Integrasi NIK-NPWP, Nurul Arifin Ingatkan Keamanan Data Pribadi Masyarakat

Selasa, 31 Oktober 2023 - 12:50 WIB
Anggota Komisi I DPR Nurul Arifin mendukung optimalisasi integrasi NIK dengan NPWP. Namun, integrasi tersebut harus dibarengi dengan penguatan keamanan data pribadi. Foto/Istimewa
JAKARTA - Komisi I DPR mendukung optimalisasi integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang merupakan program Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak. Namun, integrasi tersebut harus dibarengi dengan penguatan keamanan data pribadi .

"Melalui koordinasi yang efektif, kita dapat memastikan bahwa integrasi NPWP dan NIK dilakukan dengan cara yang berkelanjutan dan Pemerintah dapat memastikan keamanan data pribadi masyarakat," kata Anggota Komisi I DPR Nurul Arifin dalam keterangan pers,Selasa (31/10/2023).

Rencananya, seluruh transaksi perpajakan hanya menggunakan NIK mulai 1 Januari 2024. Hal ini bukan berarti seluruh orang yang memiliki KTP akan dikenakan pajak, tetapi pajak hanya akan dikenakan pada mereka yang sudah memiliki pendapatan di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP).



Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak, perkembangan integrasi NIK-NPWP sudah terpadankan sebanyak 82%. Percepatan jumlah tersebut diharapkan rampung pada Januari 2024 sebagai langkah menggunakan satu nomor identitas tunggal untuk memenuhi berbagai urusan, termasuk perpajakan.

Peraturan tersebut tertuang dalam Undang-Undang No.7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang diharapkan mempermudah proses administrasi perpajakan. Dengan aturan itu, nantinya hanya wajib pajak dengan penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang wajib membayar pajak, yakni Rp54 juta/tahun atau di atas Rp4,5 juta/bulan.



Nurul pun mengapresiasi kemajuan integrasi data yang dilakukan pemerintah. Namun, dia mengingatkan perlunya sistem pengawasan yang ketat agar tidak terjadi kebocoran data pribadi dalam program integrasi satu nomor identitas tunggal.

"Peristiwa kebocoran data pribadi masih menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintah, sehingga diperlukan penanganan khusus terkait hal itu. Jangan sampai dengan integrasi ini, malah merugikan masyarakat karena seluruh data pribadi menjadi satu akses," tutur Nurul.

Berdasarkan catatan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), sebanyak 311 kasus kebocoran data terjadi di Indonesia pada 2022. Jumlah itu meliputi 283 insiden dugaan kebocoran data dan 28 laporan notifikasi proaktif darkweb. Dari jumlah tersebut, sebanyak 248 pemangku kepentingan (stakeholders) terdampak oleh dugaan kebocoran data sepanjang tahun lalu.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More