Launching dan Bedah Buku Dinasti Keong Demokrasi Mati
Selasa, 29 Oktober 2024 - 16:27 WIB
JAKARTA - Buku Dinasti Keong Demokrasi Mati resmi diluncurkan di Jakarta, Senin (28/10/2024). Launching buku yang ditulis tiga senior politik yaitu Fi Titik Wijayanti, Amos Apri Dawan, dan Purwandono ini diramaikan puluhan relawan politik.
Dalam sambutannya, penulis buku Fi Titik Wijayanti menyampaikan demo besar di Mahkamah Kontitusi (MK) menjadi momen dirinya merenung menulis buku ini. Dari momen itulah wacana dinasti muncul dan menjadi inspirasi penulisan tentang Dinasti Keong.
Sedangkan Purwandono menjelaskan konteks refleksi terhadap masa lalu dan potensi keterulangan tragedi kemanusiaan yang pernah terjadi di negeri ini. Dia menjelaskan dari konteks 98, yang menghasilkan sistem yang walaupun belum sempurna tapi terbukti menghasilkan beberapa figur pemimpin.
Refleksi dari peristiwa 98, munculnya upaya mengaburkan sejarah tentang 98, dan kemunduran demokrasi menjadi pemicu penulisan buku ini. ”Dengan keterlibatan kekuasaan mengubah aturan untuk kepentingan kekuasaan kroni, oligarki, dan keluarganya merupakan pemicu penulisan buku ini untuk kembali mengajak semua elemen gerakan untuk mengembalikan demokrasi di singgasana sebagai dasar berpolitik bangsa ini,” ujarnya.
Pengamat politik Ikrar Nusa Bakti memberikan pandangan tentang pasang surut demokrasi dalam perjalanan bangsa ini pascakemerdekaan. Menurutnya, apa yang terjadi saat ini terjadi di luar prediksi dan banyak pihak yang terkaget-kaget dengan apa yang kemudian dilakukan rezim yang berkuasa saat itu.
Beliau juga menuturkan keberhasilan gerakan 98 yang didukung keberadaan televisi swasta yang menyiarkan demo dan aksi massa yang dilakukan elemen-elemen gerakaa di banyak tempat. “Dan dukungan dari faksi di dalam tubuh tentara yang didominasi oleh Angkatan awal 70-an Akmil,” terangnya.
Ikrar juga memberi harapan dan keberatan jika demokrasi mati. Dia tidak mengira demokrasi Indonesia dihancurkan pemimpin sipil.
Dalam sambutannya, penulis buku Fi Titik Wijayanti menyampaikan demo besar di Mahkamah Kontitusi (MK) menjadi momen dirinya merenung menulis buku ini. Dari momen itulah wacana dinasti muncul dan menjadi inspirasi penulisan tentang Dinasti Keong.
Sedangkan Purwandono menjelaskan konteks refleksi terhadap masa lalu dan potensi keterulangan tragedi kemanusiaan yang pernah terjadi di negeri ini. Dia menjelaskan dari konteks 98, yang menghasilkan sistem yang walaupun belum sempurna tapi terbukti menghasilkan beberapa figur pemimpin.
Refleksi dari peristiwa 98, munculnya upaya mengaburkan sejarah tentang 98, dan kemunduran demokrasi menjadi pemicu penulisan buku ini. ”Dengan keterlibatan kekuasaan mengubah aturan untuk kepentingan kekuasaan kroni, oligarki, dan keluarganya merupakan pemicu penulisan buku ini untuk kembali mengajak semua elemen gerakan untuk mengembalikan demokrasi di singgasana sebagai dasar berpolitik bangsa ini,” ujarnya.
Pengamat politik Ikrar Nusa Bakti memberikan pandangan tentang pasang surut demokrasi dalam perjalanan bangsa ini pascakemerdekaan. Menurutnya, apa yang terjadi saat ini terjadi di luar prediksi dan banyak pihak yang terkaget-kaget dengan apa yang kemudian dilakukan rezim yang berkuasa saat itu.
Beliau juga menuturkan keberhasilan gerakan 98 yang didukung keberadaan televisi swasta yang menyiarkan demo dan aksi massa yang dilakukan elemen-elemen gerakaa di banyak tempat. “Dan dukungan dari faksi di dalam tubuh tentara yang didominasi oleh Angkatan awal 70-an Akmil,” terangnya.
Ikrar juga memberi harapan dan keberatan jika demokrasi mati. Dia tidak mengira demokrasi Indonesia dihancurkan pemimpin sipil.
(poe)
tulis komentar anda