Prihatin Krisis Etika dan Demokrasi di Indonesia, Ini 5 Poin Pernyataan Sikap PPI Utrecht
Senin, 12 Februari 2024 - 22:23 WIB
JAKARTA - Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Utrecht menyampaikan keprihatinan atas krisis etika dan demokrasi yang terjadi di Indonesia menjelang Pemilu 2024 . PPI Utrecht memandang pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara konsisten menunjukkan praktik berdemokrasi yang abai etika dengan penyalahgunaan kekuasaan oleh penyelenggara negara.
"Berangkat dari situasi tersebut, kami para pelajar Indonesia di Utrecht menilai penting untuk kita secara serentak menyuarakan krisis etika dalam pesta demokrasi di Indonesia," kata Wakil Ketua PPI Utrecht, Muhamad Andri Jauhari saat membacakan pernyataan sikap, Senin (12/2/2024).
Menurut Andri, krisis etika ini mencapai puncaknya ketika adanya pelanggaran etik terkait pencalonan Gibran Rakabuming Raka yang tak lain merupakan anak sulung Presiden Jokowi sebagai cawapres 2024.
"Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) No. 2/MKMK/L/11/2023 menyatakan telah terjadi pelanggaran etika berat oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, pada penanganan perkara No 90/PUU-XXI/2023 tentang ambang batas umur calon presiden dan/atau wakil presiden," tuturnya.
"Pelanggaran prinsip imparsialitas hakim pada perkara ini menjadi catatan penting dan menentukan kehidupan berdemokrasi di Indonesia untuk 5 tahun yang akan datang," tambahnya.
Andri mengatakan, para anggota KPU turut melanggengkan dosa yang sama dengan melanggar kode etik penyelenggaraan pemilu. Secara sadar, mereka menihilkan nilai-nilai kecermatan dan profesionalitas dalam melaksanakan tanggung jawab jalannya roda partisipasi publik demi keberlanjutan kepemimpinan negara.
"Pelanggaran kode etik penyelenggaraan pemilu tersebut terbukti melalui Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023, Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023, dan Nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023," katanya.
Sementara itu, Ketua PPI Utrecht Hanif Abdul Halim memastikan, pernyataan sikap PPI Utrech murni didasari kekhawatirannya terhadap krisis etika dan demokrasi yang terjadi di Indonesia.
"Berangkat dari situasi tersebut, kami para pelajar Indonesia di Utrecht menilai penting untuk kita secara serentak menyuarakan krisis etika dalam pesta demokrasi di Indonesia," kata Wakil Ketua PPI Utrecht, Muhamad Andri Jauhari saat membacakan pernyataan sikap, Senin (12/2/2024).
Menurut Andri, krisis etika ini mencapai puncaknya ketika adanya pelanggaran etik terkait pencalonan Gibran Rakabuming Raka yang tak lain merupakan anak sulung Presiden Jokowi sebagai cawapres 2024.
"Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) No. 2/MKMK/L/11/2023 menyatakan telah terjadi pelanggaran etika berat oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, pada penanganan perkara No 90/PUU-XXI/2023 tentang ambang batas umur calon presiden dan/atau wakil presiden," tuturnya.
"Pelanggaran prinsip imparsialitas hakim pada perkara ini menjadi catatan penting dan menentukan kehidupan berdemokrasi di Indonesia untuk 5 tahun yang akan datang," tambahnya.
Andri mengatakan, para anggota KPU turut melanggengkan dosa yang sama dengan melanggar kode etik penyelenggaraan pemilu. Secara sadar, mereka menihilkan nilai-nilai kecermatan dan profesionalitas dalam melaksanakan tanggung jawab jalannya roda partisipasi publik demi keberlanjutan kepemimpinan negara.
"Pelanggaran kode etik penyelenggaraan pemilu tersebut terbukti melalui Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023, Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023, dan Nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023," katanya.
Sementara itu, Ketua PPI Utrecht Hanif Abdul Halim memastikan, pernyataan sikap PPI Utrech murni didasari kekhawatirannya terhadap krisis etika dan demokrasi yang terjadi di Indonesia.
Lihat Juga :
tulis komentar anda