Ekonomi RI Butuh Tindakan Cepat

Kamis, 07 Mei 2015 - 08:29 WIB
Ekonomi RI Butuh Tindakan Cepat
Ekonomi RI Butuh Tindakan Cepat
A A A
JAMBI - Pertumbuhan ekonomi yang melambat pada kuartal I 2015 merupakan lampu kuning bagi perekonomian nasional.

Pemerintah harus bertindak cepat dan tepat mengatasi masalah itu lantaran bisa memicu efek domino yang berakibat buruk terhadap kondisi ketenagakerjaan.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan perekonomian Indonesia pada tiga bulan pertama tahun ini hanya tumbuh 4,71% atau melambat dibandingkan pada kuartal IV 2014 yang sebesar 5,01%.

Laju pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2015 juga lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang 5,14%. Pencapaian tersebut menjadi yang terburuk dalam enam tahun terakhir. Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (HT) mengatakan, perlambatan ekonomi akan berpengaruh terhadap berbagai hal, antara lain produksi. Pabrik-pabrik akan mengurangi produksinya sehingga dampaknya bisa berkepanjangan, termasuk merumahkan pegawai hingga pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Pemerintah harus segera tanggap mengatasi hal ini agar tidak kebablasan,” ujar HT di Jambi kemarin. Dia mengatakan, perlambatan ekonomi juga berpengaruh terhadap kualitas hidup masyarakat. Mereka dihadapkan pada kondisi kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok, tetapi pada saat bersamaan penghasilannya turun. “Dampaknya akan sangat terasa bagi masyarakat menengah ke bawah. Karena itu pemerintah harus cepat mengeksekusi program penting,” kata HT.

Tidak hanya cepat, langkah tersebut juga harus tepat sasaran. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai pemerintah perlu merespons penurunan daya beli masyarakat menyusul anjloknya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2015. Harus ada respons jangka pendek untuk menahan laju penurunan daya beli masyarakat karena ekonomi Indonesia digerakkan oleh sektor konsumsi.

“Kalau konsumsi terganggu, tentu bisa mengganggu kinerja ekonomi,” katanya. Sejumlah upaya yang efektif antara lain menjamin pasokan kebutuhan pokok serta melakukan intervensi pasar. Dengan demikian, sejumlah distorsi seperti praktik kartel, penimbunan bisa benar-benar dicegah sehingga pasokan dan distribusi bahan kebutuhan pokok stabil.

Menurut Enny, konsumsi merupakan salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi selain ekspor dan investasi. Namun peran konsumsi lebih besar ketimbang dua sektor lain lantaran berdampak langsung tanpa membutuhkan jangka waktu tertentu. Sayangnya daya beli masyarakat melemah akibat kenaikan harga bahan bakar minyak. “Bulan depan sudah masuk Ramadan lalu Lebaran, tanpa ada gangguan dari pemerintah saja akan ada lonjakan inflasi yang besar,” ujarnya.

Sementara itu, pemerintah mengakui salah satu pemicu melambatnya laju pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2015 adalah belum optimalnya realisasi belanja modal pemerintah. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan pemerintah saat ini berupaya mempercepat realisasi belanja infrastruktur pada kuartal-kuartal berikutnya. Dia meyakini birokrasi mampu menyerap anggaran belanja modal dengan baik. “Masih ada Mei hingga Desember.

Masih ada delapan bulan. Oleh sebab itu, kita yakin akan bisa terealisasi,” ujarnya. Sofyan mengatakan, terlambatnya realisasi belanja modal akibat belum cairnya anggaran lantaran APBN-P 2015 baru disahkan. Ada pula beberapa kendala teknis akibat perubahan nomenklatur di kementerian. “Tapi semua ini sudah selesai pada akhir April sehingga bulan Mei ini bisa jalan cepat,” ujarnya.

Mantan Menteri BUMN itu mengatakan, minimnya proyek infrastruktur pada kuartal I 2015 akan diakselerasi pada kuartal II 2015. Dia pun menargetkan penyerapan anggaran belanja modal ini akan mencapai lebih dari 90% seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Sofyan menjamin pemerintahtidakakanmengerembelanja modal pada tahun ini. Sebab pemotongan anggaran belanja modal bisa mengacaukan pengerjaan proyek-proyek infrastruktur yang sedang berjalan.

Tidak akan ada pemotongan anggaran seperti tahun-tahun sebelumnya. Bahkan, jika terjadi kekurangan penerimaan negara, pemerintah akan memilih opsi pinjaman untuk membiayai infrastruktur. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan pemerintah saat ini berupaya mempercepat realisasi belanja infrastruktur. Salah satunya dengan memperluas kementerian/ lembaga yang tergabung dalam Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi Anggaran (TEPRA).

Bambang mengatakan, saat ini ada beberapa kementerian/ lembaga baru yang ikut dalam TEPRA seperti Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup serta Badan Pertanahan Nasional. Perluasan ini bertujuan untuk mengatasi hambatanhambatan dalam proses pengerjaan infrastruktur seperti masalah hukum dan pembebasan lahan. Gubernur BI Agus Martowardojo menjelaskan, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi pemerintah harus melakukan reformasi struktural dan melakukan belanja anggaran dengan baik dan berkualitas.

Pemerintah pusat dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk mempercepat realisasi anggaran. Selain itu, dapat pula diwujudkan realisasi perizinan, termasuk berbagai izin pembebasan lahan. “Kalau itu dilakukan pemerintah, pertumbuhan ekonomi bisa di kisaran 5,4-5,8%,” ujar Agus. Dia menuturkan, BI akan merespons perlambatan dengan bauran kebijakan. Selain itu, BI akan menyiapkan diri mengingat kondisi di luar negeri menjadi hal utama yang harus diwaspadai.

“Kita lihat di Tiongkok dan harga komoditas, semua mesti kita waspadai. Jadi BI akan terus melakukan koordinasi dengan pemerintah,” paparnya. Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla mengatakan, target pertumbuhan ekonomi di Indonesia harus melebihi 5% pada kuartal kedua, yakni April hingga Juni 2015. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan mempercepat realisasi anggaran pembangunan.

Erika octaviana/ rahmat fiansyah/rahmat sahid/rarasati syarief /ant
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5326 seconds (0.1#10.140)