Guru Besar Unpad Bilang Prabowo-Gibran Tak Miliki Legitimasi Etik dan Moral
Sabtu, 16 Maret 2024 - 14:40 WIB
JAKARTA - Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Profesor Susi Dwi Harijanti menilai pasangan calon nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tidak memiliki legitimasi etik dan moral meski memiliki legitimasi hukum. Susi menilai banyak pelaggaran etika yang dilangkahi oleh pasangan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024.
Padahal, kata dia, dalam aturan kehidupan status etika lebih tinggi dibanding dengan hukum. "Saya pribadi berpendapat bahwa mereka tidak punya legitimasi etik atau legitimasi moral," kata Susi dalam diskusi, Sebtu (16/3/2024).
Pernyataan itu dia keluarkan melihat sejumlah kenyataan yang terjadi beberapa kali pelanggaran etika sejak proses sebelum pemilu dimulai. Puncaknya pada saat putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
"Kita bisa lihat pencalonan 02 entry poinnya kan dari putusan 90 itu. Dan putusan 90 Pak Anwar Usman sudah dinyatakan melanggar etik. Bahkan diberhentikan sebagai Ketua MK," tambahnya.
Dia menilai, jika Anwar Usman yang merupakan paman dari Gibran tidak mengesahkan aturan tersebut tidak akan terjadi kegaduhan yang langsung menyeret nama anak sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Jadi kan entry poinnya adalah putusan 90 dan itu karena persoalan etik," jelasnya.
Permasalah etika selanjutnya adalah disetujuinya Gibran sebagai calon wakil presiden oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kemudian, setelah dibawa ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan Ketua KPU Hasyim As'syari terbukti melanggar etik.
"Bahwa DKPP pun mengatakan Ketua KPU melakukan pelanggaran etik. Dengan demikian, pencalonan 02 itu bisa saja orang mengatakan dia mempunyai legitimasi hukum. Tapi tidak punya legitimasi etik dan moral," pungkasnya.
Padahal, kata dia, dalam aturan kehidupan status etika lebih tinggi dibanding dengan hukum. "Saya pribadi berpendapat bahwa mereka tidak punya legitimasi etik atau legitimasi moral," kata Susi dalam diskusi, Sebtu (16/3/2024).
Pernyataan itu dia keluarkan melihat sejumlah kenyataan yang terjadi beberapa kali pelanggaran etika sejak proses sebelum pemilu dimulai. Puncaknya pada saat putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
"Kita bisa lihat pencalonan 02 entry poinnya kan dari putusan 90 itu. Dan putusan 90 Pak Anwar Usman sudah dinyatakan melanggar etik. Bahkan diberhentikan sebagai Ketua MK," tambahnya.
Dia menilai, jika Anwar Usman yang merupakan paman dari Gibran tidak mengesahkan aturan tersebut tidak akan terjadi kegaduhan yang langsung menyeret nama anak sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Jadi kan entry poinnya adalah putusan 90 dan itu karena persoalan etik," jelasnya.
Permasalah etika selanjutnya adalah disetujuinya Gibran sebagai calon wakil presiden oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kemudian, setelah dibawa ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan Ketua KPU Hasyim As'syari terbukti melanggar etik.
"Bahwa DKPP pun mengatakan Ketua KPU melakukan pelanggaran etik. Dengan demikian, pencalonan 02 itu bisa saja orang mengatakan dia mempunyai legitimasi hukum. Tapi tidak punya legitimasi etik dan moral," pungkasnya.
(rca)
tulis komentar anda