Penjelasan BMKG Suhu Udara Lebih Dingin Mbedhidhing di Musim Kemarau
Selasa, 16 Juli 2024 - 07:52 WIB
JAKARTA - Masyarakat di sejumlah wilayah Indonesia mulai merasakan suhu udara dingin atau istilah orang Jawa 'mbedhidhing' saat musim kemarau. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat suhu udara minimum dalam sepekan terakhir berkisar antara 15,2 hingga 22,5 derajat Celcius. Suhu minimum terendah tercatat di Stasiun Meteorologi Wamena Jayawijaya, Papua Pegunungan.
"Fenomena suhu dingin menjelang puncak musim kemarau di bulan Juli-Agustus, terkadang bisa sampai September," kata Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto dalam keterangannya, Selasa (16/7/2024).
Suhu dingin 'mbedhidhing' ini disebabkan Angin Monsun Australia yang bertiup menuju Benua Asia melewati Wilayah Indonesia dan perairan Samudera Hindia yang memiliki suhu permukaan laut juga relatif lebih rendah atau dingin.
"Angin Monsun Australia ini bersifat kering dan sedikit membawa uap air, apalagi pada malam hari di saat suhu mencapai titik minimumnya. Selanjutnya mengakibatkan suhu udara di beberapa wilayah di Indonesia, terutama wilayah bagian Selatan Khatulistiwa terasa lebih dingin. Orang Jawa menyebutnya mbedhidhing," kata Guswanto.
Kondisi suhu lebih dingin tidak berkaitan dengan clear sky atau kondisi langit tanpa awan. Saat ini, kondisi di wilayah Indonesia berupa angin yang tenang di malam hari menghambat pencampuran udara, sehingga udara dingin terperangkap di permukaan bumi. Bahkan, daerah dataran tinggi atau pegunungan cenderung lebih dingin karena tekanan udara dan kelembaban yang lebih rendah. Kondisi dingin ini merupakan fenomena umum yang umum terjadi di Indonesia saat musim kemarau.
"Diketahui mbedhidhing dari data suhu malam hari yang terjadi bulan Juli-Agustus, dibandingkan normalnya. Dingin itu kan ada ukurannya. Misalkan suhu, normalnya di malam hari bersuhu 21-23 derajat Celcius, pada bulan Juli-Agustus bisa 17-19 derajat Celcius," katanya.
"Fenomena suhu dingin menjelang puncak musim kemarau di bulan Juli-Agustus, terkadang bisa sampai September," kata Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto dalam keterangannya, Selasa (16/7/2024).
Suhu dingin 'mbedhidhing' ini disebabkan Angin Monsun Australia yang bertiup menuju Benua Asia melewati Wilayah Indonesia dan perairan Samudera Hindia yang memiliki suhu permukaan laut juga relatif lebih rendah atau dingin.
"Angin Monsun Australia ini bersifat kering dan sedikit membawa uap air, apalagi pada malam hari di saat suhu mencapai titik minimumnya. Selanjutnya mengakibatkan suhu udara di beberapa wilayah di Indonesia, terutama wilayah bagian Selatan Khatulistiwa terasa lebih dingin. Orang Jawa menyebutnya mbedhidhing," kata Guswanto.
Kondisi suhu lebih dingin tidak berkaitan dengan clear sky atau kondisi langit tanpa awan. Saat ini, kondisi di wilayah Indonesia berupa angin yang tenang di malam hari menghambat pencampuran udara, sehingga udara dingin terperangkap di permukaan bumi. Bahkan, daerah dataran tinggi atau pegunungan cenderung lebih dingin karena tekanan udara dan kelembaban yang lebih rendah. Kondisi dingin ini merupakan fenomena umum yang umum terjadi di Indonesia saat musim kemarau.
"Diketahui mbedhidhing dari data suhu malam hari yang terjadi bulan Juli-Agustus, dibandingkan normalnya. Dingin itu kan ada ukurannya. Misalkan suhu, normalnya di malam hari bersuhu 21-23 derajat Celcius, pada bulan Juli-Agustus bisa 17-19 derajat Celcius," katanya.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda