Sakti! Empat Kali Nyaris Mati, Jenderal Berwajah Besi Ini Melesat Jadi Panglima TNI
Minggu, 23 April 2023 - 08:52 WIB
JAKARTA - Desing peluru, ledakan granat, dan rentetan tembakan menghiasi perjalanan karier militer Jenderal TNI Leonardus Benyamin Moerdani . Di medan tempur, serdadu ‘bermuka besi’ ini setidaknya nyaris empat kali gugur.
Kali pertama maut hampir merenggut hidup terjadi kala Benny masih jadi Tentara Pelajar (TP) di Solo, Jawa Tengah. Kala itu serdadu kelahiran Cepu, Blora ini terlibat dalam pertempuran melawan Belanda. Detik-detik itu pertempuran itu digambarkan Moerdjito Djoengkoeng, komandan seksi pasukan TP Kompi Abdul Latief.
Bersama anak buahnya, Moerdjito disergap dua pasukan kulit putih. Para Tentara Pelajar dari Solo itu tak sadar dari Kartasura menuju Solo terdapat dua jalan sejajar. Keduanya yakni jalan raya baru (dari simpang tiga Kartasura langsung ke tengah kota melalu Stasiun KA Purwasari) dan jalan lama (dari bekas Keraton Kartasura lurus menuju Solo).
Sebagaimana di Yogyakarta, Belanda ternyata menyerbu Solo tidak lewat jalan utama. Mereka memanfaatkan jalan lama yang berarti langsung menggunting garis pertahanan tentara Merah Putih. Tembakan dan ledakan bom pecah memekakkan telinga.
“Saya segera keluar meloncat dari selokan, sambil memerintahkan anak-anak lari. Sambil berlari, saya melihat salah satu anak buah saya. Dia masih bocah, umurnya masih 14 atau 15 tahun, masih celingukan, mungkin tidak sadar musuh menyergap dari dua arah,” ujar Moerdjito ditulis Julius Pour dalam 'Doorstoot naar Djokja: Pertikaian Pemimpin Sipil-Militer’ (hal 152), dikutip Minggu (23/4/2023).
Bocah itu, Benny Moerdani. Moerdjito pun kontan berteriak memerintahkan Benny lari. “Ben..ben.. mundur. Mlayuo ngetan (berlari lah ke timur). Ben, ben.. mundur,” ucap Moerdjito.
Benny ingat betul pertempuran pertamanya itu. Mendengar perintah Moerdjito, dia dan kawan-kawannya pun ambil langkah kaki seribu ke arah Bandjarsari. Dari Gereja Purwoasri mereka terus-menerus lari. Tak ayal, Benny dan teman-temannya sesame pasukan Tentara Pelajar ambruk hampir kehabisan napas begitu tiba di Bandjarsari.
Sore mereka tiba di Kampong Sekarpace. Di sana mereka mencoba beristirahat, berbaring di tanggul bengawan sambil menunggu datangnya rakit untuk menyeberang. Tapi di momen berikutnya, maut nyaris mencabut nyawa bocah yang kelak menjadi raja intelijen Indonesia ini.
Kali pertama maut hampir merenggut hidup terjadi kala Benny masih jadi Tentara Pelajar (TP) di Solo, Jawa Tengah. Kala itu serdadu kelahiran Cepu, Blora ini terlibat dalam pertempuran melawan Belanda. Detik-detik itu pertempuran itu digambarkan Moerdjito Djoengkoeng, komandan seksi pasukan TP Kompi Abdul Latief.
Baca Juga
Bersama anak buahnya, Moerdjito disergap dua pasukan kulit putih. Para Tentara Pelajar dari Solo itu tak sadar dari Kartasura menuju Solo terdapat dua jalan sejajar. Keduanya yakni jalan raya baru (dari simpang tiga Kartasura langsung ke tengah kota melalu Stasiun KA Purwasari) dan jalan lama (dari bekas Keraton Kartasura lurus menuju Solo).
Sebagaimana di Yogyakarta, Belanda ternyata menyerbu Solo tidak lewat jalan utama. Mereka memanfaatkan jalan lama yang berarti langsung menggunting garis pertahanan tentara Merah Putih. Tembakan dan ledakan bom pecah memekakkan telinga.
“Saya segera keluar meloncat dari selokan, sambil memerintahkan anak-anak lari. Sambil berlari, saya melihat salah satu anak buah saya. Dia masih bocah, umurnya masih 14 atau 15 tahun, masih celingukan, mungkin tidak sadar musuh menyergap dari dua arah,” ujar Moerdjito ditulis Julius Pour dalam 'Doorstoot naar Djokja: Pertikaian Pemimpin Sipil-Militer’ (hal 152), dikutip Minggu (23/4/2023).
Bocah itu, Benny Moerdani. Moerdjito pun kontan berteriak memerintahkan Benny lari. “Ben..ben.. mundur. Mlayuo ngetan (berlari lah ke timur). Ben, ben.. mundur,” ucap Moerdjito.
Benny ingat betul pertempuran pertamanya itu. Mendengar perintah Moerdjito, dia dan kawan-kawannya pun ambil langkah kaki seribu ke arah Bandjarsari. Dari Gereja Purwoasri mereka terus-menerus lari. Tak ayal, Benny dan teman-temannya sesame pasukan Tentara Pelajar ambruk hampir kehabisan napas begitu tiba di Bandjarsari.
Sore mereka tiba di Kampong Sekarpace. Di sana mereka mencoba beristirahat, berbaring di tanggul bengawan sambil menunggu datangnya rakit untuk menyeberang. Tapi di momen berikutnya, maut nyaris mencabut nyawa bocah yang kelak menjadi raja intelijen Indonesia ini.
tulis komentar anda