Moderasi Beragama Cara Terbaik Perangi Radikalisme

Sabtu, 23 Desember 2023 - 08:01 WIB
Pengurus Lakpesdam PBNU M Najih Arromadloni. FOTO/IST
JAKARTA - Moderasi beragama dinilai menjadi rumusan yang mampu membendung radikalisme dan terorisme yang menyusup ke tengah mayarakat. Sebab, bibit radikalisme yang sudah mengakar kuat dalam pemikiran, relatif sulit mendeteksinya dibandingkan tindak kejahatan lainnya.

Pengurus Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia-Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam PBNU), M Najih Arromadloni menjelaskan, pengertian moderasi beragama itu tidak menciptakan agama baru, tetapi mengembalikan agama pada karakter aslinya yang memang sudah moderat.

"Sehingga tidak ada pemisahan antara agama yang moderat ataupun radikal. Agama itu pada dasarnya moderat, pemeluknya-lah yang membawa agama itu untuk tindakan ekstrem. Menjadi penting bagi kita untuk mengarusutamakan moderasi beragama ketika bermunculan penyakit di tengah masyarakat yang bernama ekstremisme. Istilah moderasi beragama kemudian digaungkan untuk menjadi solusi bagi semua," kata Gus Najih, sapaan akrab M Najih Arromadloni, dalam keterangannya dikutip, Sabtu (23/12/2023).





Gus Najih mengatakan, masyarakat masih ingat bahwa Indonesia sempat mengalami turbulensi politik yang cukup keras karena permainan kelompok radikal yang menggoyang stabilitas nasional. Beberapa kali perhelatan pemilihan umum, baik di tingkat daerah maupun nasional, diwarnai dengan kerasnya politik identitas dan menjurus pada dikotomi murahan yang isinya si baik melawan si jahat.

Salah satu contohnya peristiwa demonstrasi 212 pada 2016, persis sebelum Pilkada DKI dilangsungkan pada 20 April 2017. Politisasi agama yang dilakukan saat itu ternyata bisa menimbulkan efek berantai sedemikian besar. Show of force kelompok radikal yang menunggangi aksi 212 sebenarnya tidak terjadi secara instan, melainkan mereka telah menancapkan pengaruhnya pada beberapa instansi, mulai dari perguruan tinggi hingga pemerintahan.

Gus Najih menguaraikan, peristiwa demonstrasi 212 menjadi titik balik yang membuka mata banyak orang, bahwa ada persoalan intoleransi dan radikalisme yang harus ditangani dengan segera. Ormas-ormas seperti NU dan Muhammadiyah kemudian mulai bergerak dengan semakin banyak mempublikasikan narasi moderat ke tengah masyarakat. Ormas moderat inilah yang kemudian mendorong Pemerintah untuk membubarkan beberapa organisasi Islam radikal yang saat itu cukup kuat pengaruhnya.

"Kita bisa lihat bagaimana organisasi seperti Nahdlatul Ulama yang giat menuntut pemerintah untuk membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). NU juga terus menyuarakan supaya salafi dan wahabi itu bisa dibendung perkembangannya, karena dikhawatirkan akan membahayakan kehidupan masyarakat kita yang bhinneka ini," kata Gus Najih.

Mencuatnya berbagai aktivitas jaringan teror seperti Negara Islam Indonesia (NII), lanjut Gus Najih, juga sempat menyita perhatian publik. Pada perkembangannya, NII pun dimasukkan dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT). Kesadaran dan kewaspadaan yang terbangun dan ikut berkontribusi pada penetapan keputusan hukum ini tentu tidak lepas dari peran serta kaum moderat yang aktif di masyarakat. Mulai dari para kiai dan santri, serta aktivis moderasi beragama yang dengan segala upaya akhirnya bisa menjangkau masyarakat dengan lebih luas lagi.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More