Komeng, antara Uhuy dan Disonansi
Kamis, 29 Februari 2024 - 12:53 WIB
Abdul Hakim
Jurnalis Sindonews.com,
Mahasiswa S3 Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KOMENG melesat jauh. Meski penghitungan suara (real count) belum sepenuhnya tuntas, namun kursi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) telah jelas di depan mata. Pantas tak pantas, faktanya Komeng kini secara angka menjadi yang teratas.
Komeng memang fenomenal. Kepolosan wajahnya yang menonjol di kertas suara calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Daerah Pemilihan Jawa Barat justru seolah menjadi terobosan. Perolehan suaranya pun menjadi tak terbendung. Semua ingin mendukung agar sang komedian ini bisa benar-benar bisa melenggang ke Senayan.
Fenomena Komeng ini menjadi penanda (marking) Pemilu 2024 bahwa elektabilitas tak lagi harus ditapaki dengan cara-cara komunikasi politik yang konvensional, formal, dan kaku. Elektabilitas pun tak lagi hegemoni bagi mereka yang dianggap memiliki kapasitas atau otoritas. Kali ini, di level pemilih, praktik demokrasi tampak sangat cair, tak ada lagi ketegangan bahkan cenderung riang serta penuh guyonan.
Ini kontras dengan potret pada pemilu-pemilu sebelumnya saat kepolosan atau mungkin kejujuran malah lebih banyak dihindari. Saat itu, penampilan menjadi sesuatu yang diutamakan.
Bukan hal yang keliru sebenarnya seseorang memoles sedemikian rupa soal tampilan. Wajar, sebagai politikus, orang akan berusaha menunjukkan menjadi profil yang terbaik atau pemimpin berkharisma.
Jurnalis Sindonews.com,
Mahasiswa S3 Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KOMENG melesat jauh. Meski penghitungan suara (real count) belum sepenuhnya tuntas, namun kursi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) telah jelas di depan mata. Pantas tak pantas, faktanya Komeng kini secara angka menjadi yang teratas.
Komeng memang fenomenal. Kepolosan wajahnya yang menonjol di kertas suara calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Daerah Pemilihan Jawa Barat justru seolah menjadi terobosan. Perolehan suaranya pun menjadi tak terbendung. Semua ingin mendukung agar sang komedian ini bisa benar-benar bisa melenggang ke Senayan.
Fenomena Komeng ini menjadi penanda (marking) Pemilu 2024 bahwa elektabilitas tak lagi harus ditapaki dengan cara-cara komunikasi politik yang konvensional, formal, dan kaku. Elektabilitas pun tak lagi hegemoni bagi mereka yang dianggap memiliki kapasitas atau otoritas. Kali ini, di level pemilih, praktik demokrasi tampak sangat cair, tak ada lagi ketegangan bahkan cenderung riang serta penuh guyonan.
Ini kontras dengan potret pada pemilu-pemilu sebelumnya saat kepolosan atau mungkin kejujuran malah lebih banyak dihindari. Saat itu, penampilan menjadi sesuatu yang diutamakan.
Bukan hal yang keliru sebenarnya seseorang memoles sedemikian rupa soal tampilan. Wajar, sebagai politikus, orang akan berusaha menunjukkan menjadi profil yang terbaik atau pemimpin berkharisma.
tulis komentar anda