Pemenuhan Prasarana Dasar Kunci Pengentasan Daerah Tertinggal
Kamis, 18 Juli 2024 - 11:30 WIB
JAKARTA - Ketersediaan prasarana dasar dinilai menjadi kunci pengentasan daerah tertinggal. Dibutuhkan kolaborasi bersama antara pemerintah, swasta, masyarakat sipil hingga perguruan tinggi untuk mengentaskan daerah-daerah tertinggal di Indonesia.
Hal itu dikatakan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal 2024, di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan, Rabu (17/7/2024).
“Dibutuhkan kolaborasi antarpihak dalam mempercepat pemenuhan kebutuhan dasar serta pengembangan sarana dan prasarana di daerah tertinggal. Hal ini menjadi kunci utama dalam mengatasi masalah-masalah di daerah tertinggal, baik dari sisi kesenjangan infrastruktur, pendidikan, maupun kesehatan,” kata Gus Halim.
Gus Halim mengatakan indikator daerah tertinggal lebih didominasi pada minimnya ketersediaan infrastruktur dan fasilitas fisik. Ketertinggalan infrastruktur dan fasilitas fisik ini kemudian berimbas pada kualitas hidup dari masyarakat.
“Diksi daerah tertinggal lebih tertuju pada ketertinggalan infrastruktur dan fasilitas fisik, terutama prasarana dasar transportasi, permukiman, pendidikan, dan kesehatan. Jelaslah, begitu fasilitas itu dibangun, suatu daerah dapat terentaskan dari ketertinggalannya," ujar Profesor Kehormatan UNESA tersebut.
Pemerintah daerah, kata Gus Halim, memiliki peran vital dalam melaksanakan program percepatan pembangunan daerah tertinggal. Strategi dengan menggunakan pendekatan budaya dan adat setempat akan lebih mudah diterima oleh masyarakat lokal.
Ia juga menegaskan pentingnya kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk mengoptimalkan potensi daerah. Kemitraan strategis ini tidak hanya akan memperluas sumber daya dan membagi risiko, tetapi juga memanfaatkan keahlian masing-masing pihak. Sinergi yang baik antara sektor publik dan swasta akan mempercepat pembangunan dan meningkatkan daya saing daerah.
“Pemerintah daerah memegang peran paling strategis dalam pengentasan daerah tertinggal. Indikator daerah tertinggal saat ini berkaitan dengan fasilitas di desa. Oleh karena itu, alokasi anggaran daerah harus diarahkan untuk memenuhi rekomendasi Indeks Desa Membangun (IDM)," ungkap Mantan Ketua DPRD Jawa Timur tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PPDT) Kemendes PDTT Nugroho Setijo Nagoro optimis gelaran Rakornas ini dapat menghasilkan inovasi untuk memaksimalkan potensi daerah dan sumber daya manusia yang berkelanjutan. Ia juga berharap agar pemerintah dan masyarakat setempat dapat berkontribusi secara langsung dalam menyukseskan rencana kebijakan pembangunan daerah tertinggal di berbagai pelosok desa.
Nugroho memaparkan bahwa Rakornas kali ini juga didukung oleh Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 105 Tahun 2021 tentang Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024. Adanya Perpres ini diharapkan dapat memberikan manfaat langsung dan terukur dalam mengentaskan pembangunan daerah tertinggal, khususnya di Indonesia bagian Timur.
“Rumusan-rumusan pemikiran dari daerah diharapkan dapat mewarnai kebijakan pembangunan daerah tertinggal agar lebih afirmatif dan berdampak pada percepatan pembangunan daerah tertinggal," ujar Nugroho.
"Tanpa afirmasi, daerah-daerah tertinggal membutuhkan waktu yang lama, bahkan mungkin tidak bisa menyamai perkembangan daerah-daerah maju," katanya.
Hal itu dikatakan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal 2024, di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan, Rabu (17/7/2024).
“Dibutuhkan kolaborasi antarpihak dalam mempercepat pemenuhan kebutuhan dasar serta pengembangan sarana dan prasarana di daerah tertinggal. Hal ini menjadi kunci utama dalam mengatasi masalah-masalah di daerah tertinggal, baik dari sisi kesenjangan infrastruktur, pendidikan, maupun kesehatan,” kata Gus Halim.
Gus Halim mengatakan indikator daerah tertinggal lebih didominasi pada minimnya ketersediaan infrastruktur dan fasilitas fisik. Ketertinggalan infrastruktur dan fasilitas fisik ini kemudian berimbas pada kualitas hidup dari masyarakat.
“Diksi daerah tertinggal lebih tertuju pada ketertinggalan infrastruktur dan fasilitas fisik, terutama prasarana dasar transportasi, permukiman, pendidikan, dan kesehatan. Jelaslah, begitu fasilitas itu dibangun, suatu daerah dapat terentaskan dari ketertinggalannya," ujar Profesor Kehormatan UNESA tersebut.
Pemerintah daerah, kata Gus Halim, memiliki peran vital dalam melaksanakan program percepatan pembangunan daerah tertinggal. Strategi dengan menggunakan pendekatan budaya dan adat setempat akan lebih mudah diterima oleh masyarakat lokal.
Ia juga menegaskan pentingnya kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk mengoptimalkan potensi daerah. Kemitraan strategis ini tidak hanya akan memperluas sumber daya dan membagi risiko, tetapi juga memanfaatkan keahlian masing-masing pihak. Sinergi yang baik antara sektor publik dan swasta akan mempercepat pembangunan dan meningkatkan daya saing daerah.
“Pemerintah daerah memegang peran paling strategis dalam pengentasan daerah tertinggal. Indikator daerah tertinggal saat ini berkaitan dengan fasilitas di desa. Oleh karena itu, alokasi anggaran daerah harus diarahkan untuk memenuhi rekomendasi Indeks Desa Membangun (IDM)," ungkap Mantan Ketua DPRD Jawa Timur tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PPDT) Kemendes PDTT Nugroho Setijo Nagoro optimis gelaran Rakornas ini dapat menghasilkan inovasi untuk memaksimalkan potensi daerah dan sumber daya manusia yang berkelanjutan. Ia juga berharap agar pemerintah dan masyarakat setempat dapat berkontribusi secara langsung dalam menyukseskan rencana kebijakan pembangunan daerah tertinggal di berbagai pelosok desa.
Nugroho memaparkan bahwa Rakornas kali ini juga didukung oleh Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 105 Tahun 2021 tentang Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024. Adanya Perpres ini diharapkan dapat memberikan manfaat langsung dan terukur dalam mengentaskan pembangunan daerah tertinggal, khususnya di Indonesia bagian Timur.
“Rumusan-rumusan pemikiran dari daerah diharapkan dapat mewarnai kebijakan pembangunan daerah tertinggal agar lebih afirmatif dan berdampak pada percepatan pembangunan daerah tertinggal," ujar Nugroho.
"Tanpa afirmasi, daerah-daerah tertinggal membutuhkan waktu yang lama, bahkan mungkin tidak bisa menyamai perkembangan daerah-daerah maju," katanya.
(rca)
tulis komentar anda