Ekonomi Melambat Belanja Harus Digenjot

Rabu, 06 Mei 2015 - 09:06 WIB
Ekonomi Melambat Belanja Harus Digenjot
Ekonomi Melambat Belanja Harus Digenjot
A A A
JAKARTA - Pemerintah harus menyikapi secara serius perlambatan ekonomi yang terjadi pada kuartal I 2015. Sejumlah kalangan mengingatkan agar realisasi belanja pemerintah dipercepat sehingga bisa menjadi stimulus perekonomian.

Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin melaporkan perekonomian Indonesia pada tiga bulan pertama tahun ini hanya tumbuh 4,71% atau melambat dibandingkan kuartal IV 2014 yang sebesar 5,01%. Laju pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2015 juga lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu, 5,14%.

Pencapaian tersebut menjadi yang terburuk dalam enam tahun terakhir. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryo Bambang Sulisto mengatakan, pemerintah dan kalangan dunia usaha harus duduk bersama memikirkan strategi yang tepat untuk mengatasi perlambatan ekonomi. ”Kita perbaiki sektor riil ini karena kalau terganggu akan berpengaruh ke PHK (pemutusan hubungan kerja). Maka kita harus mencari solusi agar mereka bisa survive ,” ujarnya di Jakarta kemarin.

Kadin berharap pemerintah mampu merumuskan kebijakan jangka pendek yang tepat untuk menyelamatkan perekonomian. Fenomena perlambatan ekonomi tidak bisa dibiarkan. ”Mari kita carikan kebijakan apa yang bisa menggairahkan ekonomi ini sehingga dunia usaha bisa diselamatkan. Dibantu dengan memberikan insentif yang pas,” katanya. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani mengatakan, perlambatan ekonomi sebenarnya sudah bisa diperkirakan dari akhir tahun lalu lantaran secara global juga melemah.

Dia khawatir perlambatan ekonomi berlanjut sampai akhir tahun. ”Catatan kami dari semua sektor yang ada, tidak ada satu sektor yang menunjukkan tren positif. Semuanya negatif. Lebih rendah daripada tahun lalu,” ungkapnya. Menurut Hariyadi, dalam jangka pendek pemerintah harus segera mengeksekusi belanjanya. Kemudian mendorong perluasan ekspor dengan sungguh- sungguh. ”Pokoknya semua yang terkait dengan upaya untuk meningkatkan ekspor harus dijalankan,” tegasnya.

Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menilai perlambatan ekonomi tak terlepas dari lemahnya kinerja realisasi anggaran baik di pusat maupun daerah. Ketua Umum Hipmi Bahlil Lahadalia mengingatkan perekonomian nasional masih sangat tergantung pada sektor konsumsi. Sektor ini pun bergantung pada belanja pemerintah. ”Para menteri lupa bahwa konsumsi sebesar itu dapat mendorong pertumbuhan ekonomi,” ungkap Bahlil. Sektor ini perlu digenjot untuk menyelamatkan perekonomian mengingat industri dan manufaktur masih sangat lemah.

”Industri kita masih lemah, belum sanggup menopang perekonomian lebih kuat,” imbuhnya. Direktur Eksekutif CORE Indonesia Hendri Saparini menilai pemerintah tidak melakukan pekerjaan ekonomi dengan baik. Ini terbukti dari potensi fiskal APBN yang gagal dikonversikan menjadi stimulus perekonomian. ”Potensi kita jelas di atas 5% (pertumbuhan ekonomi), tetapi belanja pemerintah tidak dapat dimaksimalkan sehingga tidak ada stimulus pertumbuhan,” ujarnya.

Dia berharap ada upaya serius dari pemerintah apabila ingin mendorong pertumbuhan di kuartal berikutnya. Pemerintah harus mampu meyakinkan semua pelaku ekonomi dengan menjabarkan secara detail langkah- langkahkedepan.”Kitaingin adakeyakinandipasarsupaya ada keyakinan masyarakat. Sektor swasta masih bisa mendorong pertumbuhan hingga 5%. Ini harus diperkuat oleh kemampuan fiskal,” ujarnya.

Beragam Faktor

Kepala BPS Suryamin menuturkan, perlambatan ekonomi dipengaruhiberagamfaktor. Dari sisi produksi, dia menyebut di antaranya penurunan produksi pangan akibat mundurnya waktu tanam, produksi minyak mentah dan batu bara yang mengalami kontraksi sehingga berpengaruh pada industri kilang minyak, serta penurunan suplai barang impor yang menyebabkan melambatnya distribusi perdagangan.

”Ditambah dengan realisasi belanja infrastruktur pemerintah yang terlambat sehingga kinerja konstruksi juga ikut melambat,” urainya. Dari sisi pengeluaran, faktorfaktor dimaksud antara lain tertekannya pengeluaran konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah, terutama belanja modal, menurunnya impor barang modal, kinerja ekspor yang terkontraksi karena turunnya harga komoditas dan melambatnya perekonomian negara tujuan utama ekspor.

Menko Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan, pemerintah sudah memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal I 2015 tidak akan lebih dari 5%. Pemerintah akan berupaya mengejar pertumbuhan ekonomi agar sesuai dengan target yang telah ditetapkan APBN-P 2015. Mengenai rendahnya impor, menurut dia, terjadi lantaran rendahnya permintaan di pasar domestik. Pemerintah saat ini berupaya mendorong belanja infrastruktur yang diharapkan bisa menciptakan multiplier effect, termasuk konsumsi rumah tangga.

”Begitu realisasi anggaran pemerintah jalan, ini akan meng-inject dana ke masyarakat. Itu akan meningkatkan kembali pertumbuhan konsumsi,” katanya. Deputi III Bidang Pengelolaan Isu Strategis Kantor Staf Kepresidenan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, Presiden Joko Widodo sudah mengetahui adanya perlambatan ekonomi sejak dilantik menjadi presiden. Menurutnya, perlambatan ekonomi saat itu diketahui karena adanya berbagai program yang belum berjalan.

”Tanpa banyak orang tahu, Pak Jokowi mewarisi ekonomi yang lambat. Mengubah pertumbuhan ekonomi itu nggak gampang, jadi terbukti sudah usaha macam ini-itu, tapi anggaran belum terlalu efektif, belum optimal, sehingga perlambatan jadi semakin kelihatan dan ini sampai bulan Maret,” ujar Purbaya. Wapres Jusuf Kalla mengatakan, perlambatan ekonomi ini pernah disampaikannya beberapa waktu lalu.

Menurutnya, perlambatan terjadi karena pengaruh daya beli masyarakat yang semakin turun. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Tirta Segara memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan meningkat pada kuartal II 2015. Pengeluaran pemerintah akan menjadi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi.

”Pertumbuhan investasi diperkirakan meningkat pada kuartal II 2015 dan kuartal-kuartalberikutnya seiring dengan semakin meningkatnya belanja modal pemerintah pada proyek-proyek infrastruktur,” ujarnya. Namun masih ada risiko bahwa pertumbuhan ekonomi pada 2015 mengarah ke batas bawah kisaran 5,4-5,8%.

Pencapaian tingkat pertumbuhan tersebut akan dipengaruhi seberapa besar dan cepat realisasi berbagai proyek infrastruktur yang direncanakan pemerintah, selain konsumsi yang tetap kuat dan ekspor yang secara bertahap akan membaik.

Rahmat fiansyah/ hafid fuad/oktiani erdarwati/kunthi fahmar sandy/rarasati syarief
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4769 seconds (0.1#10.140)