Mahfud MD Sebut Hak Angket Tak Bisa Makzulkan Jokowi karena Prosesnya Panjang
Jum'at, 08 Maret 2024 - 15:03 WIB
JAKARTA - Cawapres nomor urut 3, Mahfud MD optimistis, bahwa hak angket akan bergulir, dan mengklarifikasi dugaan kecurangan dalam proses Pemilu 2024. Namun, Mahfud menegaskan, hak angket tidak bisa memakzulkan Presiden Joko Widodo (Jokowi), karena prosesnya yang panjang, sedangkan masa jabatan Jokowi akan segera berakhir.
"Tidak ada kaitan langsung dengan pemakzulan, angket itu ndak ada kaitan langsung dengan pemakzulan presiden, karena dari sudut teknis prosedural berbeda, bisa saja nanti misalnya angket menyimpulkan satu, telah terjadi penyalahgunaan anggaran negara," kata Mahfud saat ditemui usai lari pagi di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Jumat (8/3/2024).
"Yang kedua, telah terjadi korupsi, nah kalau korupsi itu pemakzulan kan, nah itu nanti dibentuk panitia pemakzulan lagi beda lagi, dan itu lama," sambungnya.
Mahfud menjelaskan, ada dua jalur berbeda dalam mengusut dugaan kecurangan Pemilu, yakni jalur politik dan hukum.
Hak angket, kata Mahfud, merupakan jalur politik yang ditempuh untuk membuat proses Pemilu 2024 menjadi terang benderang, dan tergugatnya adalah pemerintah. Sehingga, tidak akan mempengaruhi hasil perhitungan suara Pemilu 2024.
"Jalur politik, itu angket. Itu yang digugat adalah kebijakan pemerintah, bukan paslon, bukan KPU yang dipersoalkan di angket itu, tapi kebijakan pemerintah di dalam pelaksanaan beberapa undang-undang yang berimplikasi tentu saja dalam praktiknya terhadap pemilihan umum, tetapi tidak akan menafikan hasil pemilu yang telah ditetapkan oleh KPU dan MK, itu angket," katanya.
"Oleh sebab itu angket itu tidak ada kaitan langsung dengan pemakzulan, angket itu ndak ada kaitan langsung dengan pemakzulan presiden, karena dari sudut teknis prosedural berbeda," sambungnya.
Sedangkan jalur hukum ialah menyangkut apakah perhitungan suara pada Pemilu 2024 sah atau tidak. Yang kemungkinan berakibat pada terjadinya putaran kedua dalam pemungutan suara.
"Saya ingin tegaskan lagi bahwa kalau jalur politik dan jalur hukum itu konsekuensinya berbeda. Kalau jalur hukum, itu konsekuensinya adalah Pemilu, atau hasil perhitungan itu sah atau tidak, benar atau tidak yang ditetapkan oleh KPU," katanya.
"Yang ujungnya nanti mungkin, satu, Pemilu diulang Pemilu didiskualifikasi, atau mungkin ini sudah sah. Itu nanti yang akan dipertarungkan di Mahkamah Konstitusi. Jadi sesudah putusan MK nanti, nasib pilpres ini bagaimana angkanya," sambungnya.
"Tidak ada kaitan langsung dengan pemakzulan, angket itu ndak ada kaitan langsung dengan pemakzulan presiden, karena dari sudut teknis prosedural berbeda, bisa saja nanti misalnya angket menyimpulkan satu, telah terjadi penyalahgunaan anggaran negara," kata Mahfud saat ditemui usai lari pagi di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Jumat (8/3/2024).
"Yang kedua, telah terjadi korupsi, nah kalau korupsi itu pemakzulan kan, nah itu nanti dibentuk panitia pemakzulan lagi beda lagi, dan itu lama," sambungnya.
Baca Juga
Mahfud menjelaskan, ada dua jalur berbeda dalam mengusut dugaan kecurangan Pemilu, yakni jalur politik dan hukum.
Hak angket, kata Mahfud, merupakan jalur politik yang ditempuh untuk membuat proses Pemilu 2024 menjadi terang benderang, dan tergugatnya adalah pemerintah. Sehingga, tidak akan mempengaruhi hasil perhitungan suara Pemilu 2024.
"Jalur politik, itu angket. Itu yang digugat adalah kebijakan pemerintah, bukan paslon, bukan KPU yang dipersoalkan di angket itu, tapi kebijakan pemerintah di dalam pelaksanaan beberapa undang-undang yang berimplikasi tentu saja dalam praktiknya terhadap pemilihan umum, tetapi tidak akan menafikan hasil pemilu yang telah ditetapkan oleh KPU dan MK, itu angket," katanya.
"Oleh sebab itu angket itu tidak ada kaitan langsung dengan pemakzulan, angket itu ndak ada kaitan langsung dengan pemakzulan presiden, karena dari sudut teknis prosedural berbeda," sambungnya.
Sedangkan jalur hukum ialah menyangkut apakah perhitungan suara pada Pemilu 2024 sah atau tidak. Yang kemungkinan berakibat pada terjadinya putaran kedua dalam pemungutan suara.
"Saya ingin tegaskan lagi bahwa kalau jalur politik dan jalur hukum itu konsekuensinya berbeda. Kalau jalur hukum, itu konsekuensinya adalah Pemilu, atau hasil perhitungan itu sah atau tidak, benar atau tidak yang ditetapkan oleh KPU," katanya.
"Yang ujungnya nanti mungkin, satu, Pemilu diulang Pemilu didiskualifikasi, atau mungkin ini sudah sah. Itu nanti yang akan dipertarungkan di Mahkamah Konstitusi. Jadi sesudah putusan MK nanti, nasib pilpres ini bagaimana angkanya," sambungnya.
(maf)
tulis komentar anda