Pengamat Nilai Jenis Kelamin KAMI untuk Cari Kekuasaan Politik
Minggu, 16 Agustus 2020 - 06:04 WIB
JAKARTA - Di tengah pandemi Covid-19 seperti saat ini, Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang diinisiasi oleh Din Syamsuddin dan beberapa tokoh nasional lainnya bakal dideklarasikan pertengahan bulan ini. Dalam narasi yang dimunculkan, KAMI bukan organisasi yang menjadi embrio gerakan politik praktis mencari kekuasaan. Melainkan sebatas gerakan moral untuk mengontrol kondisi bangsa dewasa ini.
Lantas benarkah gerakan KAMI murni gerakan moral seperti yang digaungkan oleh para deklarator dan inisiator dari koalisi tersebut? Pegiat politik dari Komite Muda Nusantara (KMN) Erik Pituah Hapedrik mengatakan, mudah sekali membaca jenis kelamin politik dari gerakan yang berisi tokoh nasional, tokoh akademisi dan tokoh agama itu.
“Enggak ada yang baru di dalam politik. Kita perlu cari tahu jenis kelamin, arah dan tujuan politik koalisi mereka (KAMI),” kata Erik dalam webinar berjudul ‘Di Tengah Pandemi Covid -19 Muncul Barisan Oposisi’, Sabtu 16 Agustus 2020. ( )
Bagi Erik, wacana yang dibangun oleh KAMI bukan tiba-tiba muncul, tapi sudah dikonsolidasikan dan dikondisikan untuk menggiring perspektif publik untuk kepentingan tertentu. Oleh karena itu, baginya tidak mungkin gerakan tersebut netral atau begitu saja muncul.
“Wacana tidak berdiri sendiri, mengandung ideologi pada kekuasaan tertentu. Saya lihat KAMI sesuatu yang berjenis kelamin bukan sesuatu yang netral,” tambahnya. ( )
Cara membaca jenis kelamin dan arah politik KAMI, menurut Erik adalah dengan melihat dari subyek mereka. Ia menyebut bahwa para deklarator KAMI adalah kelompok yang menjadi korban kontestasi politik Pilpres 2019 karena tak berhasil merebut kekuasaan.
“Subyeknya koalisi ini ada Rocky Gerung dan tokoh-tokoh lainnya. Berdasarkan penelusuran di media juga bahwa orang-orang tersebut adalah orang-orang lama yang melekat sebagai korban kontestasi Pemilu 2019,” jelasnya. ( )
Perlu diketahui, bahwa tokoh KAMI antara lain ; petinggi Front Pembela Islam (FPI) Ahmad Sobri Lubis dan Habib Muchsin Alatas, ekonom Ichsanuddin Noorsy, eks Ketum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, staf Rizal Ramli yakni Adhie Massardie, eks Komisaris Utama Pelindo I Refly Harun, eks Menteri Kehutanan MS Kaban, mantan Panglima TNI Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo, mantan Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua.
Selain itu, ada juga Mohanmad Said Didu, Marwan Batubara, Syahganda Nainggolan, Hatta Taliwang, Rocky Gerung, Khusnul Komariah dan masih banyak lagi lainnya. Kemudian jika dilihat dari konten narasi yang dibangun oleh kelompok tersebut, Erik mengatakan, gerakan KAMI hanya mengandalkan unsur pesimistik.
Lantas benarkah gerakan KAMI murni gerakan moral seperti yang digaungkan oleh para deklarator dan inisiator dari koalisi tersebut? Pegiat politik dari Komite Muda Nusantara (KMN) Erik Pituah Hapedrik mengatakan, mudah sekali membaca jenis kelamin politik dari gerakan yang berisi tokoh nasional, tokoh akademisi dan tokoh agama itu.
“Enggak ada yang baru di dalam politik. Kita perlu cari tahu jenis kelamin, arah dan tujuan politik koalisi mereka (KAMI),” kata Erik dalam webinar berjudul ‘Di Tengah Pandemi Covid -19 Muncul Barisan Oposisi’, Sabtu 16 Agustus 2020. ( )
Bagi Erik, wacana yang dibangun oleh KAMI bukan tiba-tiba muncul, tapi sudah dikonsolidasikan dan dikondisikan untuk menggiring perspektif publik untuk kepentingan tertentu. Oleh karena itu, baginya tidak mungkin gerakan tersebut netral atau begitu saja muncul.
“Wacana tidak berdiri sendiri, mengandung ideologi pada kekuasaan tertentu. Saya lihat KAMI sesuatu yang berjenis kelamin bukan sesuatu yang netral,” tambahnya. ( )
Cara membaca jenis kelamin dan arah politik KAMI, menurut Erik adalah dengan melihat dari subyek mereka. Ia menyebut bahwa para deklarator KAMI adalah kelompok yang menjadi korban kontestasi politik Pilpres 2019 karena tak berhasil merebut kekuasaan.
“Subyeknya koalisi ini ada Rocky Gerung dan tokoh-tokoh lainnya. Berdasarkan penelusuran di media juga bahwa orang-orang tersebut adalah orang-orang lama yang melekat sebagai korban kontestasi Pemilu 2019,” jelasnya. ( )
Perlu diketahui, bahwa tokoh KAMI antara lain ; petinggi Front Pembela Islam (FPI) Ahmad Sobri Lubis dan Habib Muchsin Alatas, ekonom Ichsanuddin Noorsy, eks Ketum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, staf Rizal Ramli yakni Adhie Massardie, eks Komisaris Utama Pelindo I Refly Harun, eks Menteri Kehutanan MS Kaban, mantan Panglima TNI Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo, mantan Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua.
Selain itu, ada juga Mohanmad Said Didu, Marwan Batubara, Syahganda Nainggolan, Hatta Taliwang, Rocky Gerung, Khusnul Komariah dan masih banyak lagi lainnya. Kemudian jika dilihat dari konten narasi yang dibangun oleh kelompok tersebut, Erik mengatakan, gerakan KAMI hanya mengandalkan unsur pesimistik.
tulis komentar anda