Rasionalitas Jadi Alasan Tiga Poros Belum Tentukan Cawapres
Sabtu, 08 Juli 2023 - 06:35 WIB
JAKARTA - Tiga poros koalisi yang sudah menentukan bakal calon presiden (capres) hingga kini belum ada yang menentukan nama calon wakil presiden (cawapres) untuk Pilpres 2024 . Faktor rasionalitas menjadikan parpol dan poros koalisi tersebut belum kunjung menentukan cawapres.
Tiga poros koalisi PDI Perjuangan (PDIP) dengan Ganjar Pranowo , Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) dengan Prabowo Subianto , dan Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) dengan Anies Baswedan .
Pengamat Politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin melihat bahwa faktor rasionalitas menjadikan parpol dan poros koalisi tersebut belum kunjung menentukan cawapres. Bagaimana pun, ada parameter dan standar yang ditentukan dalam memilih bakal cawapres.
“Kalau saya melihatnya unsur rasionalitas sedang dibangun oleh partai politik, artinya menjadikan cawapres itu secepat mungkin gitu ya itu juga menjadi persoalan. Kenapa? karena ada ukuran, ada standar, ada parameter atau ada rasionalitas dalam konteks menentukan bakal cawapres,” kata Ujang kepada wartawan, dikutip Sabtu (8/7/2023).
Ujang menjelaskan, misalnya faktor elektabilitas, karena cawapres pada Pemilu 2024 ini sangat menentukan. Berbeda dengan Pemilu 2019 lalu yang juga menentukan, tapi tidak begitu berpengaruh karena yang maju adalah capres petahana.
Sehingga, Joko Widodo (Jokowi) pun memilih Ma’ruf Amin sebagai cawapresnya dan menang. Karena hari ini, belum ada capres yang dominan dalam berbagai hasil survei.
“Dalam konteks hari ini, yang katakan capresnya masih rata kekuatannya, ada yang mengatakan Pak Prabowo 4 digit lebih gitu ya, katakan lah itu posisinya saling susul masih kuat, masih dinamis, dalam kotak kekuatan yang masih rata itu,” ucapnya.
Sehingga, lanjut Ujang, posisi cawapres menjadi penting karena cawapres ini turut menentukan kemenangan di Pilpres 2024. Misalnya, PKB dalam KKIR dapat menentukan suara di Jawa Timur dan Jawa Tengah maka rasionalitas itu muncul.
Sama halnya dengan PDIP dan PPP yang juga membangun konstruksi cara berpikir rasional bahwa cawapresnya yang akan unggul, begitu juga dengan Anies yang juga memunculkan nama Yenny Wahid. Ketiganya mempertimbangkan memilih tokoh dari Nahdlatul Ulama (NU).
“Apakah ini untuk memecah belah NU, atau saya tidak tahu. Karena, kalau kekuatan NU itu bersatu ya, ini bisa memenangkan pertarungan di mana pun posisi NU ini,” ucapnya.
Tiga poros koalisi PDI Perjuangan (PDIP) dengan Ganjar Pranowo , Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) dengan Prabowo Subianto , dan Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) dengan Anies Baswedan .
Pengamat Politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin melihat bahwa faktor rasionalitas menjadikan parpol dan poros koalisi tersebut belum kunjung menentukan cawapres. Bagaimana pun, ada parameter dan standar yang ditentukan dalam memilih bakal cawapres.
“Kalau saya melihatnya unsur rasionalitas sedang dibangun oleh partai politik, artinya menjadikan cawapres itu secepat mungkin gitu ya itu juga menjadi persoalan. Kenapa? karena ada ukuran, ada standar, ada parameter atau ada rasionalitas dalam konteks menentukan bakal cawapres,” kata Ujang kepada wartawan, dikutip Sabtu (8/7/2023).
Ujang menjelaskan, misalnya faktor elektabilitas, karena cawapres pada Pemilu 2024 ini sangat menentukan. Berbeda dengan Pemilu 2019 lalu yang juga menentukan, tapi tidak begitu berpengaruh karena yang maju adalah capres petahana.
Sehingga, Joko Widodo (Jokowi) pun memilih Ma’ruf Amin sebagai cawapresnya dan menang. Karena hari ini, belum ada capres yang dominan dalam berbagai hasil survei.
“Dalam konteks hari ini, yang katakan capresnya masih rata kekuatannya, ada yang mengatakan Pak Prabowo 4 digit lebih gitu ya, katakan lah itu posisinya saling susul masih kuat, masih dinamis, dalam kotak kekuatan yang masih rata itu,” ucapnya.
Sehingga, lanjut Ujang, posisi cawapres menjadi penting karena cawapres ini turut menentukan kemenangan di Pilpres 2024. Misalnya, PKB dalam KKIR dapat menentukan suara di Jawa Timur dan Jawa Tengah maka rasionalitas itu muncul.
Sama halnya dengan PDIP dan PPP yang juga membangun konstruksi cara berpikir rasional bahwa cawapresnya yang akan unggul, begitu juga dengan Anies yang juga memunculkan nama Yenny Wahid. Ketiganya mempertimbangkan memilih tokoh dari Nahdlatul Ulama (NU).
“Apakah ini untuk memecah belah NU, atau saya tidak tahu. Karena, kalau kekuatan NU itu bersatu ya, ini bisa memenangkan pertarungan di mana pun posisi NU ini,” ucapnya.
(hab)
tulis komentar anda