Kisah Kopassus Duel Bersenjatakan Sangkur Tumpas Pemberontakan Permesta
Senin, 29 Januari 2024 - 05:00 WIB
Sayangnya rencana penyerangan yang dilakukan pemerintah gagal karena wilayah itu memiliki medan berat. Kegagalan ini membuat RPKAD menyusun ulang rencananya.
Dalam 4 hari pasukan tersebut melakukan serangan penghancuran ke Gunung Potong. Satu peleton pasukan RPKAD di bawah pimpinan Sersan Mayor Soetarno yang dibantu satu kompi KKO dan seorang penunjuk jalan menjalankan operasi tersebut pada 2 September 1958.
Pada saat itu, Tim RPKAD melakukan perjalanan yang tidak akan disadari oleh musuh. Namun kondisi jalan tersebut tentulah lebih buruk dengan banyaknya semak belukar dan jurang berbatu. Ditambah lagi pasukan RPKAD melakukan perjalanan pada saat dini hari, di mana pencahayaan sangatlah minim.
Setelah berjarak sekitar 25 meter dari pos musuh, tim akhirnya membagi tugas untuk melakukan penyergapan. Mulai dari penempatan penembak bren hingga pelontar granat untuk setiap pos. Namun karena penyergapan itu dilakukan pada pagi buta, membuat tim RPKAD memilih untuk melakukan tindakan pendadakan untuk meminimalisir terjadinya baku tembak.
Pada saat inilah terjadi perkelahian satu lawan satu dengan sangkur, tanpa ada letusan. Dari situ wilayah basis pertahanan Permesta ini akhirnya berhasil untuk ditaklukkan.
Setelah itu, RPKAD masih harus menghadapi musuh lain melalui pertarungan sengit meski markas utama mereka telah diserahkan kepada KKO. Hingga pada 3 September 1958, pukul 06.00 pagi, pertahanan Permesta di Gunung Potong dapat dikuasai seluruhnya oleh RPKAD. Dengan kondisi ini mau tidak mau pasukan Permesta yang tersisa hanya bisa melakukan gerilya, yang membuat pasukan mereka lebih mudah untuk ditumpas.
Itulah kisah Kopassus tumpas Permesta dengan hanya menggunakan sangkur. Karena sebagai salah satu pasukan elite, tentunya Kopassus harus dapat beradaptasi di segala medan dengan modal senjata apa pun.
Lihat Juga: Profil Mayjen Rui Duarte, Jenderal Kopassus Pertama Asal Timor Timur yang Naik Pangkat Bintang 3
Dalam 4 hari pasukan tersebut melakukan serangan penghancuran ke Gunung Potong. Satu peleton pasukan RPKAD di bawah pimpinan Sersan Mayor Soetarno yang dibantu satu kompi KKO dan seorang penunjuk jalan menjalankan operasi tersebut pada 2 September 1958.
Pada saat itu, Tim RPKAD melakukan perjalanan yang tidak akan disadari oleh musuh. Namun kondisi jalan tersebut tentulah lebih buruk dengan banyaknya semak belukar dan jurang berbatu. Ditambah lagi pasukan RPKAD melakukan perjalanan pada saat dini hari, di mana pencahayaan sangatlah minim.
Setelah berjarak sekitar 25 meter dari pos musuh, tim akhirnya membagi tugas untuk melakukan penyergapan. Mulai dari penempatan penembak bren hingga pelontar granat untuk setiap pos. Namun karena penyergapan itu dilakukan pada pagi buta, membuat tim RPKAD memilih untuk melakukan tindakan pendadakan untuk meminimalisir terjadinya baku tembak.
Pada saat inilah terjadi perkelahian satu lawan satu dengan sangkur, tanpa ada letusan. Dari situ wilayah basis pertahanan Permesta ini akhirnya berhasil untuk ditaklukkan.
Setelah itu, RPKAD masih harus menghadapi musuh lain melalui pertarungan sengit meski markas utama mereka telah diserahkan kepada KKO. Hingga pada 3 September 1958, pukul 06.00 pagi, pertahanan Permesta di Gunung Potong dapat dikuasai seluruhnya oleh RPKAD. Dengan kondisi ini mau tidak mau pasukan Permesta yang tersisa hanya bisa melakukan gerilya, yang membuat pasukan mereka lebih mudah untuk ditumpas.
Itulah kisah Kopassus tumpas Permesta dengan hanya menggunakan sangkur. Karena sebagai salah satu pasukan elite, tentunya Kopassus harus dapat beradaptasi di segala medan dengan modal senjata apa pun.
Lihat Juga: Profil Mayjen Rui Duarte, Jenderal Kopassus Pertama Asal Timor Timur yang Naik Pangkat Bintang 3
(abd)
tulis komentar anda