Jadi Relawan itu Panggilan Hati

Senin, 04 Mei 2015 - 12:16 WIB
Jadi Relawan itu Panggilan...
Jadi Relawan itu Panggilan Hati
A A A
Keberhasilan LSM ataupun yayasan pendidikan menjalankan programnya tak terlepas dari peran para relawan.

Cintya Nurwelza salah satunya. Cintya adalah relawan dari komunitas Save Street Child (SSC) yang mengajar di daerah Pondok Ranji, Tangerang. Dia sudah bergabung dengan SSC sejak 2012. Baginya, menjadi seorang relawan yang bisa berbagi dengan adik-adik yang berada di jalanan merupakan sebuah keberuntungan.

Berbagi dengan mereka yang kurang beruntung memang menjadi panggilan hatinya. ”Saat itu saya dengar pengumuman ada rekrutmen pengajar batch 3 oleh SSC. Kemudian saya mengikuti pelatihan. Saya bersama tim lantas mencari titik belajar. Pada waktu itu titik belajar ditentukan di Stasiun Pondok Ranji. Awalnya memang sulit menjadi relawan yang mengajarkan anak didik dari kalangan anak jalanan,” cerita Cintya, yang sudah tiga tahun menjadi relawan di SSC.

Bagi Cintya, menjadi relawan adalah panggilan jiwa dan itu bisa memberikan ketenangan hati untuknya. Sekalipun tidak mendapat bayaran, tetap pekerjaan tersebut mampu membuatnya nyaman. ”Saya merasa, setelah mengajar dan bertemu adik-adik, saya menjadi lebih fresh. Apalagi setelah seminggu sibuk bekerja, ketika bertemu adik-adik, seperti ada semangat yang baru,” katanya.

Hal senada diungkapkan relawan dari Sekolah Master, Zulfa Nidaul Haq. Zulfa adalah mahasiswi STAIQ Al-Qudwa di Jakarta yang telah bergabung dengan Sekolah Master sejak Agustus 2014. Zulfa mengaku menjadi relawan memberikan banyak pengalaman baru, pluskesenangan dan kedekatan dengan anak didik.

”Kami di sini memiliki kedekatan antarakakak pengajar dan muridnya sehingga menjadikan kami seperti teman. Meski begitu, tetap anak didik memiliki rasa hormat kepada kakak pengajarnya. Itu bertujuan agar anak didik bisa terbuka ketika memiliki masalah,” ungkapnya.

Zulfa menilai, banyak sekali perbedaan ketika mengajar di sekolah formal dan Sekolah Master yang muridnya rata-rata memiliki latar belakang kaum marginal. ”Kalau di sini adik-adik tidak bisa belajar dengan keras. Penting sekali mengajar tanpa kekerasan fisik, mengajar dengan kelembutan, serta bahasa yang sesuai dengan bahasa mereka,” tuturnya.

Cerita yang sama disampaikan relawan dari Yayasan Pemimpin Anak Bangsa (YPAB), Chika Maharani, yang berprofesi sebagai guru. ”Saya memang ingin menjadi relawan. Tapi, awalnya belum menemukan tempat di mana saya bisa bernaung,” ucap Chika. Dengan menjadi relawan, Chika merasa mendapatkan lebih banyak manfaat.

Apalagi setelah melihat semangat anak didik untuk berhasil dan bersunguh- sunguh sehingga membuatnya semakin terobsesi untuk memberikan yang terbaik buat sang anak didik. ”Kalau soal kendala yang dihadapi, dulu waktu kita masih belajar di garasi mobil banyak banget. Misalnya, kalau hujan ada yang rembes atau ketika belajar tutornya kurang sehingga saya harus handle beberapa kelas,” kisah Chika.

Chika berharap pendidikan di Indonesia bisa merata untuk semua lapisan masyarakat. Selain itu, bukan hanya mementingkan materi pelajaran dan nilai siswa.”Lebih penting memberikan pendidikan karakter dan budi pekerti karena saat ini banyak yang hanya ingin mencapai olimpiade tertentu tanpa mementingkan perilaku. Perilaku itu paling utama sebelum membentuk anak menjadi sesuatu,” katanya.

Yahya Muharrikul Islam juga merasakan kepuasan batin ketika bisa menjadi relawan di Komunitas Terminal Hujan. Menurutnya, mengajar anak-anak dari kalangan marjinal seperti mendapatkan kesenangan dan tidak pernah terbebani.

”Ketika mengajar itu dibayar dan tidak, saya merasakan perbedaannya. Ketika saya mengajar di sekolah formal, suka ada rasa malas dan jenuh. Berbeda ketika saya mengajar di Terminal Hujan, meski tidak mendapat bayaran, semua terasa ringan. Ketika mengajar tanpa beban dan ikhlas, semua bisa dijalankan dengan maksimal,” beber Yahya.

Yahya juga berharap Terminal Hujan bisa terus berbagi dengan masyarakat kurang beruntung dan membuka beberapa kelas baru.

Robi ardianto
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2747 seconds (0.1#10.140)