Ketua Banggar DPR Minta Tak Jadikan Warga Miskin Aset Elektoral
Senin, 05 Februari 2024 - 21:51 WIB
JAKARTA - Ketua Badan Anggaran ( Banggar ) DPR Said Abdullah menegaskan bahwa kebijakan dan penganggaran bantuan sosial ( bansos ) diputuskan bersama di DPR dan pemerintah yang mewakili seluruh kekuatan politik. Karena itu, tidak ada satu pihak pun yang berhak mengklaim bahwa program bansos prakarsa atau keberhasilan kelompok tertentu.
"Bahkan bila presiden berkehendak pun, tanpa persetujuan DPR, tidak akan mungkin ada program bansos, sebab kebijakan dan anggarannya harus sepersetujuan DPR," kata Said Abdullah dalam keterangannya, Senin (5/2/2024).
Menurutnya, bansos adalah alat negara yang diberikan agar rakyat terentas dari kemiskinan dan menjadi lebih berdaya. Karena itu, program bansos beragam rupa program, tak hanya bantuan uang tunai dan beras, tetapi juga beasiswa, uang pra kerja, serta Kartu Indonesia Sehat (KIS).
Orksetrasi kebijakan ini dimaksudkan agar rakyat miskin tidak semata-mata diberi uang dan sembako, tetapi diberikan akses atas pemeliharaan kesehatan dan pendidikan. Dengan tubuh yang sehat mereka bisa produktif dan dengan pendidikan kelak mereka punya kecakapan, sehingga berpenghasilan lebih baik.
"Hal ini adalah proses yang panjang, tidak cukup diguyur bansos setahun lalu mereka menjadi tidak miskin semua," katanya.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu mengaku sedih ketika kebijakan bansos dari negara diprivatisasi presiden dan sebagian menterinya seolah-olah budi baik mereka.
Said juga menyoroti melonjaknya anggaran bansos Rp496,8 triliun pada tahun ini. Angka itu lebih banyak dari saat pandemi Covid-19 pada 2020, anggaran perlindungan sosial hanya Rp234,33 triliun dengan realisasi Rp216,59 triliun. Padahal masa Covid-19 ekonomi nasional nyaris berhenti.
"Saat ini situasi perekonomian nasional telah pulih, bahkan sejak 2022 diakui oleh dunia Indonesia bisa pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat akibat pandemi covid19. Kenapa anggaran bansos melonjak drastis, bahkan tidak melibatkan kementerian sosial sebagai kementerian teknisnya?" katanya.
"Bahkan bila presiden berkehendak pun, tanpa persetujuan DPR, tidak akan mungkin ada program bansos, sebab kebijakan dan anggarannya harus sepersetujuan DPR," kata Said Abdullah dalam keterangannya, Senin (5/2/2024).
Menurutnya, bansos adalah alat negara yang diberikan agar rakyat terentas dari kemiskinan dan menjadi lebih berdaya. Karena itu, program bansos beragam rupa program, tak hanya bantuan uang tunai dan beras, tetapi juga beasiswa, uang pra kerja, serta Kartu Indonesia Sehat (KIS).
Orksetrasi kebijakan ini dimaksudkan agar rakyat miskin tidak semata-mata diberi uang dan sembako, tetapi diberikan akses atas pemeliharaan kesehatan dan pendidikan. Dengan tubuh yang sehat mereka bisa produktif dan dengan pendidikan kelak mereka punya kecakapan, sehingga berpenghasilan lebih baik.
"Hal ini adalah proses yang panjang, tidak cukup diguyur bansos setahun lalu mereka menjadi tidak miskin semua," katanya.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu mengaku sedih ketika kebijakan bansos dari negara diprivatisasi presiden dan sebagian menterinya seolah-olah budi baik mereka.
Said juga menyoroti melonjaknya anggaran bansos Rp496,8 triliun pada tahun ini. Angka itu lebih banyak dari saat pandemi Covid-19 pada 2020, anggaran perlindungan sosial hanya Rp234,33 triliun dengan realisasi Rp216,59 triliun. Padahal masa Covid-19 ekonomi nasional nyaris berhenti.
"Saat ini situasi perekonomian nasional telah pulih, bahkan sejak 2022 diakui oleh dunia Indonesia bisa pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat akibat pandemi covid19. Kenapa anggaran bansos melonjak drastis, bahkan tidak melibatkan kementerian sosial sebagai kementerian teknisnya?" katanya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda