Moderasi Beragama Jalan untuk Ciptakan Perdamaian di Indonesia
Kamis, 30 Mei 2024 - 19:31 WIB
Ia menilai persoalan terorisme di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, memiliki kaitan dengan terjadinya insiden serangan teroris pada Twin Tower, World Trade Center, Amerika Serikat, 9 September 2001 lalu. Serangan ini seolah membuka mata banyak negara tentang kerusakan hebat yang bisa ditimbulkan akibat militansi dari gerakan teror.
Syauqillah menambahkan, selain penyerangan pada menara kembar WTC, Indonesia juga memiliki urgensi memberantas terorisme yang dipicu oleh tersebarnya informasi kelompok teror ISIS, dengan segala konflik yang mereka lancarkan. Mulai dari destabilisasi negara Suriah yang menyita perhatian dunia, hingga keterlibatan sebagian warga negara Indonesia yang “hijrah” dan menjadi kombatan di sana.
Akademisi jebolan Marmara University Istanbul ini berujar jika dampak konflik Suriah itu hingga hari ini masih menyusahkan warga negara Indonesia yang ada di kamp-kamp pengungsian Suriah. Hingga saat ini, masih belum ada keputusan kapan para pengungsi tersebut akan dikembalikan ke Indonesia.
"Faktanya, lebih dari 1000 orang Indonesia yang sebelumnya pergi ke Suriah, dan hingga kini, masih ada 500 orang yang tertahan di sana," imbuhnya.
Ia mengungkapkan destabilisasi banyak negara Timur Tengah dan negara lainnya akibat dimasuki ideologi transnasional ditengarai akibat penyalahgunaan ayat atau dalil agama untuk kepentingan politik kelompok tertentu. Syauqillah berpendapat jika narasi intoleran dan radikal dari kelompok teror ini perlu diimbangi dengan narasi tandingan berupa moderasi beragama dan seruan toleransi.
"Menurut saya, maraknya politisasi ayat agama yang cenderung mengarah pada kekerasan ini perlu dilawan dengan narasi tandingan yang meluruskan makna dari dalil agama. Jangan sampai kemudian dalil-dalil agama ini digunakan untuk niat jahat kelompok teror, yang ini jelas bertentangan dengan ajaran dan semangat agama untuk menebarkan perdamaian sesama manusia," katanya.
Syauqillah menambahkan, selain penyerangan pada menara kembar WTC, Indonesia juga memiliki urgensi memberantas terorisme yang dipicu oleh tersebarnya informasi kelompok teror ISIS, dengan segala konflik yang mereka lancarkan. Mulai dari destabilisasi negara Suriah yang menyita perhatian dunia, hingga keterlibatan sebagian warga negara Indonesia yang “hijrah” dan menjadi kombatan di sana.
Akademisi jebolan Marmara University Istanbul ini berujar jika dampak konflik Suriah itu hingga hari ini masih menyusahkan warga negara Indonesia yang ada di kamp-kamp pengungsian Suriah. Hingga saat ini, masih belum ada keputusan kapan para pengungsi tersebut akan dikembalikan ke Indonesia.
"Faktanya, lebih dari 1000 orang Indonesia yang sebelumnya pergi ke Suriah, dan hingga kini, masih ada 500 orang yang tertahan di sana," imbuhnya.
Ia mengungkapkan destabilisasi banyak negara Timur Tengah dan negara lainnya akibat dimasuki ideologi transnasional ditengarai akibat penyalahgunaan ayat atau dalil agama untuk kepentingan politik kelompok tertentu. Syauqillah berpendapat jika narasi intoleran dan radikal dari kelompok teror ini perlu diimbangi dengan narasi tandingan berupa moderasi beragama dan seruan toleransi.
"Menurut saya, maraknya politisasi ayat agama yang cenderung mengarah pada kekerasan ini perlu dilawan dengan narasi tandingan yang meluruskan makna dari dalil agama. Jangan sampai kemudian dalil-dalil agama ini digunakan untuk niat jahat kelompok teror, yang ini jelas bertentangan dengan ajaran dan semangat agama untuk menebarkan perdamaian sesama manusia," katanya.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda