Lindungi Pekerja Rumah Tangga, MPR Desak RUU PPRT Disahkan Jadi UU
Rabu, 15 Februari 2023 - 20:29 WIB
JAKARTA - MPR mendorong Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga ( RUU PPRT ) untuk segera disahkan menjadi UU. Sebab, UU tersebut penting untuk melindungi harkat dan martabat manusia.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat saat diskusi daring bertema “Mengapa RUU PPRT Tak Kunjung Menjadi UU?” yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (15/2/2023).
"Tidak ada lagi alasan mendasar untuk menunda pembahasan RUU PPRT, selain segera melanjutkan dan mengesahkannya menjadi undang-undang. Saat ini kita seperti menutup mata terhadap kekerasan yang terjadi terhadap pekerja rumah tangga," katanya.
Menurut Rerie sapaan akrab Lestari, dalam konteks permasalahan yang dihadapi para pekerja rumah tangga, seharusnya terdapat ikatan kesetaraan yang meniadakan dominasi sosial antara pemberi dan penerima kerja. Selain hak dan kewajiban tersebut, kata anggota DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, terdapat kebutuhan yang paling mendasar yakni saling melindungi antara pemberi kerja dan PRT, sesuai yang diamanatkan oleh konstitusi.
Anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem itu menilai ditunda-tundanya pembahasan RUU PPRT oleh pimpinan DPR merupakan keprihatinan bersama sekaligus tamparan bagi kita semua bahwa perjuangan selama 19 tahun belum bisa terwujud hingga saat ini.
Ketua Panja RUU PPRT - DPR RI Willy Aditya mengungkapkan problem krusial yang dihadapi dalam proses pembahasan RUU PPRT saat ini berada pada pimpinan DPR. Respons Ketua DPR RI yang menyebutkan RUU PPRT itu masih memerlukan kajian secara socio cultural merupakan tanggapan yang tidak tepat karena di dalam RUU PPRT itu sudah mencakup pengaturan aspek socio cultural. "Saya kira ini karena belum membaca isi RUU PPRT," ujarnya.
Willy mengaku sudah tiga kali meminta audiensi kepada Ketua DPR RI untuk menjelaskan sejumlah substansi dalam RUU PPRT itu, tetapi hingga saat ini permintaan itu tidak ditanggapi. Salah satu upaya untuk mendorong agar pimpinan DPR segera mengagendakan Sidang Paripurna untuk mengesahkan RUU PPRT menjadi usulan inisiatif DPR, kata Willy, bisa melalui dugaan pelanggaran tata tertib DPR yang dilakukan Ketua DPR.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat saat diskusi daring bertema “Mengapa RUU PPRT Tak Kunjung Menjadi UU?” yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (15/2/2023).
"Tidak ada lagi alasan mendasar untuk menunda pembahasan RUU PPRT, selain segera melanjutkan dan mengesahkannya menjadi undang-undang. Saat ini kita seperti menutup mata terhadap kekerasan yang terjadi terhadap pekerja rumah tangga," katanya.
Menurut Rerie sapaan akrab Lestari, dalam konteks permasalahan yang dihadapi para pekerja rumah tangga, seharusnya terdapat ikatan kesetaraan yang meniadakan dominasi sosial antara pemberi dan penerima kerja. Selain hak dan kewajiban tersebut, kata anggota DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, terdapat kebutuhan yang paling mendasar yakni saling melindungi antara pemberi kerja dan PRT, sesuai yang diamanatkan oleh konstitusi.
Anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem itu menilai ditunda-tundanya pembahasan RUU PPRT oleh pimpinan DPR merupakan keprihatinan bersama sekaligus tamparan bagi kita semua bahwa perjuangan selama 19 tahun belum bisa terwujud hingga saat ini.
Ketua Panja RUU PPRT - DPR RI Willy Aditya mengungkapkan problem krusial yang dihadapi dalam proses pembahasan RUU PPRT saat ini berada pada pimpinan DPR. Respons Ketua DPR RI yang menyebutkan RUU PPRT itu masih memerlukan kajian secara socio cultural merupakan tanggapan yang tidak tepat karena di dalam RUU PPRT itu sudah mencakup pengaturan aspek socio cultural. "Saya kira ini karena belum membaca isi RUU PPRT," ujarnya.
Willy mengaku sudah tiga kali meminta audiensi kepada Ketua DPR RI untuk menjelaskan sejumlah substansi dalam RUU PPRT itu, tetapi hingga saat ini permintaan itu tidak ditanggapi. Salah satu upaya untuk mendorong agar pimpinan DPR segera mengagendakan Sidang Paripurna untuk mengesahkan RUU PPRT menjadi usulan inisiatif DPR, kata Willy, bisa melalui dugaan pelanggaran tata tertib DPR yang dilakukan Ketua DPR.
tulis komentar anda