CSIS: Polarisasi di Pemilu 2024 Berkurang Drastis
Senin, 29 Januari 2024 - 21:12 WIB

Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Arya Fernandes dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema ‘Dewasa Berdemokrasi pada Pemilu 2024’, Senin (29/1/2024). Foto/Istimewa
JAKARTA - Potensi polarisasi pada Pemilu 2024 masih tetap ada meski sudah menurun drastis dibanding pemilu-pemilu sebelumnya. Berkurangnya potensi polarisasi tersebut dikarenakan sejumlah faktor. Salah satunya tidak ikutnya petahana di Pilpres 2024.
Penilaian tersebut diungkapkan Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Arya Fernandes dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema ‘Dewasa Berdemokrasi pada Pemilu 2024’, Senin (29/1/2024).
“Potensi polarisasi di Pemilu 2024 masih tetap ada, tapi sudah berkurang sangat besar. Jadi Pemilu 2024 kali ini relatif lebih tenang karena menghadapi situasi yang baru dan menantang," kata Arya.
Hal tersebut karena tidak ada paslon incumbent. "Kemudian menantang karena kompetisinya relatif dinamis, karena ada tiga paslon,” imbuhnya.
Tidak hanya itu, polarisasi itu menurun lantaran model kampanye mengalami pergeseran dibanding pemilu-pemilu sebelumnya. Pada pemilu 2014 dan Pemilu 2019, termasuk Pemilukada 2017, model kampanye berbasis media sosial berperan tinggi dan sangat memengaruhi orang-orang untuk menentukan dan memilih kandidat.
Penilaian tersebut diungkapkan Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Arya Fernandes dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema ‘Dewasa Berdemokrasi pada Pemilu 2024’, Senin (29/1/2024).
“Potensi polarisasi di Pemilu 2024 masih tetap ada, tapi sudah berkurang sangat besar. Jadi Pemilu 2024 kali ini relatif lebih tenang karena menghadapi situasi yang baru dan menantang," kata Arya.
Hal tersebut karena tidak ada paslon incumbent. "Kemudian menantang karena kompetisinya relatif dinamis, karena ada tiga paslon,” imbuhnya.
Tidak hanya itu, polarisasi itu menurun lantaran model kampanye mengalami pergeseran dibanding pemilu-pemilu sebelumnya. Pada pemilu 2014 dan Pemilu 2019, termasuk Pemilukada 2017, model kampanye berbasis media sosial berperan tinggi dan sangat memengaruhi orang-orang untuk menentukan dan memilih kandidat.
Lihat Juga :