Era Pembuktian Unsur Merugikan Perekonomian Negara Dalam Delik Korupsi

Jum'at, 26 April 2024 - 12:29 WIB
Praktisi Hukum di Jakarta, Muh Asri Irwan, SH MH. Foto/SINDOnews
Muh Asri Irwan, SH MH

Praktisi Hukum di Jakarta

PENULIS tertarik membahas topik ini didorong karena berdasarkan pengamatan dalam praktik penuntutan maupun persidangan terhadap pelaku tindak pidana korupsi, sangat minim ditemukan perkara korupsi yang diputus oleh pengadilan terbukti bersalah karena merugikan perekonomian negara. Yang lazim adalah putusan bersalah karena tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara. Kerugian negara pada tindak pidana korupsi pada umumnya hanya dimaknai sebagai kerugian keuangan negara saja sedangkan kerugian perekonomian negara seperti diabaikan.



Semenjak diberlakukannya UU Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terlihat bahwa redaksi unsur “Perekonomian negara” sudah terlegalisasi didalamnya. Hal ini dapat dilihat dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 yakni “dihukum karena tindak pidana korupsi ialah: (1) a. barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu badan, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara, atau diketahui atau patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”.

Lalu kemudian terjadi pembaharuan hukum sehingga lahirlah UU Nomor 31 Tahun 1999 dan disusul lagi dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor. Meski terdapat pembaharuan beberapa kali tetapi tampak bahwa elemen “merugikan perekenomian negara” tidak terdegradasi dari rumusan pasal. Elemen tersebut tertuang dalam Pasal 2 dan Pasal 3 yang tetap menduetkan kerugian keuangan negara atau kerugian perekonomian negara.

Jadi seolah pasangan elemen ini adalah pasangan sejati dan abadi. Menurut pembentuk undang undang dalam penjelasannya menentukan bahwa keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apa pun yang dipisahkan atau tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena:

a. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban pejabat negara baik di tingkat pusat maupun daerah dan

b. Berada dalam pengurusan dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum ,dan perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.

Dari konteks tersebut di atas, maka perbuatan “merugikan” secara sederhana dapat disebutkan sebagai perbuatan yang mengakibatkan menjadi rugi atau menjadi berkurang sehingga unsur “merugikan keuangan negara” diartikan sebagai menjadi ruginya keuangan negara atau berkurangnya keuangan negara.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More