Piala Dunia U-20 di Indonesia Batal, Fadli Zon: FIFA Terapkan Standar Ganda
Kamis, 30 Maret 2023 - 15:31 WIB
Pada November 2006 misalnya, militer Israel pernah mencegah semua atlet sepak bola Palestina untuk berpartisipasi dalam pertandingan final babak penyisihan grup kualifikasi Asian Football Confederation (AFC). Israel juga pernah tidak mengizinkan para pemain dan ofisial tim Palestina berpartisipasi dalam pertandingan kualifikasi Piala Dunia 2010 melawan Singapura. Aksi Israel pada 2007 itu telah mengganjal kesempatan Timnas Palestina bermain di ajang Piala Dunia.
"Celakanya, alih-alih membela atlet Palestina dan mengutuk Israel, FIFA malah memutuskan untuk memberikan kemenangan otomatis kepada Singapura 3-0. Padahal kita tahu dalam pertemuan terakhir kualifikasi Piala Dunia 2022 lalu, timnas Palestina bisa menekuk Singapura dengan keunggulan telak 4-0," kata Wakil Presiden Liga Parlemen Dunia untuk Palestina ini.
Stadion Palestina juga sering dibom selama perang brutal Israel di Gaza. Itu sebabnya, selama bertahun-tahun timnas Palestina hanya bisa menggelar pertandingan kandang di Yordania atau Qatar. Kamp latihan mereka pun jauh di Ismailia, Mesir.
Fadli Zon memaparkan, serangan mematikan tentara Israel bukan hanya mengarah pada fasilitas olahraga, tapi juga atlet-atlet Palestina. Pada Januari 2009, tiga pesepakbola Palestina, Ayman Alkurd, Shadi Sbakhe, serta Wajeh Moshtaha, tewas oleh serangan Israel di Jalur Gaza. Dua bulan kemudian, Saji Darwish, pemain muda berusia 18 tahun, dibunuh oleh penembak jitu Israel di dekat Ramallah.
"Pada Juli 2009, Mahmoud Sarsak, pemain timnas Palestina, ditangkap dan disiksa oleh militer Israel selama tiga tahun. Meskipun akhirnya dibebaskan, tapi masalah kesehatan permanen akibat penyiksaan yang dideritanya selama dalam tahanan Israel telah mematikan karir olahraganya," katanya.
Penangkapan, penyiksaan, serta pembunuhan terhadap pemain bola Palestina telah menjadi berita rutin di Palestina. Militer Israel secara sengaja menembak kaki para pemain muda Palestina dalam berbagai kesempatan, terutama ketika mereka sedang melintasi pos pemeriksaan militer.
Pada 2019, militer Israel menyerang Stadion Al Khader di Betlehem dengan gas air mata, yang mirip dengan Tragedi Kanjuruhan, Malang pada 2022. Pada 22 Desember 2022 lalu, tentara Israel telah menembak mati Ahmad Atef Daraghma, pemain bola dari klub Thaqafi, serta melukai 24 orang lainnya, dalam sebuah serangan dan aksi brutal di kota Nablus, Tepi Barat.
Jadi, kata Fadli Zon, sangat tak relevan jika FIFA membela atlet Israel dengan dalih fair play. Seharusnya para atlet Israel itu ditagih pertanggungjawaban moralnya atas aksi brutal dan tidak fair yang dilakukan oleh pemerintah mereka terhadap atlet dan dunia olahraga Palestina.
"Dua alasan itu sudah cukup menunjukkan selama ini FIFA telah berlaku tidak fair dan menerapkan standar ganda dalam kebijakan sepak bola," katanya.
Fadli Zon mengakui pencoretan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 dalam jangka pendek merugikan dunia sepak bola di Tanah Air. Namun, dengan pencoretan ini, Indonesia tidak kehilangan muka. Sebab, jika tetap menerima kedatangan atlet Israel, Indonesia sebenarnya telah merendahkan konstitusi serta garis politik luar negeri di bawah aturan FIFA.
"Celakanya, alih-alih membela atlet Palestina dan mengutuk Israel, FIFA malah memutuskan untuk memberikan kemenangan otomatis kepada Singapura 3-0. Padahal kita tahu dalam pertemuan terakhir kualifikasi Piala Dunia 2022 lalu, timnas Palestina bisa menekuk Singapura dengan keunggulan telak 4-0," kata Wakil Presiden Liga Parlemen Dunia untuk Palestina ini.
Stadion Palestina juga sering dibom selama perang brutal Israel di Gaza. Itu sebabnya, selama bertahun-tahun timnas Palestina hanya bisa menggelar pertandingan kandang di Yordania atau Qatar. Kamp latihan mereka pun jauh di Ismailia, Mesir.
Fadli Zon memaparkan, serangan mematikan tentara Israel bukan hanya mengarah pada fasilitas olahraga, tapi juga atlet-atlet Palestina. Pada Januari 2009, tiga pesepakbola Palestina, Ayman Alkurd, Shadi Sbakhe, serta Wajeh Moshtaha, tewas oleh serangan Israel di Jalur Gaza. Dua bulan kemudian, Saji Darwish, pemain muda berusia 18 tahun, dibunuh oleh penembak jitu Israel di dekat Ramallah.
"Pada Juli 2009, Mahmoud Sarsak, pemain timnas Palestina, ditangkap dan disiksa oleh militer Israel selama tiga tahun. Meskipun akhirnya dibebaskan, tapi masalah kesehatan permanen akibat penyiksaan yang dideritanya selama dalam tahanan Israel telah mematikan karir olahraganya," katanya.
Penangkapan, penyiksaan, serta pembunuhan terhadap pemain bola Palestina telah menjadi berita rutin di Palestina. Militer Israel secara sengaja menembak kaki para pemain muda Palestina dalam berbagai kesempatan, terutama ketika mereka sedang melintasi pos pemeriksaan militer.
Pada 2019, militer Israel menyerang Stadion Al Khader di Betlehem dengan gas air mata, yang mirip dengan Tragedi Kanjuruhan, Malang pada 2022. Pada 22 Desember 2022 lalu, tentara Israel telah menembak mati Ahmad Atef Daraghma, pemain bola dari klub Thaqafi, serta melukai 24 orang lainnya, dalam sebuah serangan dan aksi brutal di kota Nablus, Tepi Barat.
Jadi, kata Fadli Zon, sangat tak relevan jika FIFA membela atlet Israel dengan dalih fair play. Seharusnya para atlet Israel itu ditagih pertanggungjawaban moralnya atas aksi brutal dan tidak fair yang dilakukan oleh pemerintah mereka terhadap atlet dan dunia olahraga Palestina.
"Dua alasan itu sudah cukup menunjukkan selama ini FIFA telah berlaku tidak fair dan menerapkan standar ganda dalam kebijakan sepak bola," katanya.
Fadli Zon mengakui pencoretan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 dalam jangka pendek merugikan dunia sepak bola di Tanah Air. Namun, dengan pencoretan ini, Indonesia tidak kehilangan muka. Sebab, jika tetap menerima kedatangan atlet Israel, Indonesia sebenarnya telah merendahkan konstitusi serta garis politik luar negeri di bawah aturan FIFA.
Lihat Juga :
tulis komentar anda