” tegasnya.
(cip)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More