Revisi UU Pilkada Terancam Batal

Sabtu, 09 Mei 2015 - 11:26 WIB
Revisi UU Pilkada Terancam...
Revisi UU Pilkada Terancam Batal
A A A
JAKARTA - Keinginan Komisi II DPR merevisi Undang-Undang (UU) No 8/2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) terancam menemui jalan buntu.

Pasalnya, pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah tegas menolak wacana tersebut karena dianggap bukan waktu yang tepat untuk dilaksanakan dalam waktu dekat. ”Kalau salah satunya menolak artinya pembahasan tidak bisa dilanjutkan,” ujar peneliti senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, saat di Jakarta kemarin.

Dengan ketidaksetujuan pihak eksekutif, DPR menurut Lucius memang tidak dapat membahas poin-poin yang akan diajukan untuk revisi tersebut, padahal di dalam UU sendiri pembahasan harus melibatkan kedua belah pihak. ”Nggak bisa, karenaprosedurpembahasanRUU harus selalu melibatkan dua belahpihak, pemerintahdanDPR,” lanjutnya.

Lucius pun menyayangkan sikap DPR yang begitu semangat mengejar revisi UU Pilkada hanya untuk menyukseskan kepentingan kelompoknya. Situasi yang berbanding terbalik dengan pencapaian mereka ketika ditugaskan menyelesaikan fungsi legislasinya, yang hingga masa reses kedua belum memenuhi target Prolegnas 2015.

”Semangat yang menggebugebu DPR untuk merevisi UU Pilkada ini justru tidak muncul dalam tugas utama mereka menyelesaikan target Prolegnas 2015,” sesal Lucius. Lucius pun berharap wacana revisi UU ini bisa segera dihentikan, bukan hanya karena substansi revisi yang berpotensi bermasalah, melainkan juga potensi DPR merusak tatanan kehidupan bernegara yang ada di Indonesia.

”Jadi sudah prinsipnya, ini ditolak,” ujarnya. Seperti diketahui, Mendagri Tjahjo Kumolo menilai revisi terhadap UU No 8/2015 tentang Pilkada dan UU No 2/2011 tentang Parpol belum perlu dilakukan. Selain dapat memunculkan kegaduhan politik, revisi juga dapat mengganggu konsentrasi semua pihak, khususnya KPU dalam mempersiapkan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2015.

Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman membantah jika keinginan merevisi UU berasal dari legislatif. Menurut dia, usulan revisi UU Pilkada dan UU Parpol tersebut berasal dari KPU. ”Revisi UU itu kan atas permintaan KPU, jadi bukan dari DPR,” ucap Rambe. Oleh karena itu, pihaknya akan merancang terlebih dahulu poin-poin revisi ini. Terlebih hak untuk membuat UU sepenuhnya berada di DPR.

”Ya, makanya kita harus dibicarakan. Kan KPU tidak boleh membuat UU, itu tugas DPR,” jelasnya. Saat dimintai komentarnya terkait ketidaksepakatan pemerintah khususnya Kemendagri atas rencana revisi tersebut, Rambe menolak berkomentar lebih jauh. Dia hanya mengatakan belum mendapat keterangan apapun dari Mendagri karena mengenai revisi harus dibahas secara bersama terlebih dahulu.

Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay meluruskan pemberitaan yang menyebut pihaknya yang mengusulkan dilakukannya revisi atas UU Pilkada dan UU parpol. Yang terjadi menurut Hadar adalah pihak DPR yang terus mendesak KPU untuk menerima poin ketiga rekomendasi panja.

”Kami terus sampaikan juga tidak bisa,” ungkap Hadar. Satu momen di mana sidang diskors, kemudian terjadi pembicaraan tidak resmi antara beberapa pimpinan fraksi dan ketua DPR di ruang pimpinan. Menurut Hadar, saat itu Ketua KPU (Husni Kamil Manik) juga terus didesak untuk menerima rekomendasi tersebut.

”Saat itu Ketua KPU katakan ‘kami tidak bisa menerima usulan ini, karena tidak sesuai dengan UU-nya. Kecuali DPR merevisi UU’,” jelas Hadar. Hal itulah yang mungkin dianggap DPR sebagai usulan dari KPU sehingga menurut Hadar, dibuat kesimpulan bahwa DPR akan mengupayakan opsi revisi UU Pilkada. ”Bagi KPU, merevisi atau tidak, kami menghormati keputusan akan rencana DPR ini. Perbuatan atau perubahan UU adalah wewenang DPR dan pemerintah,” kata Hadar.

40 Daerah Belum Sepakati Anggaran

Sebanyak 40 daerah belum menyepakati penganggaran dana pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2015. Akibatnya kerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) daerah dalam mempersiapkan dan menjalankan tahapan pilkada terhambat. Salah satu tahapan yang sudah harus dijalankan dengan dana pilkada adalah pembentukan penyelenggara pemilu di tingkat kecamatan (PPK) maupun kelurahan/desa (PPS).

”Ini alarm buat kita, setelah tahapan pilkada mulai berjalan tapi dananya belum siap semua,” ujar Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay saat ditemui di kantornya Jalan Imam Bonjol, Jakarta, kemarin. Belum jelasnya penganggaran ini juga membuat daerahdaerah tersebut dipertanyakan keikutsertaannya dalam pilkada mendatang. Menurut Hadar, kepastian daerah-daerah tersebut ikut atau tidak dalam pilkada akan ditentukan hingga 18 Mei 2015 mendatang.

”Pada saat pembentukan PPK dan PPS ditutup, sesuai tahapan yang sudah ditentukandiPKPU,” jelasHadar. Beberapa daerah yang belum mendapatkan kesepakatan anggaran pilkadanya antara lain Kabupaten Pandeglang, Provinsi Bengkulu, Kabupaten Kepahyang, Kabupaten Kaur, Provinsi Jambi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Jabung Timur,

Kabupaten Sungai Penuh, Kabupaten Pekalongan, Kota Banjarmasin, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Seram Bagian Timur, Kabupaten Buru Selatan, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Supiori. Hadar menduga belum disepakatinya penganggaran pilkada ini salah satunya dikarenakan masih adanya item-item dalam permohonan anggaran yang belum diatur dalam NPHD. ”Pemda berpandangan ada item yang belum diatur karena tidak ada standarnya,” tuturnya.

Dian ramadhani/ dita angga
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9078 seconds (0.1#10.140)