Bertemu Tim Percepatan Reformasi Hukum, Menteri Siti Sampaikan Kebutuhan LHK

Jum'at, 14 Juli 2023 - 17:09 WIB
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya dan Tim Percepatan Reformasi Hukum Sektor Agraria dan Sumber Daya Alam melakukan pertemuan di Jakarta. Foto/Ist
JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya dan Tim Percepatan Reformasi Hukum Sektor Agraria dan Sumber Daya Alam melakukan pertemuan di Jakarta. Pertemuan ini membahas berbagai hal tentang perkembangan dan tantangan pembangunan LHK kaitannya dengan dukungan hukum.

Selanjutnya, sesi diskusi pun berlangsung dinamis dan hangat. Kementerian LHK mendapat banyak masukan utamanya terkait konflik tenurial dan perlindungan aktivis lingkungan serta langkah penguatan internal KLHK dalam pengendalian korupsi, risiko fraud, dan lainnya.

Menteri Siti mengungkapkan, instansi yang dipimpinnya masih memiliki sejumlah catatan khususnya pada aspek pengawasan dan reformasi hukum. Meski begitu, Menteri Siti menegaskan seluruh jajaran KLHK semakin bertekad untuk memperbaikinya.

"Pada beberapa hal teknis kita sangat kuat. Tapi pada aspek administratif dan sistem penunjang, harus terus kita perkuat. Oleh karena itu, saya menyambut baik kerja bersama dengan Tim Percepatan Reformasi Hukum khususnya Pokja Reformasi Hukum Sektor Agraria dan Sumber Daya Alam," kata Menteri Siti dalam keterangannya, Jumat (14/7/2023).



Dalam paparannya, Menteri Siti menjelaskan lima pokok materi yaitu Proses Evolutif Sosiologis Pengembangan Sektor LHK; Prinsip-Prinsip Dalam Pengembangan Sektor LHK; Rantai Nilai, dan Instrumen; Perkembangan dan Arah Pembangunan; serta Konteks Kebutuhan Dukungan Hukum.

Selanjutnya, Menteri Siti menyampaikan 11 isu prioritas dalam konteks dan kebutuhan dukungan Hukum. Pertama, sulitnya eksekusi hasil kerja Gakkum yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap.

Kedua, pengendalian Karhutla masih di hulu belum sampai pada penanganan terintegrasi seperti agenda paralegal, kesejahteraan masyarakat dengan praktek lahan tanpa bakar. Ketiga, perlunya koherensi penanganan dalam restorative justice untuk penerapan pasal 110a dan pasal 110b Peraturan Pemerintah 24 Tahun 2021.

Keempat, pentingnya penanganan dispute regulasi dan penerapan plasma sawit 25 persen. Kelima, sengketa dan pengaduan masyarakat tentang Amdal (dan diantaranya kurang proporsional). Keenam, belum mantapnya pengaturan perlindungan aktivis lingkungan.

Ketujuh, perlunya percepatan integratif dan fasilitasi program perhutanan sosial dan perlunya pengembangan perhutanan sosial dengan pola kemitraan konsesi. Kedelapan, perlunya kesadaran bersama pengampu kebijakan tentang pentingnya arti lingkungan dan kelola SDA secara keberlanjutan. Kesembilan, perlunya tata laksana perdagangan karbon (carbon governance).
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More