Griya Eclectic Provincial Style
A
A
A
Eclectic provincial style. Begitu Naning Adiwoso menyebut gaya huniannya. Senada dengan gaya rumah, Naning pun memilih beraneka furnitur dengan nuansa provincial alias pedesaan.
Kebanyakan furnitur yang ia pakai dalam griya ini adalah barang bekas.
Tengok saja meja, lampu, tegel, kusen, hingga hiasan rumah. ”Rumah ini isinya hampir barang bekas semua.
Barangbarangnya saya dapatkan dari bongkaran, ada juga yang beli di daerah Ciputat dan Senen. Seperti pintu putih bersekat horizontal yang terpasang di gudang, itu merupakan bongkaran dari RSCM,” ujar Naning kepada KORAN SINDO saat dikunjungi di kediamannya di kawasan Jombang, Tangerang Selatan, beberapa waktu lalu.
Sebagai arsitek dan desainer interior yang juga menjabat ketua Green Building Council Indonesia sekaligus pendiri Asosiasi Toilet Indonesia, Naning mendesain huniannya dengan memperhatikan aspek ramah lingkungan. Luas bangunan utama sekitar 200 meter persegi (m2) yang berdiri di atas lahan seluas 10.000 m2 atau satu hektare. Selain bangunan utama ada juga musala, guest house dan studio sebagai tempat kerja Naning, rumah pegawai, plus gudang. ”Guest house dipakai jika ada teman saya dari luar negeri menginap di sini,” kata alumnus International Institute of Interior Design Washington DC, Amerika Serikat.
Selebihnya, lahan tersebut ditumbuhi beraneka rupa tumbuhan. Mulai rerumputan, tanaman pot, sayur-mayur, pohon produktif seperti matoa, duku, rambutan, dan pisang, hingga pohon besar seperti trembesi dan glodokan luar negeri. Ada pula area yang difungsikan sebagai lahan nursery (persemaian). Nurserykebanyakan diisi oleh tanaman hijau penghisap karbondioksida sanseviera, eceng gondok, perdu, palem, dan pakis.
Tak ketinggalan, lubang biopori dibuat sebagai media resapan air di sekitar lahan hijau serta dua kolam besar sebagai tempat penampungan air saat hujan turun. Ada juga kolam ikan lele dan gurame. Rimbunnya tumbuhan dan ditopang dengan adanya kolam menjadikan lingkungan sekitar rumah Naning menjadi sejuk. Meski rimbun, hunian Naning tak tampak gelap. Ia menyiasatinya dengan memangkas ranting-ranting pendek sehingga pohon hanya lebat di atas.
Dengan begitu, cahaya bisa masuk namun panasnya tidak. Dedaunan atau tanaman yang telah mati, Naning olah menjadi kompos yang kelak dipergunakan lagi untuk menyuburkan tanaman. Naning membeli lahan tersebut sepotongsepotong. Bermula pada 1980/1981, wanita bernama lengkap Siti Adiningsih Adiwoso ini membeli lahan seluas 600 m2. Ia kemudian membeli lagi sepetak demi sepetak.
Lantaran hal itu, jarak antara gerbang dan bangunan utama menjadi cukup jauh, sekitar 10 meter. Ketika gerbang kayu dibuka, akan terlihat lorong dengan tanaman merambat pada kedua sisi dinding yang mengantarkan kita pada lahan yang melebar. Naning mengatakan, lahan yang kini rimbun itu dulu adalah ladang ilalang. Mulanya, ia diminta sang ayah untuk membeli lahan tersebut guna menolong orang. Layaknya ladang ilalang, sifat tanahnya sangat jelek. Naning lantas belajar menghilangkan ilalang. Caranya dengan menanam kacang tanah, tapi harus sabar.
Dibutuhkan lima sampai enam kali penanaman, baru ilalang hilang. Selain itu, Naning juga memelihara banyak hewan seperti kuda, kambing, ayam, dan bebek sehingga kotorannya bisa dijadikan pupuk. Namun, setelah ia beli, rupanya sang ayah tak ingin menempati lahan tersebut. ”Akhirnya saya yang gunakan. Di awal, sempat juga ada yang mengatakan mana bisa mengubah ladang ilalang yang gersang ini. Ternyata jika mau, kita bisa bersahabat dengan alam,” tutur wanita yang menjadi satu dari 10 Inspiring Women pilihan Forbes pada 2013.
Hunian bertingkat dua ini mulai ditempati Naning pada 1982. Saat itu, di kawasan ini belum ada perumahan dan sekolah seperti sekarang. Listrik juga belum ada dan masih menggunakan generator. Untuk penataan ruang, pembagian ruang di griya Naning terlihat jelas. Dari pintu utama, langsung mendapati foyer. Dari foyer, terdapat dua akses bercabang ke kiri dan kanan. Bila ke kiri akan mengantarkan kita ke dapur, kamar mandi, dan kamar sang ibunda. Di dapur, peralatan masak seperti panci dan kuali diletakkan menggantung.
”Hal ini agar mudah mencarinya,” kata wanita yang hobi memasak itu. Jika ke kanan, menuju ruang tengah yang plong. Sekeliling ruang tengah diberi jendela kaca besar sebagai pengganti tembok bata. Kaca besar ini sekaligus sebagai sliding door . Dengan begitu, sirkulasi udara dan cahaya bisa berjalan baik. Dari ruangan ini, mata dimanjakan dengan hijaunya taman Naning. Di teras samping, terdapat kursi goyang serta sisi kanan dan kiri teras terdapat kolam ikan.
”Di sini saya suka bersantai. Duduk di kursi goyang sambil memberi makan ikan. Kalau ruangan favorit ya di kamar tidur,” ucap Initiator of Green Listing Product ini. Naning memaknai rumah sebagai tempat paling nyaman di dunia untuk didiami dan beristirahat, meski masih saja ada kurangnya.
”Saya ingin sehijau mungkin. Namun karena tanahnya kurang bagus, tumbuhan pun tumbuh kurang subur. Sampai sekarang masih terus kami olah dengan cara organik,” tutup Naning.
Dina angelina
Kebanyakan furnitur yang ia pakai dalam griya ini adalah barang bekas.
Tengok saja meja, lampu, tegel, kusen, hingga hiasan rumah. ”Rumah ini isinya hampir barang bekas semua.
Barangbarangnya saya dapatkan dari bongkaran, ada juga yang beli di daerah Ciputat dan Senen. Seperti pintu putih bersekat horizontal yang terpasang di gudang, itu merupakan bongkaran dari RSCM,” ujar Naning kepada KORAN SINDO saat dikunjungi di kediamannya di kawasan Jombang, Tangerang Selatan, beberapa waktu lalu.
Sebagai arsitek dan desainer interior yang juga menjabat ketua Green Building Council Indonesia sekaligus pendiri Asosiasi Toilet Indonesia, Naning mendesain huniannya dengan memperhatikan aspek ramah lingkungan. Luas bangunan utama sekitar 200 meter persegi (m2) yang berdiri di atas lahan seluas 10.000 m2 atau satu hektare. Selain bangunan utama ada juga musala, guest house dan studio sebagai tempat kerja Naning, rumah pegawai, plus gudang. ”Guest house dipakai jika ada teman saya dari luar negeri menginap di sini,” kata alumnus International Institute of Interior Design Washington DC, Amerika Serikat.
Selebihnya, lahan tersebut ditumbuhi beraneka rupa tumbuhan. Mulai rerumputan, tanaman pot, sayur-mayur, pohon produktif seperti matoa, duku, rambutan, dan pisang, hingga pohon besar seperti trembesi dan glodokan luar negeri. Ada pula area yang difungsikan sebagai lahan nursery (persemaian). Nurserykebanyakan diisi oleh tanaman hijau penghisap karbondioksida sanseviera, eceng gondok, perdu, palem, dan pakis.
Tak ketinggalan, lubang biopori dibuat sebagai media resapan air di sekitar lahan hijau serta dua kolam besar sebagai tempat penampungan air saat hujan turun. Ada juga kolam ikan lele dan gurame. Rimbunnya tumbuhan dan ditopang dengan adanya kolam menjadikan lingkungan sekitar rumah Naning menjadi sejuk. Meski rimbun, hunian Naning tak tampak gelap. Ia menyiasatinya dengan memangkas ranting-ranting pendek sehingga pohon hanya lebat di atas.
Dengan begitu, cahaya bisa masuk namun panasnya tidak. Dedaunan atau tanaman yang telah mati, Naning olah menjadi kompos yang kelak dipergunakan lagi untuk menyuburkan tanaman. Naning membeli lahan tersebut sepotongsepotong. Bermula pada 1980/1981, wanita bernama lengkap Siti Adiningsih Adiwoso ini membeli lahan seluas 600 m2. Ia kemudian membeli lagi sepetak demi sepetak.
Lantaran hal itu, jarak antara gerbang dan bangunan utama menjadi cukup jauh, sekitar 10 meter. Ketika gerbang kayu dibuka, akan terlihat lorong dengan tanaman merambat pada kedua sisi dinding yang mengantarkan kita pada lahan yang melebar. Naning mengatakan, lahan yang kini rimbun itu dulu adalah ladang ilalang. Mulanya, ia diminta sang ayah untuk membeli lahan tersebut guna menolong orang. Layaknya ladang ilalang, sifat tanahnya sangat jelek. Naning lantas belajar menghilangkan ilalang. Caranya dengan menanam kacang tanah, tapi harus sabar.
Dibutuhkan lima sampai enam kali penanaman, baru ilalang hilang. Selain itu, Naning juga memelihara banyak hewan seperti kuda, kambing, ayam, dan bebek sehingga kotorannya bisa dijadikan pupuk. Namun, setelah ia beli, rupanya sang ayah tak ingin menempati lahan tersebut. ”Akhirnya saya yang gunakan. Di awal, sempat juga ada yang mengatakan mana bisa mengubah ladang ilalang yang gersang ini. Ternyata jika mau, kita bisa bersahabat dengan alam,” tutur wanita yang menjadi satu dari 10 Inspiring Women pilihan Forbes pada 2013.
Hunian bertingkat dua ini mulai ditempati Naning pada 1982. Saat itu, di kawasan ini belum ada perumahan dan sekolah seperti sekarang. Listrik juga belum ada dan masih menggunakan generator. Untuk penataan ruang, pembagian ruang di griya Naning terlihat jelas. Dari pintu utama, langsung mendapati foyer. Dari foyer, terdapat dua akses bercabang ke kiri dan kanan. Bila ke kiri akan mengantarkan kita ke dapur, kamar mandi, dan kamar sang ibunda. Di dapur, peralatan masak seperti panci dan kuali diletakkan menggantung.
”Hal ini agar mudah mencarinya,” kata wanita yang hobi memasak itu. Jika ke kanan, menuju ruang tengah yang plong. Sekeliling ruang tengah diberi jendela kaca besar sebagai pengganti tembok bata. Kaca besar ini sekaligus sebagai sliding door . Dengan begitu, sirkulasi udara dan cahaya bisa berjalan baik. Dari ruangan ini, mata dimanjakan dengan hijaunya taman Naning. Di teras samping, terdapat kursi goyang serta sisi kanan dan kiri teras terdapat kolam ikan.
”Di sini saya suka bersantai. Duduk di kursi goyang sambil memberi makan ikan. Kalau ruangan favorit ya di kamar tidur,” ucap Initiator of Green Listing Product ini. Naning memaknai rumah sebagai tempat paling nyaman di dunia untuk didiami dan beristirahat, meski masih saja ada kurangnya.
”Saya ingin sehijau mungkin. Namun karena tanahnya kurang bagus, tumbuhan pun tumbuh kurang subur. Sampai sekarang masih terus kami olah dengan cara organik,” tutup Naning.
Dina angelina
(ars)