Ahmad Tohari, Esther Haluk, dan Murdiono Mokoginta Terima Penghargaan Penulis 2024
Senin, 09 Desember 2024 - 13:53 WIB
JAKARTA - Tiga penulis Indonesia yang berkontribusi besar pada dunia sastra dan sejarah mendapatkan penghargaan bergengsi di ajang Penulis 2024. Ahmad Tohari, Esther Haluk, dan Murdiono Mokoginta terpilih sebagai penerima penghargaan untuk kualitas karya dan dedikasi mereka di dunia sastra.
Ahmad Tohari yang dikenal dengan karya-karyanya yang mendalam tentang kehidupan di desa dan keadilan sosial, dianugerahi Lifetime Achievement Award 2024 dari Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena. Penghargaan ini diberikan sebagai pengakuan atas lebih dari 40 tahun dedikasi Tohari dalam dunia sastra Indonesia.
Sementara itu, Esther Haluk dari Papua, dengan karya monumentalnya Nyanyian Sunyi, yang mengangkat isu ketidakadilan sosial, kekerasan, dan perjuangan perempuan Papua, menerima Dermakata Award 2024 untuk kategori fiksi. Esther dianggap sebagai suara bagi mereka yang terpinggirkan dan memberikan dampak sosial yang besar melalui karya-karyanya.
Untuk kategori nonfiksi, Murdiono Mokoginta dari Bolmong, Sulawesi, meraih Dermakata Award 2024 berkat bukunya Abad Transisi: Bolaang Mongondow dalam Catatan Kolonial Abad XIX-XX, yang mengangkat sejarah lokal dan dinamika sosial, budaya, dan politik masyarakat Bolaang Mongondow. Karyanya dianggap penting dalam melestarikan warisan budaya dan sejarah lokal.
Setiap pemenang menerima Piagam Penghargaan serta hadiah dana, dengan total dana Rp50 juta runtuk Lifetime Achievement Award dan Rp35 juta masing-masing untuk Dermakata Award.
Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena, Denny JA yang juga penggagas Lembaga Kreator Era AI mengumumkan bahwa dana abadi telah didirikan melalui yayasan Denny JA Foundation untuk mendukung penghargaan penulis tahunan ini. Dengan dana abadi tersebut, penghargaan ini akan berlangsung hingga 50 tahun ke depan atau lebih.
Proses seleksi penghargaan dilakukan secara bertahap dengan melibatkan juri dari berbagai daerah, antara lain Anwar Putra Bayu (Sumatera), Dhenok Kristianti (Jawa), Hamri Manopo (Sulawesi), I Wayan Suyadna (Bali), Muhammad Thobroni (Kalimantan), Victor Manengke (Papua), dan Okky Madasari. Anwar Putra Bayu memimpin seleksi untuk Lifetime Achievement Award, sementara Okky Madasari memimpin seleksi untuk Dermakata Award.
Lantas, apa alasan Ahmad Tohari, Esther Haluk, dan Murdiono Mokoginta menerima penghargaan ini?
Ahmad Tohari dinilai layak menerima Lifetime Achievement Award 2024 berkat karya-karya yang mengangkat suara masyarakat desa dan keadilan sosial. Melalui trilogi Ronggeng Dukuh Paruk dan karya lainnya, Tohari menjadikan desa sebagai ruang hidup yang penuh makna, dan mencatat ketimpangan sosial melalui narasi yang mendalam. Karyanya tak hanya mencerminkan kehidupan, tetapi juga berani menantang ketidakadilan dan mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan serta spiritualitas.
Esther Haluk menerima Dermakata Award kategori Fiksi atas karyanya Nyanyian Sunyi (2021), yang menggugah pembaca tentang ketidakadilan sosial dan perjuangan perempuan Papua. Melalui karya ini, Esther menyuarakan hak-hak perempuan, kekerasan dalam konflik, serta perjuangan identitas budaya Papua. Keberaniannya dalam menghadapi tantangan struktural dan stigma menjadikannya sebagai simbol keteguhan hati dan integritas dalam dunia sastra.
Sementara, Murdiono Mokoginta melalui karyanya Abad Transisi: Bolaang Mongondow dalam Catatan Kolonial Abad XIX-XX, mempersembahkan karya yang menghidupkan sejarah lokal dengan bahasa yang ringan namun kaya makna. Dion berhasil memperkenalkan sejarah Bolaang Mongondow secara mendalam kepada masyarakat luas, menekankan pentingnya memahami masa lalu untuk membangun masa depan yang lebih berdaya. Penghargaan ini mengakui dedikasinya untuk mendokumentasikan sejarah lokal yang relevan hingga saat ini.
Ahmad Tohari yang dikenal dengan karya-karyanya yang mendalam tentang kehidupan di desa dan keadilan sosial, dianugerahi Lifetime Achievement Award 2024 dari Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena. Penghargaan ini diberikan sebagai pengakuan atas lebih dari 40 tahun dedikasi Tohari dalam dunia sastra Indonesia.
Sementara itu, Esther Haluk dari Papua, dengan karya monumentalnya Nyanyian Sunyi, yang mengangkat isu ketidakadilan sosial, kekerasan, dan perjuangan perempuan Papua, menerima Dermakata Award 2024 untuk kategori fiksi. Esther dianggap sebagai suara bagi mereka yang terpinggirkan dan memberikan dampak sosial yang besar melalui karya-karyanya.
Untuk kategori nonfiksi, Murdiono Mokoginta dari Bolmong, Sulawesi, meraih Dermakata Award 2024 berkat bukunya Abad Transisi: Bolaang Mongondow dalam Catatan Kolonial Abad XIX-XX, yang mengangkat sejarah lokal dan dinamika sosial, budaya, dan politik masyarakat Bolaang Mongondow. Karyanya dianggap penting dalam melestarikan warisan budaya dan sejarah lokal.
Setiap pemenang menerima Piagam Penghargaan serta hadiah dana, dengan total dana Rp50 juta runtuk Lifetime Achievement Award dan Rp35 juta masing-masing untuk Dermakata Award.
Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena, Denny JA yang juga penggagas Lembaga Kreator Era AI mengumumkan bahwa dana abadi telah didirikan melalui yayasan Denny JA Foundation untuk mendukung penghargaan penulis tahunan ini. Dengan dana abadi tersebut, penghargaan ini akan berlangsung hingga 50 tahun ke depan atau lebih.
Proses seleksi penghargaan dilakukan secara bertahap dengan melibatkan juri dari berbagai daerah, antara lain Anwar Putra Bayu (Sumatera), Dhenok Kristianti (Jawa), Hamri Manopo (Sulawesi), I Wayan Suyadna (Bali), Muhammad Thobroni (Kalimantan), Victor Manengke (Papua), dan Okky Madasari. Anwar Putra Bayu memimpin seleksi untuk Lifetime Achievement Award, sementara Okky Madasari memimpin seleksi untuk Dermakata Award.
Lantas, apa alasan Ahmad Tohari, Esther Haluk, dan Murdiono Mokoginta menerima penghargaan ini?
Ahmad Tohari dinilai layak menerima Lifetime Achievement Award 2024 berkat karya-karya yang mengangkat suara masyarakat desa dan keadilan sosial. Melalui trilogi Ronggeng Dukuh Paruk dan karya lainnya, Tohari menjadikan desa sebagai ruang hidup yang penuh makna, dan mencatat ketimpangan sosial melalui narasi yang mendalam. Karyanya tak hanya mencerminkan kehidupan, tetapi juga berani menantang ketidakadilan dan mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan serta spiritualitas.
Esther Haluk menerima Dermakata Award kategori Fiksi atas karyanya Nyanyian Sunyi (2021), yang menggugah pembaca tentang ketidakadilan sosial dan perjuangan perempuan Papua. Melalui karya ini, Esther menyuarakan hak-hak perempuan, kekerasan dalam konflik, serta perjuangan identitas budaya Papua. Keberaniannya dalam menghadapi tantangan struktural dan stigma menjadikannya sebagai simbol keteguhan hati dan integritas dalam dunia sastra.
Sementara, Murdiono Mokoginta melalui karyanya Abad Transisi: Bolaang Mongondow dalam Catatan Kolonial Abad XIX-XX, mempersembahkan karya yang menghidupkan sejarah lokal dengan bahasa yang ringan namun kaya makna. Dion berhasil memperkenalkan sejarah Bolaang Mongondow secara mendalam kepada masyarakat luas, menekankan pentingnya memahami masa lalu untuk membangun masa depan yang lebih berdaya. Penghargaan ini mengakui dedikasinya untuk mendokumentasikan sejarah lokal yang relevan hingga saat ini.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda