Imbauan ST Burhanuddin agar Jaksa Jangan Flexing Dinilai Membangun Kepercayaan Publik
Rabu, 24 Januari 2024 - 13:45 WIB
JAKARTA - Imbauan Jaksa Agung ST Burhanuddin agar jajarannya tidak memamerkan kekayaan (flexing) dinilai sebagai upaya membangun kepercayaan publik. Pasalnya, kultur tersebut menjadi salah satu variabel yang membangun kepercayaan masyarakat terhadap Korps Adhyaksa.
Pakar hukum pidana Suparji Ahmad mendukung seruan Jaksa Agung ST Burhanuddin tersebut. “Pak Jaksa Agung mengatakan, 'jangan flexing, jangan pamer kekayaan'. Itu pun menjadi bangunan, skema membangun kepercayaan masyarakat,” kata Suparji dalam survei Indikator Politik Indonesia tentang Tingkat Kepercayaan Publik terhadap Lembaga Penegak Hukum dan Politik secara daring, Selasa (23/1/2024).
Dari hasil jajak pendapat Indikator Politik Indonesia, Kejaksaan Agung menjadi lembaga penegak hukum paling dipercaya publik dengan 76,2 persen, naik dari sebelumnya berada di angka 73,8 persen. Survei Indikator dilakukan pada 30 Januari 2023 hingga 6 Januari 2024.
Suparji menuturkan, kejaksaan mengikuti harapan publik sebagaimana terekam dalam hasil survei Indikator. Misalnya, jujur, bijaksana, dan adil (16,1%); menegakkan keadilan tanpa pandang bulu (10,5%); lebih adil (9,4%); bekerja lebih baik (8,4%); tidak jual beli kasus atau menerima suap (7,2%); transparan (6,7%); tegas (6,3%); hingga mengusut kasus hingga tuntas (3,2%).
“Jadi, selama mampu bekerja secara profesional, secara prosedural, secara proporsional, dan berkeadilan, saya kira, akan membangun kepercayaan masyarakat,” ujar Ketua Senat Akademik Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) ini.
Apalagi, kata dia, Jaksa Agung sering kali memberikan pedoman tentang hal itu. “Pernyataan sederhana Pak Jaksa Agung ketika (jaksa) akan memberikan tuntutan, bertanyalah kepada hati nurani yang paling dalam. Sesungguhnya itu adalah sebuah keadilan,” tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, kejaksaan juga harus mampu mengembalikan kerugian negara dalam mengusut sebuah kasus korupsi. Pasalnya, hal tersebut menjadi salah satu keberhasilan penanganan sebuah perkara.
"Pemberantasan korupsi tidak berhasil selama hanya memenjarakan saja, tapi gagal mengembalikan kerugian keuangan negara. Maka, itu juga dianggap tidak berhasil. Oleh karenanya, penting bagaimana para jaksa itu secara sungguh dan serius memiskinkan pelaku korupsi," tuturnya.
Dalam survei tersebut, jika dibandingkan antarlembaga penegak hukum, kejaksaan menjadi institusi yang paling dipercaya publik dengan 76%. Lalu, disusul Polri 75% dan pengadilan masing-masing 75% serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 70%.
Adapun survei Indikator Politik Indonesia ini dilakukan pada 30 Desember 2023-6 Januari 2024 dengan melibatkan 4.560 responden se-Indonesia, yang ditentukan secara stratified random sampling. Adapun toleransi kesalahan (margin of error) sekitar 2,9% pada tingkat kepercayaan 95%.
Pakar hukum pidana Suparji Ahmad mendukung seruan Jaksa Agung ST Burhanuddin tersebut. “Pak Jaksa Agung mengatakan, 'jangan flexing, jangan pamer kekayaan'. Itu pun menjadi bangunan, skema membangun kepercayaan masyarakat,” kata Suparji dalam survei Indikator Politik Indonesia tentang Tingkat Kepercayaan Publik terhadap Lembaga Penegak Hukum dan Politik secara daring, Selasa (23/1/2024).
Dari hasil jajak pendapat Indikator Politik Indonesia, Kejaksaan Agung menjadi lembaga penegak hukum paling dipercaya publik dengan 76,2 persen, naik dari sebelumnya berada di angka 73,8 persen. Survei Indikator dilakukan pada 30 Januari 2023 hingga 6 Januari 2024.
Suparji menuturkan, kejaksaan mengikuti harapan publik sebagaimana terekam dalam hasil survei Indikator. Misalnya, jujur, bijaksana, dan adil (16,1%); menegakkan keadilan tanpa pandang bulu (10,5%); lebih adil (9,4%); bekerja lebih baik (8,4%); tidak jual beli kasus atau menerima suap (7,2%); transparan (6,7%); tegas (6,3%); hingga mengusut kasus hingga tuntas (3,2%).
“Jadi, selama mampu bekerja secara profesional, secara prosedural, secara proporsional, dan berkeadilan, saya kira, akan membangun kepercayaan masyarakat,” ujar Ketua Senat Akademik Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) ini.
Apalagi, kata dia, Jaksa Agung sering kali memberikan pedoman tentang hal itu. “Pernyataan sederhana Pak Jaksa Agung ketika (jaksa) akan memberikan tuntutan, bertanyalah kepada hati nurani yang paling dalam. Sesungguhnya itu adalah sebuah keadilan,” tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, kejaksaan juga harus mampu mengembalikan kerugian negara dalam mengusut sebuah kasus korupsi. Pasalnya, hal tersebut menjadi salah satu keberhasilan penanganan sebuah perkara.
"Pemberantasan korupsi tidak berhasil selama hanya memenjarakan saja, tapi gagal mengembalikan kerugian keuangan negara. Maka, itu juga dianggap tidak berhasil. Oleh karenanya, penting bagaimana para jaksa itu secara sungguh dan serius memiskinkan pelaku korupsi," tuturnya.
Dalam survei tersebut, jika dibandingkan antarlembaga penegak hukum, kejaksaan menjadi institusi yang paling dipercaya publik dengan 76%. Lalu, disusul Polri 75% dan pengadilan masing-masing 75% serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 70%.
Adapun survei Indikator Politik Indonesia ini dilakukan pada 30 Desember 2023-6 Januari 2024 dengan melibatkan 4.560 responden se-Indonesia, yang ditentukan secara stratified random sampling. Adapun toleransi kesalahan (margin of error) sekitar 2,9% pada tingkat kepercayaan 95%.
(rca)
tulis komentar anda