Yusril Tegaskan Presiden Boleh Kampanye dan Berpihak Pada Pemilu
Rabu, 24 Januari 2024 - 22:00 WIB
JAKARTA – Guru besar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menegaskan, Undang-Undang Pemilu tidak melarang seorang presiden untuk ikut kampanye, baik untuk pemilihan presiden atau pemilihan legislatif. Kebijakan yang sama juga tidak melarang kepala negara untuk berpihak atau mendukung salah satu pasangan calon presiden.
Pasal 280 Undang-undang Pemilu secara spesifik menyebut, di antara pejabat negara yang dilarang berkampanye adalah ketua dan para hakim agung, ketua dan hakim mahkamah konstitusi, serta ketua dan anggota badan pemeriksa keuangan. Tidak ada penyebutan presiden dan wakil presiden atau menteri di dalamnya.
Sementara, pasal 281 mensyaratkan pejabat negara yang ikut berkampanye dilarang untuk menggunakan fasilitas negara atau mereka harus cuti di luar tanggungan. Kendati begitu, undang-undang tersebut tidak menghapuskan aturan soal pengamanan dan kesehatan terhadap presiden atau wakil presiden yang berkampanye.
“Bagaimana dengan pemihakan? Ya kalau presiden dibolehkan kampanye, secara otomatis presiden dibenarkan melakukan pemihakan kepada capres cawapres tertentu, atau parpol tertentu. Masa orang kampanye tidak memihak,” kata Yusril pada Rabu (24/1/2024).
Dia menambahkan, tidak ada peraturan yang menyatakan bahwa presiden harus netral.
“Aturan kita tidak menyatakan bahwa presiden harus netral, tidak boleh berkampanye dan tidak boleh memihak. Ini adalah konsekuensi dari sistem presidensial yang kita anut, yang tidak mengenal pemisahan antara kepala negara dan kepala pemerintahan, serta jabatan presiden dan wapres maksimal dua periode sebagaimana diatur oleh UUD 45,” ujarnya.
Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia periode 2001-2004 itu menyatakan, jika presiden tidak boleh berpihak, maka seharusnya jabatan presiden dibatasi hanya untuk satu periode. Jika ada pihak yang ingin presiden bersikap netral, Yusril mempersilakan pihak tersebut untuk mengusulkan perubahan konstitusi.
“Itu (agar presiden netral) memerlukan amandemen UUD 45. Begitu pula Undang-Undang Pemilu harus diubah, kalau presiden dan wakil presiden tidak boleh berkampanye dan memihak. Aturan sekarang tidak seperti itu, maka Presiden Joko Widodo tidak salah jika dia mengatakan presiden boleh kampanye dan memihak,” tuturnya.
Yusril berani berdebat ihwal ungkapan tidak etis yang diarahkan kepada Presiden Jokowi jika dia berpihak pada salah satu kandidat. Hal pertama yang harus digarisbawahi adalah perbedaan antara norma etik dengan code of conduct.
Pasal 280 Undang-undang Pemilu secara spesifik menyebut, di antara pejabat negara yang dilarang berkampanye adalah ketua dan para hakim agung, ketua dan hakim mahkamah konstitusi, serta ketua dan anggota badan pemeriksa keuangan. Tidak ada penyebutan presiden dan wakil presiden atau menteri di dalamnya.
Sementara, pasal 281 mensyaratkan pejabat negara yang ikut berkampanye dilarang untuk menggunakan fasilitas negara atau mereka harus cuti di luar tanggungan. Kendati begitu, undang-undang tersebut tidak menghapuskan aturan soal pengamanan dan kesehatan terhadap presiden atau wakil presiden yang berkampanye.
“Bagaimana dengan pemihakan? Ya kalau presiden dibolehkan kampanye, secara otomatis presiden dibenarkan melakukan pemihakan kepada capres cawapres tertentu, atau parpol tertentu. Masa orang kampanye tidak memihak,” kata Yusril pada Rabu (24/1/2024).
Dia menambahkan, tidak ada peraturan yang menyatakan bahwa presiden harus netral.
“Aturan kita tidak menyatakan bahwa presiden harus netral, tidak boleh berkampanye dan tidak boleh memihak. Ini adalah konsekuensi dari sistem presidensial yang kita anut, yang tidak mengenal pemisahan antara kepala negara dan kepala pemerintahan, serta jabatan presiden dan wapres maksimal dua periode sebagaimana diatur oleh UUD 45,” ujarnya.
Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia periode 2001-2004 itu menyatakan, jika presiden tidak boleh berpihak, maka seharusnya jabatan presiden dibatasi hanya untuk satu periode. Jika ada pihak yang ingin presiden bersikap netral, Yusril mempersilakan pihak tersebut untuk mengusulkan perubahan konstitusi.
“Itu (agar presiden netral) memerlukan amandemen UUD 45. Begitu pula Undang-Undang Pemilu harus diubah, kalau presiden dan wakil presiden tidak boleh berkampanye dan memihak. Aturan sekarang tidak seperti itu, maka Presiden Joko Widodo tidak salah jika dia mengatakan presiden boleh kampanye dan memihak,” tuturnya.
Yusril berani berdebat ihwal ungkapan tidak etis yang diarahkan kepada Presiden Jokowi jika dia berpihak pada salah satu kandidat. Hal pertama yang harus digarisbawahi adalah perbedaan antara norma etik dengan code of conduct.
tulis komentar anda