Dualisme Golkar-PPP Rawan Picu Konflik
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Tedjo Edhy Purdijatno mengingatkan ancaman konflik di tingkat bawah sebagai imbas pertikaian elite partai politik (parpol) di pusat.
Pernyataan Menko Polhukam tersebut merespons konflik di tubuh Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang belum menemukan jalan keluar hingga mendekati pendaftaran pasangan calon kepala daerah di pilkada serentak. ”Ada parpol yang sedang mengalami masalah internal, kita harap masalahnya bisa selesai dengan islah. Kita tidak ingin ada yang tidak ikut pemilu, kita ingin semuanya (berpartisipasi),” kata Tedjo seusai mengikuti rapat koordinasi pilkada di Jakarta kemarin.
Baik DPP Partai Golkar kubu Munas Bali pimpinan Aburizal Bakrie (ARB) maupun kubu Munas Ancol pimpinan Agung Laksono sama-sama mengklaim berhak mendaftarkan pasangan calon kepala daerah. Hal yang sama juga terjadi di DPP PPP. Kubu Muktamar Surabaya pimpinan Romahurmuziy (Romi) juga berseteru dengan kubu Muktamar Jakarta pimpinan Djan Faridz.
Ditanya sejauh mana potensi konflik di tingkat bawah yang dipicu perpecahan elite, Tedjo mengatakan situasi terburuk harus tetap diprediksi. Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti mengatakan, pihaknya juga mengantisipasi imbas dari dualisme kepengurusan partai di pusat ini karena rawan memicu konflik di daerah. ”Bisa saja hal-hal seperti itu membawa konflik pada saat pelaksanaan pilkada,” kata dia kemarin.
Untuk itu, kepolisian sudah mempersiapkan rencana pengamanan, termasuk mengantisipasi situasi buruk yang tidak diinginkan terjadi. Salah satu langkah antisipasi dini adalah menginventarisasi karakter masyarakat di setiap wilayah, termasuk mengamati dinamika persaingan parpol dan calon kepala daerah di wilayah tersebut.
Badrodin mengatakan, dibandingkan sebelumnya, pilkada kali ini memiliki kerawanan konflik yang lebih tinggi karena dilaksanakan secara serentak. ”Para elite itu ada di daerah. Denganbegitu, antaramassadan elitenya makin intens. Pergerakan memengaruhi bisa lebih intensif. Sehingga dari sisi biografi, situasional, kerawanan bisa semakin tinggi,” ujarnya. Kapolri menyebut sejumlah daerah yang mempunyai potensi konflik di pilkada serentak nanti, antara lain Aceh, Papua, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan.
Sementara itu, Dewan Pertimbangan (Wantim) Partai Golkar hasil Munas Riau mengusulkan penyelesaian konflik kepengurusan di tubuh partai beringin dilakukan melalui jalur musyawarah nasional luar biasa (munaslub). Jalan tersebut diambil sebagai bagian upaya penyelamatan partai agar bisa ikut serta di pilkada serentak 2015.
”Islah sudah tidak mungkin, kedua belah pihak sudah menutup itu. Untuk mengikuti proses pengadilan pun kemungkinan prosesnya panjang, sehingga kami mengusulkan agar dilakukan munaslub,” ujar Ketua Wantim Partai Golkar Akbar Tandjung di Jakarta kemarin. Akbar menggelar konferensi pers bersama sejumlah anggota Wantim Golkar antara lain Anwar Arifin, Agusman Effendi, Ibrahim Ambong, serta Mahadi Sinambela.
Menurut Akbar, kondisi perpecahan saat ini memang mengancam keikutsertaan Golkar di pilkada. ”Si-tuasi sekarang sudah mengancam kiprah partai, bahkan masuk kategori genting dan memaksa,” kata mantan ketua umum Partai Golkar ini.
Dita angga/ dian ramdhani
Pernyataan Menko Polhukam tersebut merespons konflik di tubuh Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang belum menemukan jalan keluar hingga mendekati pendaftaran pasangan calon kepala daerah di pilkada serentak. ”Ada parpol yang sedang mengalami masalah internal, kita harap masalahnya bisa selesai dengan islah. Kita tidak ingin ada yang tidak ikut pemilu, kita ingin semuanya (berpartisipasi),” kata Tedjo seusai mengikuti rapat koordinasi pilkada di Jakarta kemarin.
Baik DPP Partai Golkar kubu Munas Bali pimpinan Aburizal Bakrie (ARB) maupun kubu Munas Ancol pimpinan Agung Laksono sama-sama mengklaim berhak mendaftarkan pasangan calon kepala daerah. Hal yang sama juga terjadi di DPP PPP. Kubu Muktamar Surabaya pimpinan Romahurmuziy (Romi) juga berseteru dengan kubu Muktamar Jakarta pimpinan Djan Faridz.
Ditanya sejauh mana potensi konflik di tingkat bawah yang dipicu perpecahan elite, Tedjo mengatakan situasi terburuk harus tetap diprediksi. Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti mengatakan, pihaknya juga mengantisipasi imbas dari dualisme kepengurusan partai di pusat ini karena rawan memicu konflik di daerah. ”Bisa saja hal-hal seperti itu membawa konflik pada saat pelaksanaan pilkada,” kata dia kemarin.
Untuk itu, kepolisian sudah mempersiapkan rencana pengamanan, termasuk mengantisipasi situasi buruk yang tidak diinginkan terjadi. Salah satu langkah antisipasi dini adalah menginventarisasi karakter masyarakat di setiap wilayah, termasuk mengamati dinamika persaingan parpol dan calon kepala daerah di wilayah tersebut.
Badrodin mengatakan, dibandingkan sebelumnya, pilkada kali ini memiliki kerawanan konflik yang lebih tinggi karena dilaksanakan secara serentak. ”Para elite itu ada di daerah. Denganbegitu, antaramassadan elitenya makin intens. Pergerakan memengaruhi bisa lebih intensif. Sehingga dari sisi biografi, situasional, kerawanan bisa semakin tinggi,” ujarnya. Kapolri menyebut sejumlah daerah yang mempunyai potensi konflik di pilkada serentak nanti, antara lain Aceh, Papua, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan.
Sementara itu, Dewan Pertimbangan (Wantim) Partai Golkar hasil Munas Riau mengusulkan penyelesaian konflik kepengurusan di tubuh partai beringin dilakukan melalui jalur musyawarah nasional luar biasa (munaslub). Jalan tersebut diambil sebagai bagian upaya penyelamatan partai agar bisa ikut serta di pilkada serentak 2015.
”Islah sudah tidak mungkin, kedua belah pihak sudah menutup itu. Untuk mengikuti proses pengadilan pun kemungkinan prosesnya panjang, sehingga kami mengusulkan agar dilakukan munaslub,” ujar Ketua Wantim Partai Golkar Akbar Tandjung di Jakarta kemarin. Akbar menggelar konferensi pers bersama sejumlah anggota Wantim Golkar antara lain Anwar Arifin, Agusman Effendi, Ibrahim Ambong, serta Mahadi Sinambela.
Menurut Akbar, kondisi perpecahan saat ini memang mengancam keikutsertaan Golkar di pilkada. ”Si-tuasi sekarang sudah mengancam kiprah partai, bahkan masuk kategori genting dan memaksa,” kata mantan ketua umum Partai Golkar ini.
Dita angga/ dian ramdhani
(ars)