Menunda-nunda Persidangan Jadi Hal Memberatkan Hukuman Nurul Ghufron
Jum'at, 06 September 2024 - 15:58 WIB
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron dinyatakan terbukti melanggar kode etik dan dijatuhi sanksi sedang. Menunda-nunda persidangan menjadi hal yang memberatkan hukuman Dewan Pengawas (Dewas) KPK kepada Ghufron.
Salah satu hukumannya berupa pemotongan penghasilan 20 persen. Dalam pertimbangannya, Dewas KPK juga membacakan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terhadap putusan yang dijatuhkan kepada Ghufron.
Anggota Dewas KPK Albertina Ho menyebutkan, salah satunya adalah Ghufron tidak menyesali perbuatannya dan menunda-nunda jalannya persidangan. "Terperiksa tidak kooperatif dengan menunda-nunda persidangan sehingga menghambat kelancaran proses sidang dan terperiksa sebagai pimpinan KPK seharusnya menjadi teladan dalam penegakan etik, namun melakukan yang sebaliknya," kata Albertina di Ruang Sidang Dewas KPK, Jumat (6/9/2024).
Adapun hal yang meringankan, Albertina hanya menyebutkan satu poin, yakni Ghufron belum pernah dijatuhi sanksi etik. Sebelumnya, Dewas KPK memutuskan Nurul Ghufron melanggar kode etik. Nurul Ghufron pun dijatuhi sanksi sedang.
Majelis sidang meyakini, Nurul Ghufron terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 2 huruf b Peraturan Dewan Pengawas nomor 3 tahun 2021 Tentang penegakan kode etik dan kode perilaku KPK.
"Menjatuhkan sanksi sedang kepada terperiksa berupa teguran tertulis, yaitu agar terperiksa tidak mengulangi perbuatannya, dan agar terperiksa selaku pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi senantiasa menjaga sikap dan perilaku dengan menaati dan melaksanakan kode etik dan kode perilaku KPK," kata Ketua Dewan KPK sekaligus Ketua Majelis Tumpak Hatorangan Panggabean, Jumat (6/9/2024).
Selain itu, penghasilan Ghufron juga dipotong sebesar 20 persen selama setengah tahun. "Pemotongan penghasilan yang diterima setiap bulan di KPK sebesar 20% selama enam bulan," ujarnya.
Salah satu hukumannya berupa pemotongan penghasilan 20 persen. Dalam pertimbangannya, Dewas KPK juga membacakan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terhadap putusan yang dijatuhkan kepada Ghufron.
Anggota Dewas KPK Albertina Ho menyebutkan, salah satunya adalah Ghufron tidak menyesali perbuatannya dan menunda-nunda jalannya persidangan. "Terperiksa tidak kooperatif dengan menunda-nunda persidangan sehingga menghambat kelancaran proses sidang dan terperiksa sebagai pimpinan KPK seharusnya menjadi teladan dalam penegakan etik, namun melakukan yang sebaliknya," kata Albertina di Ruang Sidang Dewas KPK, Jumat (6/9/2024).
Adapun hal yang meringankan, Albertina hanya menyebutkan satu poin, yakni Ghufron belum pernah dijatuhi sanksi etik. Sebelumnya, Dewas KPK memutuskan Nurul Ghufron melanggar kode etik. Nurul Ghufron pun dijatuhi sanksi sedang.
Majelis sidang meyakini, Nurul Ghufron terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 2 huruf b Peraturan Dewan Pengawas nomor 3 tahun 2021 Tentang penegakan kode etik dan kode perilaku KPK.
"Menjatuhkan sanksi sedang kepada terperiksa berupa teguran tertulis, yaitu agar terperiksa tidak mengulangi perbuatannya, dan agar terperiksa selaku pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi senantiasa menjaga sikap dan perilaku dengan menaati dan melaksanakan kode etik dan kode perilaku KPK," kata Ketua Dewan KPK sekaligus Ketua Majelis Tumpak Hatorangan Panggabean, Jumat (6/9/2024).
Selain itu, penghasilan Ghufron juga dipotong sebesar 20 persen selama setengah tahun. "Pemotongan penghasilan yang diterima setiap bulan di KPK sebesar 20% selama enam bulan," ujarnya.
(rca)
tulis komentar anda