Kesejahteraan Hakim, Agenda Tak Kunjung Usai
Rabu, 26 Agustus 2020 - 07:35 WIB
JAKARTA - Pemenuhan jaminan kesejahteraan bagi para hakim dan peningkatannya merupakan aspek yang tidak pernah habis dibahas. Independensi hakim bisa teguh dan kuat jika kesejahteraan para hakim bersama keluarganya terpenuhi dengan baik dan benar. Negara tidak boleh abai karena pemenuhan dan peningkatannya adalah kewajiban yang tidak bisa ditawar.
Amanah yang termaktub dalam berbagai undang-undang (UU) harus ditunaikan dengan tuntas. Pun Komisi Yudisial (KY) mestinya menjadikan peningkatan kesejahteraan hakim sebagai prioritas. Berikutnya KY bersama Mahkamah Agung (MA) harus konsisten bersinergi serta duduk bersama pemerintah guna mengatasi ketimpangan.
Dengan peningkatan kesejahteraan dan kapasitas hakim disertai penegakan kode etik pedoman dan perilaku hakim, tentu diharapkan dapat mewujudkan profesi hakim yang bermartabat, bertanggung jawab, dan berintegritas. Muaranya tentu saja untuk menciptakan keadilan bagi para pencari keadilan. (Baca: Pemerintah Diminta Optimalkan Layanan Jaminan Kesehatan Hakim)
Ketua MA Muhammad Syarifuddin mengatakan, peningkatan kesejahteraan hakim dan aparatur peradilan menjadi salah satu prioritas bagi MA di masa kepemimpinan Syarifuddin periode 2020–2025. Karena itu, kata dia, MA akan terus mendorong penyelesaian perubahan kedua terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 serta merealisasikan peningkatan remunerasi aparatur sipil negara (ASN) peradilan.
"Mahkamah Agung juga mendorong perbaikan tunjangan pensiun hakim dengan hak tunjangan pensiun sebagai pejabat negara," tegas Syarifuddin saat menyampaikan pidato perdananya di Gedung MA, Jakarta pada Rabu, 13 Mei 2020.
Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Denpasar Yanto mengatakan, berdasarkan Undang-Undang (UU) Kekuasaan Kehakiman dan beberapa UU lainnya, jelas sekali disebutkan bahwa hakim merupakan pejabat negara. Sejumlah UU tersebut dengan jelas juga menyatakan dan mengamanahkan bahwa negara, dalam hal ini pemerintah, berkewajiban memenuhi di antaranya jaminan kesejahteraan hakim dan peningkatannya.
Yanto membeberkan, jika dibandingkan dengan negara lain, dari segi gaji pokok hakim, maka Indonesia sangat kecil. Contohnya di Jepang, untuk hakim tingkat pertama, gaji pokoknya sekitar Rp120 juta; dan di Belanda, gaji pokoknya sekitar Rp90 juta. Yanto mengetahui perbandingan itu karena dia pernah ikut dalam studi banding ke Belanda, Jepang, dan Amerika Serikat. (Baca juga: Rusia Rilis Video ledakan Tsar Bomba, Bom Nuklir Terkuat Sejagad)
"Kalau di Indonesia, seperti saya sebagai hakim tinggi, ya Rp3,5 juta gaji pokoknya. Kalau dibandingkan dengan luar negeri, ketimpangannya jauh sekali," ungkap Yanto saat berbincang dengan KORAN SINDO.
Dia menggariskan bahwa dia pernah menjabat sebagai ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Kelas 1A Khusus kurun 22 September 2017 hingga pertengahan Juni 2020. Dia menegaskan tidak ada fasilitas rumah negara atau rumah dinas bagi Yanto sebagai ketua PN sepanjang dua tahun menjabat atau hingga 2019. Karena itu, dia harus merogoh kocek pribadi untuk menyewa rumah. Baru tahun ini atau 2020, pemerintah memberikan bantuan Rp2,5 juta per bulan untuk biaya sewa rumah dinas.
Amanah yang termaktub dalam berbagai undang-undang (UU) harus ditunaikan dengan tuntas. Pun Komisi Yudisial (KY) mestinya menjadikan peningkatan kesejahteraan hakim sebagai prioritas. Berikutnya KY bersama Mahkamah Agung (MA) harus konsisten bersinergi serta duduk bersama pemerintah guna mengatasi ketimpangan.
Dengan peningkatan kesejahteraan dan kapasitas hakim disertai penegakan kode etik pedoman dan perilaku hakim, tentu diharapkan dapat mewujudkan profesi hakim yang bermartabat, bertanggung jawab, dan berintegritas. Muaranya tentu saja untuk menciptakan keadilan bagi para pencari keadilan. (Baca: Pemerintah Diminta Optimalkan Layanan Jaminan Kesehatan Hakim)
Ketua MA Muhammad Syarifuddin mengatakan, peningkatan kesejahteraan hakim dan aparatur peradilan menjadi salah satu prioritas bagi MA di masa kepemimpinan Syarifuddin periode 2020–2025. Karena itu, kata dia, MA akan terus mendorong penyelesaian perubahan kedua terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 serta merealisasikan peningkatan remunerasi aparatur sipil negara (ASN) peradilan.
"Mahkamah Agung juga mendorong perbaikan tunjangan pensiun hakim dengan hak tunjangan pensiun sebagai pejabat negara," tegas Syarifuddin saat menyampaikan pidato perdananya di Gedung MA, Jakarta pada Rabu, 13 Mei 2020.
Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Denpasar Yanto mengatakan, berdasarkan Undang-Undang (UU) Kekuasaan Kehakiman dan beberapa UU lainnya, jelas sekali disebutkan bahwa hakim merupakan pejabat negara. Sejumlah UU tersebut dengan jelas juga menyatakan dan mengamanahkan bahwa negara, dalam hal ini pemerintah, berkewajiban memenuhi di antaranya jaminan kesejahteraan hakim dan peningkatannya.
Yanto membeberkan, jika dibandingkan dengan negara lain, dari segi gaji pokok hakim, maka Indonesia sangat kecil. Contohnya di Jepang, untuk hakim tingkat pertama, gaji pokoknya sekitar Rp120 juta; dan di Belanda, gaji pokoknya sekitar Rp90 juta. Yanto mengetahui perbandingan itu karena dia pernah ikut dalam studi banding ke Belanda, Jepang, dan Amerika Serikat. (Baca juga: Rusia Rilis Video ledakan Tsar Bomba, Bom Nuklir Terkuat Sejagad)
"Kalau di Indonesia, seperti saya sebagai hakim tinggi, ya Rp3,5 juta gaji pokoknya. Kalau dibandingkan dengan luar negeri, ketimpangannya jauh sekali," ungkap Yanto saat berbincang dengan KORAN SINDO.
Dia menggariskan bahwa dia pernah menjabat sebagai ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Kelas 1A Khusus kurun 22 September 2017 hingga pertengahan Juni 2020. Dia menegaskan tidak ada fasilitas rumah negara atau rumah dinas bagi Yanto sebagai ketua PN sepanjang dua tahun menjabat atau hingga 2019. Karena itu, dia harus merogoh kocek pribadi untuk menyewa rumah. Baru tahun ini atau 2020, pemerintah memberikan bantuan Rp2,5 juta per bulan untuk biaya sewa rumah dinas.
tulis komentar anda