Filipina-China Seterukan Area Penerbangan
A
A
A
MANILA - Situasi di Laut China Selatan kembali menegang. Filipina dan China tidak hanya berseteru mengenai batas Laut China Selatan, tapi juga batas area penerbangan pesawat patroli.
Laksamana Madya Filipina Alexander Lopez mengungkapkan, China memperingatkan pesawat patroli Filipina agar tidak mengudara di atas Laut China Selatan karena disebut memasuki wilayahmiliterChina.
Namun, Filipina tidak mengindahkan peringatan itu, sebab mereka mengklaim terbang di wilayah udara internasional. Lopez menambahkan, pesawat patroli yang diberi peringatan tidak hanya satu, tapi hampir semua yang terbang di atas Laut China Selatan.
Akhir-akhir ini Filipina meluncurkan tujuh pesawat patroli dalam beberapa penerbangan yang berbeda antara Pulau Thitu dan Terumbu Karang Subi di Kepulauan Spratly, Laut China Selatan. Melalui komunikasi radio yang dihubungi China dari Batu Karang Subi, semua pesawat patroli Filipina mendapatkan peringatan yang sama, mereka harus keluar dari area udara China.
Area Terumbu Karang Subi menjadi area ”panas” bagi pesawat Filipina yang ingin mendarat atau terbang dari Pulau Pagasa. ”Pesawat udara kami selalu ditantang. China selalu memperingatkan kami ketika melakukan patroli maritim rutin melalui jalur udara. Padahal, kami terbang di atas area penerbangan internasional,” ujar Lopez yang juga menjadi komandan di wilayah Filipina Barat itu, dikutip Reuters. ”Karena itu, kami mengabaikan peringatan tersebut,” sambungnya.
Berbeda dengan Filipina, China sering memilih jalur laut untuk melakukan patroli di Kepulauan Spratly mengingat landasan udara mereka lebih jauh. Namun, hal itu tidak berarti China tidak pernah menggunakan pesawat patroli. Pesawat patroli China juga sesekali terbang di atas Laut China Selatan. Pada 19 April lalu, militer angkatan udara Filipina menerbangkan Fokker di atas udara Laut China Selatan. Namun, mereka diberi lampu kuning. Sejak saat itu, enam kasus serupa terjadi kepada enam pesawat Filipina yang lain.
Semua pesawat tersebut diperintahkan keluar dari area udara China untuk menghindari halhal yang tidak diinginkan. ”Pilot kami menegaskan bahwa mereka terbang di area penerbangan internasional untuk melakukan tugas patroli seperti yang sudah kami lakukan sebelumnya,” kataLopez, dilansir AFP. ”Ketakutan jelas tidak baik bagi kami. Risiko dalam tugas pasti selalu ada. Tapi untuk tugas berisiko seperti inilah kami digaji,” tambah Lopez. Selain itu, Filipina balik mengkritik China.
Mereka mengatakan proyek reklamasi yang dilakukan China di Laut China Selatan berpotensi memicu ketegangan politik dan militer. Sebagaimana diketahui, China hampir mengklaim seluruh Laut China Selatan. Namun, klaim itu tumpang tindih dengan klaim Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei, termasuk juga dengan Taiwan. April lalu ASEAN berupaya ikut membantu menyelesaikan sengketa di Laut China Selatan.
Namun, Kamboja menolak adanya intervensi ASEAN dalam isu ini. Menurut pemerintah Kamboja, permasalahan di Laut China Selatan sebaiknya hanya ditangani pihak yang terlibat.
”ASEAN tidak bisa ikut menyelesaikansengketaini. ASEAN bukan institusi hukum. Pengadilanlah yang memutuskan mana yang benar dan mana yang salah,” ujar Sekretaris Negara untuk Urusan Luar Negeri Kamboja Soeung Rathchavy.
Muh shamil
Laksamana Madya Filipina Alexander Lopez mengungkapkan, China memperingatkan pesawat patroli Filipina agar tidak mengudara di atas Laut China Selatan karena disebut memasuki wilayahmiliterChina.
Namun, Filipina tidak mengindahkan peringatan itu, sebab mereka mengklaim terbang di wilayah udara internasional. Lopez menambahkan, pesawat patroli yang diberi peringatan tidak hanya satu, tapi hampir semua yang terbang di atas Laut China Selatan.
Akhir-akhir ini Filipina meluncurkan tujuh pesawat patroli dalam beberapa penerbangan yang berbeda antara Pulau Thitu dan Terumbu Karang Subi di Kepulauan Spratly, Laut China Selatan. Melalui komunikasi radio yang dihubungi China dari Batu Karang Subi, semua pesawat patroli Filipina mendapatkan peringatan yang sama, mereka harus keluar dari area udara China.
Area Terumbu Karang Subi menjadi area ”panas” bagi pesawat Filipina yang ingin mendarat atau terbang dari Pulau Pagasa. ”Pesawat udara kami selalu ditantang. China selalu memperingatkan kami ketika melakukan patroli maritim rutin melalui jalur udara. Padahal, kami terbang di atas area penerbangan internasional,” ujar Lopez yang juga menjadi komandan di wilayah Filipina Barat itu, dikutip Reuters. ”Karena itu, kami mengabaikan peringatan tersebut,” sambungnya.
Berbeda dengan Filipina, China sering memilih jalur laut untuk melakukan patroli di Kepulauan Spratly mengingat landasan udara mereka lebih jauh. Namun, hal itu tidak berarti China tidak pernah menggunakan pesawat patroli. Pesawat patroli China juga sesekali terbang di atas Laut China Selatan. Pada 19 April lalu, militer angkatan udara Filipina menerbangkan Fokker di atas udara Laut China Selatan. Namun, mereka diberi lampu kuning. Sejak saat itu, enam kasus serupa terjadi kepada enam pesawat Filipina yang lain.
Semua pesawat tersebut diperintahkan keluar dari area udara China untuk menghindari halhal yang tidak diinginkan. ”Pilot kami menegaskan bahwa mereka terbang di area penerbangan internasional untuk melakukan tugas patroli seperti yang sudah kami lakukan sebelumnya,” kataLopez, dilansir AFP. ”Ketakutan jelas tidak baik bagi kami. Risiko dalam tugas pasti selalu ada. Tapi untuk tugas berisiko seperti inilah kami digaji,” tambah Lopez. Selain itu, Filipina balik mengkritik China.
Mereka mengatakan proyek reklamasi yang dilakukan China di Laut China Selatan berpotensi memicu ketegangan politik dan militer. Sebagaimana diketahui, China hampir mengklaim seluruh Laut China Selatan. Namun, klaim itu tumpang tindih dengan klaim Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei, termasuk juga dengan Taiwan. April lalu ASEAN berupaya ikut membantu menyelesaikan sengketa di Laut China Selatan.
Namun, Kamboja menolak adanya intervensi ASEAN dalam isu ini. Menurut pemerintah Kamboja, permasalahan di Laut China Selatan sebaiknya hanya ditangani pihak yang terlibat.
”ASEAN tidak bisa ikut menyelesaikansengketaini. ASEAN bukan institusi hukum. Pengadilanlah yang memutuskan mana yang benar dan mana yang salah,” ujar Sekretaris Negara untuk Urusan Luar Negeri Kamboja Soeung Rathchavy.
Muh shamil
(ars)