Pernyataan Jokowi soal Presiden Boleh Kampanye dan Memihak Dinilai Dangkal

Kamis, 25 Januari 2024 - 06:13 WIB
Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal presiden boleh kampanye dan memihak dinilai dangkal. Foto/Raka Dwi Novianto
JAKARTA - Pernyataan Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) soal presiden boleh kampanye dan memihak dinilai dangkal. Maka itu, pernyataan Jokowi tersebut dikecam Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

“Pernyataan presiden sangat dangkal, dan berpotensi akan menjadi pembenar bagi presiden sendiri, menteri, dan seluruh pejabat yang ada di bawahnya, untuk aktif berkampanye dan menunjukkan keberpihakan di dalam Pemilu 2024,” ujar Direktur Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dalam keterangan resmi, Rabu (24/1/2024).

Menurutnya, pernyataan Presiden Jokowi tersebut berpotensi membuat proses penyelenggaraan pemilu dipenuhi dengan kecurangan, dan menimbulkan penyelenggaraan pemilu yang tidak fair dan tidak demokratis. Dia menilai Jokowi jelas memiliki konflik kepentingan langsung dengan pemenangan Pemilu 2024.





Pasalnya, anak kandungnya, Gibran Rakabuming Raka adalah calon wakil presiden nomor urut 2 mendampingi Prabowo Subianto. “Padahal, netralitas aparatur negara, adalah salah satu kunci mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang jujur, fair, dan demokratis,” tuturnya.

Dia yakin bahwa Jokowi hanya merujuk pada ketentuan Pasal 281 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 yang berbunyi: “Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota harus memenuhi ketentuan: a. Tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan b. Menjalani cuti di luar tanggungan negara.

Padahal, di dalam UU Nomor 7 Tahun 2017, khususnya di dalam Pasal 282 UU Nomor 7 Tahun 2017 terdapat larangan kepada ‘pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.

“Dalam konteks ini, Presiden Jokowi dan seluruh menterinya jelas adalah pejabat negara. Sehingga ada batasan bagi presiden dan pejabat negara lain, termasuk menteri untuk tidak melakukan tindakan atau membuat keputusan yang menguntungkan peserta pemilu tertentu, apalagi dilakukan di dalam masa kampanye,” ujar Khoirunnisa.

Lebih lanjut dia mengatakan, jika ada tindakan presiden, apa pun itu bentuknya, jika dilakukan tidak dalam keadaan cuti di luar tanggungan negara, tetapi menguntungkan peserta pemilu tertentu, itu jelas adalah pelanggaran pemilu. Termasuk juga tindakan menteri, yang melakukan tindakan tertentu, yang menguntungkan peserta pemilu tertentu, itu adalah pelanggaran kampanye pemilu.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More