Komnas HAM Didesak Periksa Kembali Prabowo di Kasus Penculikan Aktivis 97-98
Selasa, 13 Februari 2024 - 18:01 WIB
Dia menambahkan, pengakuan Prabowo yang dilakukan secara terbuka juga sudah seharusnya menjadi salah satu bukti kuat bagi Komnas HAM untuk melakukan pemanggilan dan pemeriksaan kembali dalam kapasitasnya sebagai penyelidik sebagaimana dimandatkan oleh Pasal 18 dan 19 Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Spesifiknya dalam Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang Pengadilan HAM tersebut, disebutkan bahwa dalam melaksanakan penyelidikan, Komnas HAM diberikan kewenangan untuk memanggil pihak pengadu, korban, atau pihak yang diadukan untuk diminta dan didengar keterangannya.
"Berdasarkan ketentuan UU ini, Komnas HAM tentu dapat memanggil Prabowo Subianto sebagai bagian dari aktor pelaku yang saat itu menjabat sebagai Komandan Jenderal Kopassus. Lembaga ini pun dapat turut memanggil Budiman Sudjatmiko sebagai saksi untuk memperkuat bukti keterlibatan Prabowo," tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, kasus ini harus segera dituntaskan, sebab pemerintah lewat presiden telah mengakui serta menyesalkan terjadinya penghilangan orang secara paksa 1997-1998 sebagai salah satu dari 12 kasus pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi di Indonesia.
"Pengakuan dan penyesalan tersebut haruslah beriringan dengan konsistensi, komitmen, dan langkah nyata dari pemerintah untuk mengusut tuntas kasus ini dan mengadili para pelaku alih-alih melindungi mereka dengan tembok impunitas dan memberikan kedudukan istimewa dalam tatanan pemerintahan negara ini," ungkapnya.
Berdasarkan uraian di atas, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak:
Pertama, Komnas HAM RI mengusut dengan serius kasus kejahatan pelanggaran HAM berat masa lalu dengan memanggil serta memeriksa Prabowo Subianto atas keterlibatannya dalam kasus penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998;
Kedua, Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk segera melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap kasus pelanggaran HAM yang berat dalam hal ini kasus penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998;
Ketiga, pemerintah dalam hal ini presiden beserta jajarannya menjalankan rekomendasi DPR RI tahun 2009 yakni untuk membentuk pengadilan HAM ad hoc, mencari 13 orang korban yang masih hilang, merehabilitasi dan memberikan kompensasi kepada keluarga korban yang hilang, dan meratifikasi konvensi Anti Penghilangan Paksa sebagai bentuk komitmen dan dukungan untuk menghentikan praktik penghilangan paksa di Indonesia.
"Berdasarkan ketentuan UU ini, Komnas HAM tentu dapat memanggil Prabowo Subianto sebagai bagian dari aktor pelaku yang saat itu menjabat sebagai Komandan Jenderal Kopassus. Lembaga ini pun dapat turut memanggil Budiman Sudjatmiko sebagai saksi untuk memperkuat bukti keterlibatan Prabowo," tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, kasus ini harus segera dituntaskan, sebab pemerintah lewat presiden telah mengakui serta menyesalkan terjadinya penghilangan orang secara paksa 1997-1998 sebagai salah satu dari 12 kasus pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi di Indonesia.
"Pengakuan dan penyesalan tersebut haruslah beriringan dengan konsistensi, komitmen, dan langkah nyata dari pemerintah untuk mengusut tuntas kasus ini dan mengadili para pelaku alih-alih melindungi mereka dengan tembok impunitas dan memberikan kedudukan istimewa dalam tatanan pemerintahan negara ini," ungkapnya.
Berdasarkan uraian di atas, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak:
Pertama, Komnas HAM RI mengusut dengan serius kasus kejahatan pelanggaran HAM berat masa lalu dengan memanggil serta memeriksa Prabowo Subianto atas keterlibatannya dalam kasus penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998;
Kedua, Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk segera melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap kasus pelanggaran HAM yang berat dalam hal ini kasus penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998;
Ketiga, pemerintah dalam hal ini presiden beserta jajarannya menjalankan rekomendasi DPR RI tahun 2009 yakni untuk membentuk pengadilan HAM ad hoc, mencari 13 orang korban yang masih hilang, merehabilitasi dan memberikan kompensasi kepada keluarga korban yang hilang, dan meratifikasi konvensi Anti Penghilangan Paksa sebagai bentuk komitmen dan dukungan untuk menghentikan praktik penghilangan paksa di Indonesia.
(rca)
Lihat Juga :
tulis komentar anda